Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts Today

KOMPAS.COM - Not Found

Written By Unknown on Kamis, 14 November 2013 | 10.47

Harian Kompas  |  Kompas TV

Kamis, 14 November 2013

Ikuti Tur | Register

Get Personalized Here!

 |  Sign In
  • Channel
  • Channel
  • News
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Kompasiana
KOMPAS.com tidak dapat menampilkan link yang Anda tuju saat ini
Silakan tunggu beberapa saat lalu refresh halaman ini atau gunakan fasilitas search di bawah ini untuk mencari berita KOMPAS.com

Go

  • News
  • Nasional
  • Regional
  • Megapolitan
  • Internasional
  • Olah Raga
  • Sains
  • Edukasi
  • Infografis
  • Surat Pembaca
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Grazera
  • Kompasiana
  • KompasKarier.com
  • Midazz
  • SCOOP
  • Urbanesia
  • MakeMac
  • About Us
  • -
  • Advertise
  • -
  • Policy
  • -
  • Pedoman Media Siber
  • -
  • Career
  • -
  • Contact Us
  • -
  • RSS
  • -
  • Site Map
©2008 - 2013 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

10.47 | 0 komentar | Read More

KOMPAS.COM - Not Found

Written By Unknown on Rabu, 13 November 2013 | 10.47

Harian Kompas  |  Kompas TV

Rabu, 13 November 2013

Ikuti Tur | Register

Get Personalized Here!

 |  Sign In
  • Channel
  • Channel
  • News
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Kompasiana
KOMPAS.com tidak dapat menampilkan link yang Anda tuju saat ini
Silakan tunggu beberapa saat lalu refresh halaman ini atau gunakan fasilitas search di bawah ini untuk mencari berita KOMPAS.com

Go

  • News
  • Nasional
  • Regional
  • Megapolitan
  • Internasional
  • Olah Raga
  • Sains
  • Edukasi
  • Infografis
  • Surat Pembaca
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Grazera
  • Kompasiana
  • KompasKarier.com
  • Midazz
  • SCOOP
  • Urbanesia
  • MakeMac
  • About Us
  • -
  • Advertise
  • -
  • Policy
  • -
  • Pedoman Media Siber
  • -
  • Career
  • -
  • Contact Us
  • -
  • RSS
  • -
  • Site Map
©2008 - 2013 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

10.47 | 0 komentar | Read More

KOMPAS.COM - Not Found

Written By Unknown on Selasa, 12 November 2013 | 10.47

Harian Kompas  |  Kompas TV

Selasa, 12 November 2013

Ikuti Tur | Register

Get Personalized Here!

 |  Sign In
  • Channel
  • Channel
  • News
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Kompasiana
KOMPAS.com tidak dapat menampilkan link yang Anda tuju saat ini
Silakan tunggu beberapa saat lalu refresh halaman ini atau gunakan fasilitas search di bawah ini untuk mencari berita KOMPAS.com

Go

  • News
  • Nasional
  • Regional
  • Megapolitan
  • Internasional
  • Olah Raga
  • Sains
  • Edukasi
  • Infografis
  • Surat Pembaca
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Grazera
  • Kompasiana
  • KompasKarier.com
  • Midazz
  • SCOOP
  • Urbanesia
  • MakeMac
  • About Us
  • -
  • Advertise
  • -
  • Policy
  • -
  • Pedoman Media Siber
  • -
  • Career
  • -
  • Contact Us
  • -
  • RSS
  • -
  • Site Map
©2008 - 2013 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

10.47 | 0 komentar | Read More

Berang-berang, \"Bertampang\" Lucu, tetapi Kejam secara Seksual

Written By Unknown on Jumat, 01 November 2013 | 10.47


KOMPAS.com
 — Berang-berang laut (Enhydra lutris) kadang dianggap sebagai fauna yang mampu menunjukkan kemesraan, berpegangan erat dengan pasangannya kala tidur agar tak terpisah.

Namun, di sisi lain, berang-berang laut juga hewan yang kejam, tega memerkosa bayi anjing laut sampai mati.

I Fucking Love Science, Selasa (22/10/2013), mengungkap, saat makanan terbatas, berang-berang laut jantan akan menyandera bayi anjing laut hingga induknya memberi makan kepadanya.

Berang-berang laut jantan juga akan mengunci bayi anjing laut, menungganginya seolah-olah sedang mengawini betina dewasa.

Yang juga sangat menyedihkan, bagian dari proses perkawinan itu adalah menenggelamkan kepala ke dalam air, yang akan menewaskan bayi-bayi anjing laut.

Selama lebih dari satu setengah jam, berang-berang laut jantan akan menenggelamkan kepala bayi anjing laut, memerkosanya hingga mati.

Kadang, walaupun bayi anjing laut telah mati, berang-berang laut kadang masih akan tetap mengawininya hingga tujuh hari setelahnya.

Fenomena berang-berang laut yang memerkosa bayi anjing laut pernah dilaporkan oleh Heather Harris dari California Department of Fish and Game di jurnal Aquatic Mammals.

Harris mengungkapkan bahwa perilaku berang-berang laut jantan saat memerkosa bayi anjing laut sama dengan perilaku ketika mengawini betina spesies sendiri.

Berang-berang jantan akan mulai menggigit betina sebelum mengawini. Tak jarang, perkawinan berbuah kematian betina.

Fenomena itu terjadi karena berang-berang adalah makhluk polygynous. Satu pejantan punya banyak betina, tetapi satu betina hanya punya satu pejantan.

Karena hal itu, ada pejantan-pejantan yang tersisih. Karena kematian berang-berang yang tergolong tinggi, ada lebih banyak pejantan yang tak punya kesempatan kawin.

Hal itu yang menyebabkan beberapa pejantan sangat agresif saat punya kesempatan kawin. Sementara pejantan lain yang tetap tak punya kesempatan melampiaskannya pada bayi anjing laut.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

2,8 Miliar Tahun Lagi, Matahari Akan \"Telan\" Bumi


KOMPAS.com — Studi teranyar mengungkap bahwa akhir kehidupan di Bumi akan datang sekitar 2,8 miliar tahun dari sekarang.

Saat ini, kondisi suhu berada pada tingkat yang nyaman dan mendukung bagi kehidupan di Bumi. Namun, ini tidak akan berlangsung selamanya. Matahari semakin menua dan lama-kelamaan makin memanas.

Dalam kurun waktu sekitar lima miliar tahun, Matahari akan menguras bahan bakar nuklirnya dan membengkak menjadi "raksasa merah"—sebuah bintang besar, tua, dan menyilaukan—dan mungkin akan menelan planet kita. Jauh sebelum mencapai tahap "raksasa merah", semua bentuk kehidupan di muka Bumi akan hangus.

Lalu, kapankah kehidupan di Bumi akan benar-benar sirna? Tim peneliti yang dipimpin oleh Jack O'Malley James, pakar astrobiologi dari University of St Andrews di Skotlandia, berupaya mencari jawabannya.

Mereka menggunakan parameter seperti suhu, kelimpahan air, dan makanan untuk memeriksa kesehatan masa depan biosfer Bumi. Dengan data itu, mereka dapat memetakan bagaimana awal berakhirnya seluruh kehidupan. Tim ini juga menganalisis apakah keberadaan penanda biologis mungkin terlihat, seperti peradaban asing (alien) yang sedang mencari kehidupan. Studi ini akan diterbitkan dalam International Journal of Astrobiology.

Tanaman musnah lebih dulu

Dengan melakukan ramalan cuaca jangka panjang, tim menyatakan bahwa ketika temperatur di Bumi perlahan-lahan mulai meningkat, lebih banyak uap air yang akan terbentuk. Kondisi ini mengakibatkan pelepasan karbon dioksida secara terus-menerus dari atmosfer.

Tanaman mengandalkan karbon dioksida untuk menghasilkan energi melalui proses fotosintesis sehingga hilangnya karbon dioksida secara berkelanjutan akan menjadi berita buruk bagi dedaunan. Studi ini menjadi petunjuk pertama kematian kehidupan di Bumi, yang diperkirakan terjadi dalam kurun waktu 500 juta tahun mendatang. Ketika itu, spesies tanaman terus berkurang dan akhirnya benar-benar hilang karena terjadi penurunan drastis tingkat karbon dioksida secara global. Hewan-hewan yang mengandalkan tumbuhan sebagai sumber makanannya kemungkinan akan saling memangsa.

"Ketika jumlah tanaman mengalami penurunan, hewan pun akan semakin langka secara simultan dalam kurun waktu miliaran tahun," kata O'Malley James.

Hanya mikroba yang masih bertahan

Sekitar 2,8 miliar tahun dari sekarang, hanya komunitas mikroba yang akan tertinggal untuk mewarisi Bumi. Akan tetapi, kondisi Bumi terus memanas tanpa henti, lautan akan menguap, memicu efek rumah kaca, yang akan mengakibatkan pemanasan planet secara cepat dan berkelanjutan. Pasokan air juga menjadi sangat langka.

"Hanya mikroba yang tangguh yang akan mampu mengatasi hal ini, bahkan sampai mereka tidak bisa lagi bertahan ketika suhu melewati ambang di mana DNA mereka bisa rusak, yaitu sekitar 140 derajat celsius," tambah O'Malley James.

Menelisik potensi kehidupan

Tim berharap temuan ini dapat membantu upaya pencarian kehidupan di luar Bumi, dengan memperluas jumlah tanda-tanda potensi kehidupan yang harus dicari untuk menganalisis atmosfer suatu planet secara lebih rinci. "Mengetahui tanda-tanda kehidupan lain dapat membantu kita dalam mendeteksi kehidupan pada sebuah planet yang mungkin sebelumnya tidak diperhitungkan," kata O'Malley James.

Melihat sisi positif

Studi ini menggambarkan masa depan yang suram bagi planet kita. Namun, O'Malley James dan rekannya berpikir bahwa teori mereka soal rentang waktu kehidupan tergolong konservatif. Masih banyak yang belum diketahui untuk memprediksi apa yang akan terjadi dalam kehidupan di bawah tekanan seperti itu. "Sangat sulit untuk memprediksi apakah evolusi kehidupan dapat mengatasi perubahan lingkungan yang ekstrem pada masa depan," katanya.

Namun, studi ini jelas menunjukkan bahwa kehidupan di Bumi, secara alamiah, cenderung mengalami perubahan. Jika masa lalu bisa dijadikan indikasi, kita dapat mengambil hikmah: Meskipun gejolak lingkungan pernah muncul secara besar-besaran, seperti kepunahan massal, satu hal yang harus kita syukuri adalah hidup belum pernah sepenuhnya padam sejak awal kemunculannya. (Andrew Fazekas/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Peneliti UNS Buat Busa Ramah Lingkungan dari Limbah Jagung

Oleh Sri Rejeki

KOMPAS.com
- Busa atau foam sintetis dan turunannya merupakan produk yang populer dan luas penggunaannya. Tidak hanya sebagai kemasan pangan, busa juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pelindung atau wadah produk elektronik, suku cadang, dan zat kimia dalam industri.

Busa sintetis memiliki keunggulan, yakni bersifat fleksibel, tidak mudah pecah, tidak korosif (mudah berkarat), dapat dikombinasikan dengan bahan lain, dan harganya relatif murah.

Namun, busa yang selama ini beredar memiliki kelemahan, yakni tidak mudah hancur di alam sehingga limbahnya bersama limbah plastik lain lama-kelamaan menumpuk dan mencemari lingkungan. Sebagai contoh, produksi sampah di Kota Solo rata-rata 260 ton per hari. Dari jumlah ini, sebanyak 30 persen merupakan sampah plastik, termasuk busa sintetis yang sukar terdegradasi (diuraikan alam). Akibatnya, Tempat Pembuangan Akhir Putri Cempo di Solo dalam waktu beberapa tahun saja sudah penuh.

"Busa konvensional terbuat dari minyak bumi. Padahal, ketersediaan minyak bumi semakin berkurang karena tidak bisa diperbarui. Berangkat dari sini, kami berpikir bagaimana jika busa dibuat dari bahan alam," kata Mohammad Masykuri, ketua tim peneliti busa ramah lingkungan (biofoam) dari Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.

Masykuri bersama anggota tim, Sulistyo Saputro dan Sarwanto, menggagas biofoam dengan bahan dasar dari bahan-bahan terbarukan, yakni limbah jagung dan minyak sawit. Kedua komoditas ini merupakan hasil andalan Indonesia. Data Oil World, Indonesia sejak 2011 hingga saat ini merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia, yakni sebesar 14.465.000 ton pada 2012 atau 54,4 persen produksi dunia.

Demikian pula jagung yang menjadi salah satu komoditas terpenting setelah padi. Salah satu kandungan jagung adalah protein zein. "Tingkat penggunaan jagung dalam industri pakan ternak 45-55 persen, sebanyak 1-2 persen di antaranya terbuang sebagai limbah jagung. Limbah ini berpotensi sebagai bahan dasar sintesis bioplastik dan biofoam," kata Sulistyo.

Cara pembuatan

Limbah jagung dibersihkan dari kotoran, seperti kayu, kertas, dan plastik, lantas digiling menjadi butiran kecil dan dipanaskan selama dua jam pada suhu 100-150 derajat celsius ditambah katalis alpha amilase.

Setelah itu campuran dikeringkan dan digiling hingga ukuran tertentu, lantas diekstraksi pada suhu 65-70 derajat celsius menggunakan etanol selama tiga jam. Tujuannya untuk memperoleh kandungan zein dalam jagung. Setelah proses pendinginan dan dekantasi (proses pemisahan zat padat yang tidak ikut terlarut di dalam pelarut dengan cara dituangkan) diperoleh zein padat.

Zein padat dilarutkan ke dalam etanol sehingga membentuk cetakan film (lapisan tipis). Selanjutnya ditambahkan plasticizer (material untuk meningkatkan fleksibilitas) dan inisiator benzoil peroksida, kemudian diputar selama 10 menit. Plasticizer bervariasi jenisnya, yakni asam lemak inti sawit, seperti asam oleat dan asam laurat, juga gliserol. Emulsi yang terbentuk lalu didinginkan dan dicetak pada permukaan halus dan jadilah film. Film bioplastik zein ini bersifat edibel (dapat dimakan), transparan, mengkilap permukaannya, dapat ditekuk, tetapi mudah patah. Sifat mudah patah dapat diatasi dengan penambahan plasticizer.

Bioplastik zein ini selanjutnya dikembangkan menjadi biofoam dengan metode sintesis yang dikembangkan tim berupa jalur reaksi yang disebut ERRP atau epoxidation (epoksidasi), ring opening (pembukaan cincin), reduction (reduksi), dan polimerization (polimerisasi). Metode ini diklaim lebih praktis dengan rendemen produk lebih besar, mencapai 87-95 persen. Biofoam yang dihasilkan diberi nama biofoam PUU-g-Z (Polyurethane urea-g-zein). "Metode ERPP sudah kami patenkan di Ditjen HAKI," kata Sarwanto.

Busa ini memiliki keunggulan, yakni biodegradabel (dapat terurai oleh mikroba tanah) dengan tingkat urai 10-15 persen dalam waktu 60 hari serta memiliki kuat mekanik 8-12,2 mega pascal. Ini setara dengan busa sintetis yang selama ini digunakan. Biofoam tidak mencemari tanah, efisien dalam pembuatan, dan bisa dicetak menjadi beragam bentuk dan fungsi.

"Kami tengah mengurus paten produk biofoam PUU-g-Z. Di dunia internasional pun setahu kami belum pernah ada produk sejenis didaftarkan. Kami juga berharap mendapat mitra guna memproduksi untuk skala industri," kata Masykuri.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Nebula Bumerang, Tempat Terdingin di Alam Semesta

Written By Unknown on Rabu, 30 Oktober 2013 | 10.47


KOMPAS.com — Sebuah planet nebula, bernama Nebula Bumerang, merupakan tempat terdingin di alam semesta. Suhu tempat itu -272 derajat Celsius.

Dalam penelitian terbaru menggunakan teleskop Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA) di Cile, astronom menguak misteri tentang bentuk nebula planet tersebut.

Tahun 2003, teleskop Hubble pernah mencitrakan Nebula Bumerang. Nebula itu tampak berbentuk menyerupai dasi kupu-kupu yang sisinya tak sama panjang.

Hasil observasi dengan teleskop ALMA menunjukkan bahwa mungkin hasil observasi teleskop Hubble salah.

"Apa yang tampak sebagai dua daun, atau bentuk bumerang, dari pengamatan teleskop di Bumi, sebenarnya merupakan struktur lebih besar yang mengembang cepat ke angkasa," kata Raghvendra Sahai, peneliti pada Jet Propulsion Laboratory NASA.

Nebula Bumerang adalah obyek angkasa yang terletak pada jarak 5.000 tahun cahaya dari Bumi pada konstelasi Centaurus.

Nebula Bumerang merupakan fase awal dari sebuah nebula planet, sebuah obyek yang mencerminkan akhir dari masa kehidupan bintang.

Nebula planet memiliki sebuah pusat yang sejatinya adalah bintang katai putih. Bintang itu mengemisikan radiasi ultraviolet yang menyebabkan gas di sekitarnya berkilau.

Pada 1500 tahun terakhir, hampir 1,5 kali massa Matahari telah hilang dari bintang katai putih di pusat nebula ini karena proses yang disebut bipolar outflow.

Proses bipolar outflow menyebabkan bintang tampak mengembang dan mendinginkan dirinya dalam proses tersebut.

Ilmuwan, seperti diberitakan Daily Mail, Jumat (25/10/2013), mengungkap suhu nebula itu dengan mengobservasi bagaimana obyek menyerap radiasi sinar kosmik.

Selain mengungkap bentuk, ilmuwan juga menemukan bahwa lingkungan sekitar bintang katai putih di nebula itu dikelilingi debu. Ilmuwan juga mengungkap bahwa bagian luar nebula mengalami pemanasan.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Jenis Lumba-lumba Baru Ditemukan di Australia


KOMPAS.com — Berpikir bahwa seluruh lumba-lumba telah kita kenal? Tunggu dulu. Rupanya masih ada satu spesies lumba-lumba yang baru ditemukan dan benar-benar baru bagi ilmu pengetahuan.

Lumba-lumba spesies baru itu ditemukan oleh tim ilmuwan, terdiri dari peneliti World Conservation Society (WCS), American Museum of Natural History, dan lainnya.

Ilmuwan menganalisis sejarah evolusi dari lumba-lumba punggung bungkuk (humpback dolphin), baik dari sisi morfologi maupun genetik.

Hasil analisis mengungkap bahwa lumba-lumba punggung bungkuk yang berada di wilayah Indo-Pacific terbagi menjadi tiga spesies, satu di antaranya merupakan spesies baru.

"Berdasarkan data genetik dan morfologi, kami mengusulkan bahwa genus lumba-lumba punggung bungkuk paling tidak terdiri dari empat spesies," kata Martin Mendez, asisten direktur WCS Amerika Latin dan Karibia.

"Temuan ini membantu kita memahami sejarah evolusi dari kelompok hewan ini dan memberi informasi terkait kebijakan konservasi untuk menjaga setiap spesies yang ada," imbuh Mendez seperti dikutip Science Daily, Selasa (29/10/2013).

Nama genus lumba-lumba punggung bungkuk adalah Sousa. Sementara nama spesies lumba-lumba baru ini belum ditetapkan.

Tiga spesies lumba-lumba punggung bungkuk yang sudah dikenal adalah Sousa teuszii yang hidup di Atlantik serta Sousa chinensis dan Sousa plumbea yang hidup di Indo-Pasifik.

Untuk menemukan lumba-lumba punggung bungkuk baru ini, ilmuwan menganalisis data morfologi dari lumba-lumba yang terdampar di pantai.

Spesifiknya, ilmuwan menganalisis karakteristik dari 180 tengkorak lumba-lumba dari berbagai wilayah.

Kemudian, ilmuwan juga mengambil 235 sampel jaringan dari lumba-lumba di berbagai wilayah dan menganalisis DNA mirokondria dan inti dari masing-masing jenis.

"Informasi tentang jenis baru dari lumba-lumba punggung bungkuk akan meningkatkan jumlah spesies yang diketahui dan memberikan bukti ilmiah yang diperlukan untuk pengambilan keputusan yang bertujuan melindungi keragaman genetik yang unik dan habitat terkait," kata Howard Rosenbaum, Direktur Program Laut WCS.

Lumba-lumba punggung bungkuk bisa tumbuh hingga 2,5 meter. Spesies ini tersebar di wilayah delta dan estuari di Atlantik dan Indo-Pasifik. Lumba-lumba punggung bungkuk dari Atlantik dinyatakan "rentan" oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Mengapa Dinosaurus Bisa Tumbuh Menjadi Raksasa?


KOMPAS.com - Dinosaurus bisa tumbuh begitu mega lantaran memiliki sendi yang lebih licin dibanding mamalia darat lainnya. Adanya tambahan lapisan tulang rawan yang menghubungkan tulang-belulang pada dinosaurus membuat tulang tersebut mampu menahan bobot lebih besar.

Demikian hasil penelitian dari sekelompok peneliti di Richard Stockton College of New Jersey, Amerika Serikat. Memang dari ukuran, dinosaurus masih kalah dari paus sebagai mamalia laut. Namun, jika dibandingkan dengan sesama mamalia darat, tidak ada yang bisa menyamai tinggi dan besarnya dinosaurus. Manusia, misalnya, tulang yang kita miliki bisa rontok ketika bobot tubuh terlalu berat.

Untuk bisa mencapai kesimpulan tersebut, tim peneliti ini memeriksa tulang dari beragam mamalia dan membandingkannya dengan tulang dinosaurus. Mereka juga meriset tulang milik burung dan reptil yang memiliki garis keturunan dinosaurus.

Ditemukan bahwa tulang mamalia secara progresif menjadi lebih bulat di bagian ujung untuk menopang berat tubuh agar tidak membebani tekanan pada tulang rangka. Saat tulang menjadi lebih lebar, tulang rawan tertarik oleh lapisan tipis dan kencang di bawah tulang. Keketatannya memungkinkan distribusi berat yang merata.

Namun, tulang dari reptil dan dinosaurus tumbuh lebih lebar dan lebih rata saat hewan tersebut tumbuh membesar dengan bobot yang juga berat. Dibanding mamalia yang memiliki hanya memiliki lapisan tipis, dinosaurus mempunyai lapisan lebih banyak sehingga sendi mereka lebih licin.

Sendi ini tidak hanya melakukan distribusi berat yang lebih merata, tapi juga bisa menahan tekanan lebih besar. Dikatakan oleh Matthew Bonnan sebagai pemimpin penelitian, "Awalnya saya mengharap pola yang sama di kedua grup [mamalia dan dinosaurus], tapi yang Anda lihat ternyata pola yang bertolak belakang." (Zika Zakiya/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Menhut Bikin Kebijakan soal Macan Tutul

Written By Unknown on Selasa, 29 Oktober 2013 | 10.47

BOGOR, KOMPAS.com — Kementerian Kehutanan bakal membangun pusat penyelamatan atau rescue center yang diperuntukkan untuk Macan Tutul. Pembangunan itu dilakukan menyusul maraknya konflik yang melibatkan macan asli Jawa itu dengan manusia.

"Dalam waktu sebulan ke depan, saya kira sudah ada kejelasan lokasi pembangunannya. Yang jelas, lokasinya harus dekat dengan habitat asli (macan tutul)," kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan seusai melihat kondisi macan tutul di ruang karantina Taman Safari Indonesia Cisarua, Bogor, Kamis (24/10/2013).

Selain menjadi tempat penampungan, Zulkifli menambahkan, pusat penyelamatan itu juga akan menjadi tempat perawatan bagi hewan bernama latin Panthera pladus melas ini untuk persiapan sebelum dilepasbebaskan. "Kita memang sudah membutuhkan rescue center," imbuhnya.

Menurut Zulkifli, pemerintah sebenarnya sudah mempunyai konsep yang bagus dalam hal penataan kehutanan. Misalnya dalam bentuk hutan konservasi, hutan lindung, maupun tatanan lainnya.

Namun beberapa kendala, menurutnya, tetap terjadi karena beberapa faktor seperti pertambahan penduduk, kebutuhan ekonomi masyarakat, maupun ketidakpedulian masyarakat sehingga menyebabkan benturan yang mengganggu habitat macan tutul.

"Habitat yang seharusnya untuk satwa, berubah menjadi perkebunan. Yang seharusnya untuk satwa, kini menjadi vila. Macan tutul juga butuh hidup layak," kata Menteri kelahiran Lampung Selatan ini sembari mengkritik pembangunan vila yang menjamur di Cisarua.

Ketua Conservation Breeding Spesialist Group Indonesia Jansen Manansang mengatakan, hingga saat ini belum diketahui pasti jumlah populasi hewan ini. Organisasi yang terdiri dari beberapa negara itu, menurut dia, tengah menyusun langkah-langkah strategis untuk memetakan populasinya.

"Sekaligus juga ada workshop untuk breeding yang sesuai dengan prosedur dari International Union for Conservation Nature (IUCN)," katanya.

Sementara itu, di tempat karantina TSI itu terdapat macan tutul yang diberi nama Jampang. Jampang sebelumnya berhasil ditangkap hidup-hidup pada pertengahan bulan Oktober lalu oleh gabungan tim dari Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (FOKSI), TSI, serta dibantu warga di Desa Girimukti, Kecamatan Ciemas, Sukabumi.

Penangkapan Jampang dilakukan menyusul adanya laporan harimau masuk kawasan permukiman dan makan ternak milik warga. Penangkapan hidup-hidup itu merupakan kabar gembira mengingat macan tutul yang masuk permukiman biasanya berakhir dengan kematian karena dibunuh.

Editor : Glori K. Wadrianto


10.47 | 0 komentar | Read More

Menyingkap Misteri Capung dengan Tas Punggung Mini


KOMPAS.com — Dalam sebuah ruangan tak berjendela di utara Virginia, ahli saraf Anthony Leonardo akan membuka pintu. "Cepat!" katanya. "Di sini ada ribuan lalat buah dan kami tidak mau mereka semua kabur." Lalat buah bukanlah subyek dari penelitian Leonardo, melainkan makanan bagi subyek utamanya: capung.

Leonardo mempelajari bagaimana capung menangkap mangsa menggunakan perangkat yang sangat mini. Yakni berupa tas yang diletakkan di punggung capung dan berfungsi mencatat rekaman dari sistem saraf si capung kala mengejar makanan.

Leonardo dan koleganya bekerja di pusat riset Howard Hughes Medical Institute (HHMI) di Janelia Farm, Ashburn, Virginia. Lalat buah dan capung terbang di arena dalam ruangan dengan cahaya terang dan suhu lembab. Dengan demikian, capung akan merasa tinggal di ekosistem sebenarnya. Bahkan dindingnya pun dihiasi dengan foto mural yang menunjukkan lanskap di luar ruangan.

Ketika kamera dalam ruangan dinyalakan, Leonardo dan koleganya bisa melihat pergerakan dari capung. Melacak mereka saat melakukan manuver presisi dengan empat sayapnya. Bukanlah hal mudah bagi sebuah subyek menangkap subyek lain yang bergerak. Namun, ini bisa dilakukan capung dengan cukup mudah.

Meski demikian, dalam level saraf, ini membutuhkan kerja yang tidak demikian, sangatlah rumit.  Capung mampu mendeteksi keberadaan lalat dan di saat bersamaan sangat fokus hingga akhirnya mendapatkan si lalat sebagai makanan. "Kita hanya mengerti sedikit mengenai bagaimana otak mengintegrasikan informasi sensorik dan motorik," ujar Leonardo.

Secara sederhana dijelaskan mengenai cara kerja tas punggung mini ini. Leonardo merekatkan kabel perak dan serat karbon untuk membuat antena. Kemudian memotong cip kecil warna hijau dan merekatkannya bersamaan. Barulah kemudian ditempelkan di bahu si capung.

Para peneliti yang terlibat berhasil mengurangi bobot tas ini dengan membuang baterainya. Dengan demikian, berat dari tas ini hanya sekitar 40 miligram, sama seperti saat capung ini membawa dua keping beras sehingga mereka tidak akan terlalu terganggu memakainya.

Tas ini juga memiliki kabel kecil yang terhubung dengan sistem neuronnya. "Saat binatang ini menampilkan perilaku menghalang yang cukup rumit, tas ini bertindak layaknya radio yang mengirim sinyal dari neuron ke komputer kami," jelas Leonardo.

Dalam pemikiran awal manusia, tampaknya capung ini menangkap mangsanya dengan tetap terbang di lajur visualnya lalu terbang mendekat. Kini, Leonardo berasumsi bahwa cara tubuh capung bekerja menentukan pergerakannya. "Ini kerja yang luar biasa," kata Adrienne Fairhall sebagai ahli saraf komputerisasi dari University of Washington. (Helen Fields/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

LIPI Ajak Petani Lombok Pakai Pupuk Organik Hayati


KOMPAS.com — Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) lewat program Diseminasi dan Aplikasi Teknologi Tepat Guna untuk Produktivitas Usaha Berbasis Teknologi di Daerah di Lombok pada Sabtu (26/10/2013) mengajak warga Lombok untuk memanfaatkan pupuk organik hayati.

"Pupuk organik hayati bisa meningkatkan pertumbuhan tanaman pertanian sehingga meningkatkan produktivitas," kata Sarjiya Antonius, peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI dalam diskusi yang digelar di Desa Sakra, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat.

Anton yang juga berasal dari keluarga petani mengungkapkan, saat ini, banyak petani lebih memilih membawa segenggam pupuk NPK daripada memanfaatkan bahan organik dan kekayaan alam yang ada.

Anton menuturkan, di banyak tempat, terjadi penggunaan pupuk kimia secara berlebihan. Ia menuturkan, penggunaan secara berlebihan tersebut bukan akan meningkatkan pertumbuhan, tetapi malah merusak tanah.

Dalam kesempatan itu, Anton, mewakili LIPI, mengajak petani Lombok memanfaatkan pupuk organik hayati yang dihasilkan LIPI. Pupuk organik hayati lebih dari sekadar pupuk organik karena juga mengandung mikroba bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman.

Pupuk organik hayati yang dihasilkan LIPI bernama Beyonic StarTmik LIPI. Pupuk itu mengandung bakteri (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) golongan Bacillus, Pseudomonas, Painibacillus, dan Burkholderia.

Beyonic StarTmik LIPI telah diuji coba langsung di wilayah Ngawi. Anton mengungkapkan, penggunaan pupuk organik hayati dari LIPI itu terbukti mampu meningkatkan produktivitas hingga 20-30 persen.

Anton menuturkan, untuk lahan-lahan kering di wilayah Lombok, yang perlu dilakukan petani ialah manajemen pertanian dengan tetap menjaga ketersediaan bahan organik (karbon organik tanah).

"Kalau ketersediaan C organik tanah cukup maka akan menjaga, menyimpan air atau kelembaban lebih lama sehingga tanah tidak mudah pecah. Dengan aplikasi pupuk organik hayati diharapkan dapat juga membantu tanaman dalam mengatasi stres akibat kekeringan," kata Anton.

Anton mengajak petani Lombok berpikir bahwa tanah itu hidup. Tanah mampu mendukung kegiatan pertanian bila keseimbangan mikroba dalam tanah terjaga. Aplikasi pupuk organik hayati menjaga kesehatan dan keragaman hayati tanah, serta mendukung pertanian tanpa merusak tanah.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Ilmuwan Temukan Cara untuk Membangkitkan Orang Mati

Written By Unknown on Senin, 28 Oktober 2013 | 10.47


KOMPAS.com — Para ilmuwan memiliki gagasan tentang cara untuk menyadarkan seseorang yang sudah dinyatakan meninggal.

Gagasan tersebut dibahas dalam pertemuan New York Academy of Science, menghadirkan Dr Sam Parnia dari State University of New York di Stony Brook, Stephan Meyer dari Columbia University, dan Lance Becker dari University of Pennsylvania.

Dalam pertemuan itu dibahas bahwa kunci penyadaran kembali atau resusitasi pada orang yang baru saja meninggal itu ialah proses hipotermia atau pendinginan tubuh dan pengurangan suplai oksigen.

Gagasan ilmuwan didasarkan pada pandangan baru tentang kematian. Sebelumnya, kematian didefinisikan sebagai saat di mana jantung sudah berhenti berdetak dan paru-paru berhenti bekerja sehingga individu tidak bernapas.

Dalam pandangan baru, kematian tidak dianggap sebagai peristiwa yang terjadi secara serentak di semua bagian tubuh, tetapi sebagai proses bertahap. Saat detak jantung dan napas individu terhenti, sel individu sebenarnya masih hidup.

Kematian total, kiranya bisa dikatakan demikian, baru terjadi ketika sel-sel otak kekurangan oksigen, akibat terhentinya jantung dan napas, sehingga rusak dan mengirim sinyal bagi sel-sel lain menjelang saat kematian.

Dalam gagasan ilmuwan, ada jeda antara henti jantung dan napas dengan kematian total. Jeda itu yang kemudian dimanfaatkan untuk melakukan tindakan sehingga orang yang sebelumnya dinyatakan telah mati bisa sadar kembali.

Proses tersebut harus dilakukan secara hati-hati. Salah satu perhatiannya, upaya menyadarkan orang yang telah meninggal harus tidak mengakibatkan kerusakan otak akibat jantung yang berhenti menyuplai oksigen.

Diberitakan Huffington Post, Senin (21/10/2013), kunci penyadaran kembali tanpa merusak jaringan otak salah satunya adalah hipotermia, yakni tubuh didinginkan beberapa derajat lebih rendah daripada suhu normalnya 37 derajat celsius.

Berdasarkan studi, hipotermia bisa mencegah kerusakan sel otak dengan menurunkan permintaan oksigennya. Namun, ini tetap ada batasannya. Ada momen ketika kerusakan memang sudah terlalu besar sehingga tak bisa dikembalikan.

Kemudian, setelah prosedur hipotermia dan jantung bekerja, kunci lainnya adalah menjaga suplai oksigen. Suplai oksigen yang tiba-tiba besar justru akan berdampak negatif karena akan merusak jaringan otak.

Hipotermia terbukti membantu prosedur resusitasi. Namun, bahkan di Amerika Serikat, tak semua rumah sakit menerapkan prosedur hipotermia. Hal ini menjadi keterbatasan untuk mengupayakan resusitasi yang berhasil.

Tentang suplai oksigen, Parnia menuturkan, suplai harus diatur dengan mesin agar jumlah oksigen yang dialirkan sesuai yang dibutuhkan.

Penyadaran kembali orang yang telah meninggal ini menimbulkan pertanyaan etis. Pasalnya, upaya menyadarkan kembali orang yang telah berjam-jam mengalami henti jantung berisiko pada kerusakan otak. Siapa yang kemudian bertanggung jawab melakukan proses resusitasi lebih komprehensif?

Mayer mengungkapkan, keterbatasan saat ini adalah pengetahuan tentang kerusakan otak. Ilmuwan belum mengetahui seberapa lama kerusakan bertahan dan apakah bisa dikembalikan ke kondisi semula.

Mayer mengungkapkan, masih perlu pembelajaran lebih lanjut. Namun, ia mengatakan bahwa ilmuwan juga tak bisa begitu saja mengatakan bahwa kerusakan otak tak bisa dikembalikan.

Sementara, Becker menuturkan, upaya penyadaran tidak selalu bisa dilakukan di setiap kasus. Namun, sekali dokter memutuskan, dokter harus menerapkan semua metode yang mungkin bisa dilakukan.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Menyingkap Misteri Capung dengan Tas Punggung Mini


KOMPAS.com — Dalam sebuah ruangan tak berjendela di utara Virginia, ahli saraf Anthony Leonardo akan membuka pintu. "Cepat!" katanya. "Di sini ada ribuan lalat buah dan kami tidak mau mereka semua kabur." Lalat buah bukanlah subyek dari penelitian Leonardo, melainkan makanan bagi subyek utamanya: capung.

Leonardo mempelajari bagaimana capung menangkap mangsa menggunakan perangkat yang sangat mini. Yakni berupa tas yang diletakkan di punggung capung dan berfungsi mencatat rekaman dari sistem saraf si capung kala mengejar makanan.

Leonardo dan koleganya bekerja di pusat riset Howard Hughes Medical Institute (HHMI) di Janelia Farm, Ashburn, Virginia. Lalat buah dan capung terbang di arena dalam ruangan dengan cahaya terang dan suhu lembab. Dengan demikian, capung akan merasa tinggal di ekosistem sebenarnya. Bahkan dindingnya pun dihiasi dengan foto mural yang menunjukkan lanskap di luar ruangan.

Ketika kamera dalam ruangan dinyalakan, Leonardo dan koleganya bisa melihat pergerakan dari capung. Melacak mereka saat melakukan manuver presisi dengan empat sayapnya. Bukanlah hal mudah bagi sebuah subyek menangkap subyek lain yang bergerak. Namun, ini bisa dilakukan capung dengan cukup mudah.

Meski demikian, dalam level saraf, ini membutuhkan kerja yang tidak demikian, sangatlah rumit.  Capung mampu mendeteksi keberadaan lalat dan di saat bersamaan sangat fokus hingga akhirnya mendapatkan si lalat sebagai makanan. "Kita hanya mengerti sedikit mengenai bagaimana otak mengintegrasikan informasi sensorik dan motorik," ujar Leonardo.

Secara sederhana dijelaskan mengenai cara kerja tas punggung mini ini. Leonardo merekatkan kabel perak dan serat karbon untuk membuat antena. Kemudian memotong cip kecil warna hijau dan merekatkannya bersamaan. Barulah kemudian ditempelkan di bahu si capung.

Para peneliti yang terlibat berhasil mengurangi bobot tas ini dengan membuang baterainya. Dengan demikian, berat dari tas ini hanya sekitar 40 miligram, sama seperti saat capung ini membawa dua keping beras sehingga mereka tidak akan terlalu terganggu memakainya.

Tas ini juga memiliki kabel kecil yang terhubung dengan sistem neuronnya. "Saat binatang ini menampilkan perilaku menghalang yang cukup rumit, tas ini bertindak layaknya radio yang mengirim sinyal dari neuron ke komputer kami," jelas Leonardo.

Dalam pemikiran awal manusia, tampaknya capung ini menangkap mangsanya dengan tetap terbang di lajur visualnya lalu terbang mendekat. Kini, Leonardo berasumsi bahwa cara tubuh capung bekerja menentukan pergerakannya. "Ini kerja yang luar biasa," kata Adrienne Fairhall sebagai ahli saraf komputerisasi dari University of Washington. (Helen Fields/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Menhut Bikin Kebijakan soal Macan Tutul

BOGOR, KOMPAS.com — Kementerian Kehutanan bakal membangun pusat penyelamatan atau rescue center yang diperuntukkan untuk Macan Tutul. Pembangunan itu dilakukan menyusul maraknya konflik yang melibatkan macan asli Jawa itu dengan manusia.

"Dalam waktu sebulan ke depan, saya kira sudah ada kejelasan lokasi pembangunannya. Yang jelas, lokasinya harus dekat dengan habitat asli (macan tutul)," kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan seusai melihat kondisi macan tutul di ruang karantina Taman Safari Indonesia Cisarua, Bogor, Kamis (24/10/2013).

Selain menjadi tempat penampungan, Zulkifli menambahkan, pusat penyelamatan itu juga akan menjadi tempat perawatan bagi hewan bernama latin Panthera pladus melas ini untuk persiapan sebelum dilepasbebaskan. "Kita memang sudah membutuhkan rescue center," imbuhnya.

Menurut Zulkifli, pemerintah sebenarnya sudah mempunyai konsep yang bagus dalam hal penataan kehutanan. Misalnya dalam bentuk hutan konservasi, hutan lindung, maupun tatanan lainnya.

Namun beberapa kendala, menurutnya, tetap terjadi karena beberapa faktor seperti pertambahan penduduk, kebutuhan ekonomi masyarakat, maupun ketidakpedulian masyarakat sehingga menyebabkan benturan yang mengganggu habitat macan tutul.

"Habitat yang seharusnya untuk satwa, berubah menjadi perkebunan. Yang seharusnya untuk satwa, kini menjadi vila. Macan tutul juga butuh hidup layak," kata Menteri kelahiran Lampung Selatan ini sembari mengkritik pembangunan vila yang menjamur di Cisarua.

Ketua Conservation Breeding Spesialist Group Indonesia Jansen Manansang mengatakan, hingga saat ini belum diketahui pasti jumlah populasi hewan ini. Organisasi yang terdiri dari beberapa negara itu, menurut dia, tengah menyusun langkah-langkah strategis untuk memetakan populasinya.

"Sekaligus juga ada workshop untuk breeding yang sesuai dengan prosedur dari International Union for Conservation Nature (IUCN)," katanya.

Sementara itu, di tempat karantina TSI itu terdapat macan tutul yang diberi nama Jampang. Jampang sebelumnya berhasil ditangkap hidup-hidup pada pertengahan bulan Oktober lalu oleh gabungan tim dari Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (FOKSI), TSI, serta dibantu warga di Desa Girimukti, Kecamatan Ciemas, Sukabumi.

Penangkapan Jampang dilakukan menyusul adanya laporan harimau masuk kawasan permukiman dan makan ternak milik warga. Penangkapan hidup-hidup itu merupakan kabar gembira mengingat macan tutul yang masuk permukiman biasanya berakhir dengan kematian karena dibunuh.

Editor : Glori K. Wadrianto


10.47 | 0 komentar | Read More

Ilmuwan Temukan Cara untuk Membangkitkan Orang Mati

Written By Unknown on Minggu, 27 Oktober 2013 | 10.47


KOMPAS.com — Para ilmuwan memiliki gagasan tentang cara untuk menyadarkan seseorang yang sudah dinyatakan meninggal.

Gagasan tersebut dibahas dalam pertemuan New York Academy of Science, menghadirkan Dr Sam Parnia dari State University of New York di Stony Brook, Stephan Meyer dari Columbia University, dan Lance Becker dari University of Pennsylvania.

Dalam pertemuan itu dibahas bahwa kunci penyadaran kembali atau resusitasi pada orang yang baru saja meninggal itu ialah proses hipotermia atau pendinginan tubuh dan pengurangan suplai oksigen.

Gagasan ilmuwan didasarkan pada pandangan baru tentang kematian. Sebelumnya, kematian didefinisikan sebagai saat di mana jantung sudah berhenti berdetak dan paru-paru berhenti bekerja sehingga individu tidak bernapas.

Dalam pandangan baru, kematian tidak dianggap sebagai peristiwa yang terjadi secara serentak di semua bagian tubuh, tetapi sebagai proses bertahap. Saat detak jantung dan napas individu terhenti, sel individu sebenarnya masih hidup.

Kematian total, kiranya bisa dikatakan demikian, baru terjadi ketika sel-sel otak kekurangan oksigen, akibat terhentinya jantung dan napas, sehingga rusak dan mengirim sinyal bagi sel-sel lain menjelang saat kematian.

Dalam gagasan ilmuwan, ada jeda antara henti jantung dan napas dengan kematian total. Jeda itu yang kemudian dimanfaatkan untuk melakukan tindakan sehingga orang yang sebelumnya dinyatakan telah mati bisa sadar kembali.

Proses tersebut harus dilakukan secara hati-hati. Salah satu perhatiannya, upaya menyadarkan orang yang telah meninggal harus tidak mengakibatkan kerusakan otak akibat jantung yang berhenti menyuplai oksigen.

Diberitakan Huffington Post, Senin (21/10/2013), kunci penyadaran kembali tanpa merusak jaringan otak salah satunya adalah hipotermia, yakni tubuh didinginkan beberapa derajat lebih rendah daripada suhu normalnya 37 derajat celsius.

Berdasarkan studi, hipotermia bisa mencegah kerusakan sel otak dengan menurunkan permintaan oksigennya. Namun, ini tetap ada batasannya. Ada momen ketika kerusakan memang sudah terlalu besar sehingga tak bisa dikembalikan.

Kemudian, setelah prosedur hipotermia dan jantung bekerja, kunci lainnya adalah menjaga suplai oksigen. Suplai oksigen yang tiba-tiba besar justru akan berdampak negatif karena akan merusak jaringan otak.

Hipotermia terbukti membantu prosedur resusitasi. Namun, bahkan di Amerika Serikat, tak semua rumah sakit menerapkan prosedur hipotermia. Hal ini menjadi keterbatasan untuk mengupayakan resusitasi yang berhasil.

Tentang suplai oksigen, Parnia menuturkan, suplai harus diatur dengan mesin agar jumlah oksigen yang dialirkan sesuai yang dibutuhkan.

Penyadaran kembali orang yang telah meninggal ini menimbulkan pertanyaan etis. Pasalnya, upaya menyadarkan kembali orang yang telah berjam-jam mengalami henti jantung berisiko pada kerusakan otak. Siapa yang kemudian bertanggung jawab melakukan proses resusitasi lebih komprehensif?

Mayer mengungkapkan, keterbatasan saat ini adalah pengetahuan tentang kerusakan otak. Ilmuwan belum mengetahui seberapa lama kerusakan bertahan dan apakah bisa dikembalikan ke kondisi semula.

Mayer mengungkapkan, masih perlu pembelajaran lebih lanjut. Namun, ia mengatakan bahwa ilmuwan juga tak bisa begitu saja mengatakan bahwa kerusakan otak tak bisa dikembalikan.

Sementara, Becker menuturkan, upaya penyadaran tidak selalu bisa dilakukan di setiap kasus. Namun, sekali dokter memutuskan, dokter harus menerapkan semua metode yang mungkin bisa dilakukan.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Menyingkap Misteri Capung dengan Tas Punggung Mini


KOMPAS.com — Dalam sebuah ruangan tak berjendela di utara Virginia, ahli saraf Anthony Leonardo akan membuka pintu. "Cepat!" katanya. "Di sini ada ribuan lalat buah dan kami tidak mau mereka semua kabur." Lalat buah bukanlah subyek dari penelitian Leonardo, melainkan makanan bagi subyek utamanya: capung.

Leonardo mempelajari bagaimana capung menangkap mangsa menggunakan perangkat yang sangat mini. Yakni berupa tas yang diletakkan di punggung capung dan berfungsi mencatat rekaman dari sistem saraf si capung kala mengejar makanan.

Leonardo dan koleganya bekerja di pusat riset Howard Hughes Medical Institute (HHMI) di Janelia Farm, Ashburn, Virginia. Lalat buah dan capung terbang di arena dalam ruangan dengan cahaya terang dan suhu lembab. Dengan demikian, capung akan merasa tinggal di ekosistem sebenarnya. Bahkan dindingnya pun dihiasi dengan foto mural yang menunjukkan lanskap di luar ruangan.

Ketika kamera dalam ruangan dinyalakan, Leonardo dan koleganya bisa melihat pergerakan dari capung. Melacak mereka saat melakukan manuver presisi dengan empat sayapnya. Bukanlah hal mudah bagi sebuah subyek menangkap subyek lain yang bergerak. Namun, ini bisa dilakukan capung dengan cukup mudah.

Meski demikian, dalam level saraf, ini membutuhkan kerja yang tidak demikian, sangatlah rumit.  Capung mampu mendeteksi keberadaan lalat dan di saat bersamaan sangat fokus hingga akhirnya mendapatkan si lalat sebagai makanan. "Kita hanya mengerti sedikit mengenai bagaimana otak mengintegrasikan informasi sensorik dan motorik," ujar Leonardo.

Secara sederhana dijelaskan mengenai cara kerja tas punggung mini ini. Leonardo merekatkan kabel perak dan serat karbon untuk membuat antena. Kemudian memotong cip kecil warna hijau dan merekatkannya bersamaan. Barulah kemudian ditempelkan di bahu si capung.

Para peneliti yang terlibat berhasil mengurangi bobot tas ini dengan membuang baterainya. Dengan demikian, berat dari tas ini hanya sekitar 40 miligram, sama seperti saat capung ini membawa dua keping beras sehingga mereka tidak akan terlalu terganggu memakainya.

Tas ini juga memiliki kabel kecil yang terhubung dengan sistem neuronnya. "Saat binatang ini menampilkan perilaku menghalang yang cukup rumit, tas ini bertindak layaknya radio yang mengirim sinyal dari neuron ke komputer kami," jelas Leonardo.

Dalam pemikiran awal manusia, tampaknya capung ini menangkap mangsanya dengan tetap terbang di lajur visualnya lalu terbang mendekat. Kini, Leonardo berasumsi bahwa cara tubuh capung bekerja menentukan pergerakannya. "Ini kerja yang luar biasa," kata Adrienne Fairhall sebagai ahli saraf komputerisasi dari University of Washington. (Helen Fields/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Menhut Bikin Kebijakan soal Macan Tutul

BOGOR, KOMPAS.com — Kementerian Kehutanan bakal membangun pusat penyelamatan atau rescue center yang diperuntukkan untuk Macan Tutul. Pembangunan itu dilakukan menyusul maraknya konflik yang melibatkan macan asli Jawa itu dengan manusia.

"Dalam waktu sebulan ke depan, saya kira sudah ada kejelasan lokasi pembangunannya. Yang jelas, lokasinya harus dekat dengan habitat asli (macan tutul)," kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan seusai melihat kondisi macan tutul di ruang karantina Taman Safari Indonesia Cisarua, Bogor, Kamis (24/10/2013).

Selain menjadi tempat penampungan, Zulkifli menambahkan, pusat penyelamatan itu juga akan menjadi tempat perawatan bagi hewan bernama latin Panthera pladus melas ini untuk persiapan sebelum dilepasbebaskan. "Kita memang sudah membutuhkan rescue center," imbuhnya.

Menurut Zulkifli, pemerintah sebenarnya sudah mempunyai konsep yang bagus dalam hal penataan kehutanan. Misalnya dalam bentuk hutan konservasi, hutan lindung, maupun tatanan lainnya.

Namun beberapa kendala, menurutnya, tetap terjadi karena beberapa faktor seperti pertambahan penduduk, kebutuhan ekonomi masyarakat, maupun ketidakpedulian masyarakat sehingga menyebabkan benturan yang mengganggu habitat macan tutul.

"Habitat yang seharusnya untuk satwa, berubah menjadi perkebunan. Yang seharusnya untuk satwa, kini menjadi vila. Macan tutul juga butuh hidup layak," kata Menteri kelahiran Lampung Selatan ini sembari mengkritik pembangunan vila yang menjamur di Cisarua.

Ketua Conservation Breeding Spesialist Group Indonesia Jansen Manansang mengatakan, hingga saat ini belum diketahui pasti jumlah populasi hewan ini. Organisasi yang terdiri dari beberapa negara itu, menurut dia, tengah menyusun langkah-langkah strategis untuk memetakan populasinya.

"Sekaligus juga ada workshop untuk breeding yang sesuai dengan prosedur dari International Union for Conservation Nature (IUCN)," katanya.

Sementara itu, di tempat karantina TSI itu terdapat macan tutul yang diberi nama Jampang. Jampang sebelumnya berhasil ditangkap hidup-hidup pada pertengahan bulan Oktober lalu oleh gabungan tim dari Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (FOKSI), TSI, serta dibantu warga di Desa Girimukti, Kecamatan Ciemas, Sukabumi.

Penangkapan Jampang dilakukan menyusul adanya laporan harimau masuk kawasan permukiman dan makan ternak milik warga. Penangkapan hidup-hidup itu merupakan kabar gembira mengingat macan tutul yang masuk permukiman biasanya berakhir dengan kematian karena dibunuh.

Editor : Glori K. Wadrianto


10.47 | 0 komentar | Read More

Menhut Bikin Kebijakan soal Macan Tutul

Written By Unknown on Sabtu, 26 Oktober 2013 | 10.47

BOGOR, KOMPAS.com — Kementerian Kehutanan bakal membangun pusat penyelamatan atau rescue center yang diperuntukkan untuk Macan Tutul. Pembangunan itu dilakukan menyusul maraknya konflik yang melibatkan macan asli Jawa itu dengan manusia.

"Dalam waktu sebulan ke depan, saya kira sudah ada kejelasan lokasi pembangunannya. Yang jelas, lokasinya harus dekat dengan habitat asli (macan tutul)," kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan seusai melihat kondisi macan tutul di ruang karantina Taman Safari Indonesia Cisarua, Bogor, Kamis (24/10/2013).

Selain menjadi tempat penampungan, Zulkifli menambahkan, pusat penyelamatan itu juga akan menjadi tempat perawatan bagi hewan bernama latin Panthera pladus melas ini untuk persiapan sebelum dilepasbebaskan. "Kita memang sudah membutuhkan rescue center," imbuhnya.

Menurut Zulkifli, pemerintah sebenarnya sudah mempunyai konsep yang bagus dalam hal penataan kehutanan. Misalnya dalam bentuk hutan konservasi, hutan lindung, maupun tatanan lainnya.

Namun beberapa kendala, menurutnya, tetap terjadi karena beberapa faktor seperti pertambahan penduduk, kebutuhan ekonomi masyarakat, maupun ketidakpedulian masyarakat sehingga menyebabkan benturan yang mengganggu habitat macan tutul.

"Habitat yang seharusnya untuk satwa, berubah menjadi perkebunan. Yang seharusnya untuk satwa, kini menjadi vila. Macan tutul juga butuh hidup layak," kata Menteri kelahiran Lampung Selatan ini sembari mengkritik pembangunan vila yang menjamur di Cisarua.

Ketua Conservation Breeding Spesialist Group Indonesia Jansen Manansang mengatakan, hingga saat ini belum diketahui pasti jumlah populasi hewan ini. Organisasi yang terdiri dari beberapa negara itu, menurut dia, tengah menyusun langkah-langkah strategis untuk memetakan populasinya.

"Sekaligus juga ada workshop untuk breeding yang sesuai dengan prosedur dari International Union for Conservation Nature (IUCN)," katanya.

Sementara itu, di tempat karantina TSI itu terdapat macan tutul yang diberi nama Jampang. Jampang sebelumnya berhasil ditangkap hidup-hidup pada pertengahan bulan Oktober lalu oleh gabungan tim dari Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (FOKSI), TSI, serta dibantu warga di Desa Girimukti, Kecamatan Ciemas, Sukabumi.

Penangkapan Jampang dilakukan menyusul adanya laporan harimau masuk kawasan permukiman dan makan ternak milik warga. Penangkapan hidup-hidup itu merupakan kabar gembira mengingat macan tutul yang masuk permukiman biasanya berakhir dengan kematian karena dibunuh.

Editor : Glori K. Wadrianto


10.47 | 0 komentar | Read More

Ilmuwan Temukan Cara untuk Membangkitkan Orang Mati


KOMPAS.com — Para ilmuwan memiliki gagasan tentang cara untuk menyadarkan seseorang yang sudah dinyatakan meninggal.

Gagasan tersebut dibahas dalam pertemuan New York Academy of Science, menghadirkan Dr Sam Parnia dari State University of New York di Stony Brook, Stephan Meyer dari Columbia University, dan Lance Becker dari University of Pennsylvania.

Dalam pertemuan itu dibahas bahwa kunci penyadaran kembali atau resusitasi pada orang yang baru saja meninggal itu ialah proses hipotermia atau pendinginan tubuh dan pengurangan suplai oksigen.

Gagasan ilmuwan didasarkan pada pandangan baru tentang kematian. Sebelumnya, kematian didefinisikan sebagai saat di mana jantung sudah berhenti berdetak dan paru-paru berhenti bekerja sehingga individu tidak bernapas.

Dalam pandangan baru, kematian tidak dianggap sebagai peristiwa yang terjadi secara serentak di semua bagian tubuh, tetapi sebagai proses bertahap. Saat detak jantung dan napas individu terhenti, sel individu sebenarnya masih hidup.

Kematian total, kiranya bisa dikatakan demikian, baru terjadi ketika sel-sel otak kekurangan oksigen, akibat terhentinya jantung dan napas, sehingga rusak dan mengirim sinyal bagi sel-sel lain menjelang saat kematian.

Dalam gagasan ilmuwan, ada jeda antara henti jantung dan napas dengan kematian total. Jeda itu yang kemudian dimanfaatkan untuk melakukan tindakan sehingga orang yang sebelumnya dinyatakan telah mati bisa sadar kembali.

Proses tersebut harus dilakukan secara hati-hati. Salah satu perhatiannya, upaya menyadarkan orang yang telah meninggal harus tidak mengakibatkan kerusakan otak akibat jantung yang berhenti menyuplai oksigen.

Diberitakan Huffington Post, Senin (21/10/2013), kunci penyadaran kembali tanpa merusak jaringan otak salah satunya adalah hipotermia, yakni tubuh didinginkan beberapa derajat lebih rendah daripada suhu normalnya 37 derajat celsius.

Berdasarkan studi, hipotermia bisa mencegah kerusakan sel otak dengan menurunkan permintaan oksigennya. Namun, ini tetap ada batasannya. Ada momen ketika kerusakan memang sudah terlalu besar sehingga tak bisa dikembalikan.

Kemudian, setelah prosedur hipotermia dan jantung bekerja, kunci lainnya adalah menjaga suplai oksigen. Suplai oksigen yang tiba-tiba besar justru akan berdampak negatif karena akan merusak jaringan otak.

Hipotermia terbukti membantu prosedur resusitasi. Namun, bahkan di Amerika Serikat, tak semua rumah sakit menerapkan prosedur hipotermia. Hal ini menjadi keterbatasan untuk mengupayakan resusitasi yang berhasil.

Tentang suplai oksigen, Parnia menuturkan, suplai harus diatur dengan mesin agar jumlah oksigen yang dialirkan sesuai yang dibutuhkan.

Penyadaran kembali orang yang telah meninggal ini menimbulkan pertanyaan etis. Pasalnya, upaya menyadarkan kembali orang yang telah berjam-jam mengalami henti jantung berisiko pada kerusakan otak. Siapa yang kemudian bertanggung jawab melakukan proses resusitasi lebih komprehensif?

Mayer mengungkapkan, keterbatasan saat ini adalah pengetahuan tentang kerusakan otak. Ilmuwan belum mengetahui seberapa lama kerusakan bertahan dan apakah bisa dikembalikan ke kondisi semula.

Mayer mengungkapkan, masih perlu pembelajaran lebih lanjut. Namun, ia mengatakan bahwa ilmuwan juga tak bisa begitu saja mengatakan bahwa kerusakan otak tak bisa dikembalikan.

Sementara, Becker menuturkan, upaya penyadaran tidak selalu bisa dilakukan di setiap kasus. Namun, sekali dokter memutuskan, dokter harus menerapkan semua metode yang mungkin bisa dilakukan.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Menyingkap Misteri Capung dengan Tas Punggung Mini


KOMPAS.com — Dalam sebuah ruangan tak berjendela di utara Virginia, ahli saraf Anthony Leonardo akan membuka pintu. "Cepat!" katanya. "Di sini ada ribuan lalat buah dan kami tidak mau mereka semua kabur." Lalat buah bukanlah subyek dari penelitian Leonardo, melainkan makanan bagi subyek utamanya: capung.

Leonardo mempelajari bagaimana capung menangkap mangsa menggunakan perangkat yang sangat mini. Yakni berupa tas yang diletakkan di punggung capung dan berfungsi mencatat rekaman dari sistem saraf si capung kala mengejar makanan.

Leonardo dan koleganya bekerja di pusat riset Howard Hughes Medical Institute (HHMI) di Janelia Farm, Ashburn, Virginia. Lalat buah dan capung terbang di arena dalam ruangan dengan cahaya terang dan suhu lembab. Dengan demikian, capung akan merasa tinggal di ekosistem sebenarnya. Bahkan dindingnya pun dihiasi dengan foto mural yang menunjukkan lanskap di luar ruangan.

Ketika kamera dalam ruangan dinyalakan, Leonardo dan koleganya bisa melihat pergerakan dari capung. Melacak mereka saat melakukan manuver presisi dengan empat sayapnya. Bukanlah hal mudah bagi sebuah subyek menangkap subyek lain yang bergerak. Namun, ini bisa dilakukan capung dengan cukup mudah.

Meski demikian, dalam level saraf, ini membutuhkan kerja yang tidak demikian, sangatlah rumit.  Capung mampu mendeteksi keberadaan lalat dan di saat bersamaan sangat fokus hingga akhirnya mendapatkan si lalat sebagai makanan. "Kita hanya mengerti sedikit mengenai bagaimana otak mengintegrasikan informasi sensorik dan motorik," ujar Leonardo.

Secara sederhana dijelaskan mengenai cara kerja tas punggung mini ini. Leonardo merekatkan kabel perak dan serat karbon untuk membuat antena. Kemudian memotong cip kecil warna hijau dan merekatkannya bersamaan. Barulah kemudian ditempelkan di bahu si capung.

Para peneliti yang terlibat berhasil mengurangi bobot tas ini dengan membuang baterainya. Dengan demikian, berat dari tas ini hanya sekitar 40 miligram, sama seperti saat capung ini membawa dua keping beras sehingga mereka tidak akan terlalu terganggu memakainya.

Tas ini juga memiliki kabel kecil yang terhubung dengan sistem neuronnya. "Saat binatang ini menampilkan perilaku menghalang yang cukup rumit, tas ini bertindak layaknya radio yang mengirim sinyal dari neuron ke komputer kami," jelas Leonardo.

Dalam pemikiran awal manusia, tampaknya capung ini menangkap mangsanya dengan tetap terbang di lajur visualnya lalu terbang mendekat. Kini, Leonardo berasumsi bahwa cara tubuh capung bekerja menentukan pergerakannya. "Ini kerja yang luar biasa," kata Adrienne Fairhall sebagai ahli saraf komputerisasi dari University of Washington. (Helen Fields/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Ilmuwan Temukan Cara untuk Membangkitkan Orang Mati

Written By Unknown on Jumat, 25 Oktober 2013 | 10.47


KOMPAS.com — Para ilmuwan memiliki gagasan tentang cara untuk menyadarkan seseorang yang sudah dinyatakan meninggal.

Gagasan tersebut dibahas dalam pertemuan New York Academy of Science, menghadirkan Dr Sam Parnia dari State University of New York di Stony Brook, Stephan Meyer dari Columbia University, dan Lance Becker dari University of Pennsylvania.

Dalam pertemuan itu dibahas bahwa kunci penyadaran kembali atau resusitasi pada orang yang baru saja meninggal itu ialah proses hipotermia atau pendinginan tubuh dan pengurangan suplai oksigen.

Gagasan ilmuwan didasarkan pada pandangan baru tentang kematian. Sebelumnya, kematian didefinisikan sebagai saat di mana jantung sudah berhenti berdetak dan paru-paru berhenti bekerja sehingga individu tidak bernapas.

Dalam pandangan baru, kematian tidak dianggap sebagai peristiwa yang terjadi secara serentak di semua bagian tubuh, tetapi sebagai proses bertahap. Saat detak jantung dan napas individu terhenti, sel individu sebenarnya masih hidup.

Kematian total, kiranya bisa dikatakan demikian, baru terjadi ketika sel-sel otak kekurangan oksigen, akibat terhentinya jantung dan napas, sehingga rusak dan mengirim sinyal bagi sel-sel lain menjelang saat kematian.

Dalam gagasan ilmuwan, ada jeda antara henti jantung dan napas dengan kematian total. Jeda itu yang kemudian dimanfaatkan untuk melakukan tindakan sehingga orang yang sebelumnya dinyatakan telah mati bisa sadar kembali.

Proses tersebut harus dilakukan secara hati-hati. Salah satu perhatiannya, upaya menyadarkan orang yang telah meninggal harus tidak mengakibatkan kerusakan otak akibat jantung yang berhenti menyuplai oksigen.

Diberitakan Huffington Post, Senin (21/10/2013), kunci penyadaran kembali tanpa merusak jaringan otak salah satunya adalah hipotermia, yakni tubuh didinginkan beberapa derajat lebih rendah daripada suhu normalnya 37 derajat celsius.

Berdasarkan studi, hipotermia bisa mencegah kerusakan sel otak dengan menurunkan permintaan oksigennya. Namun, ini tetap ada batasannya. Ada momen ketika kerusakan memang sudah terlalu besar sehingga tak bisa dikembalikan.

Kemudian, setelah prosedur hipotermia dan jantung bekerja, kunci lainnya adalah menjaga suplai oksigen. Suplai oksigen yang tiba-tiba besar justru akan berdampak negatif karena akan merusak jaringan otak.

Hipotermia terbukti membantu prosedur resusitasi. Namun, bahkan di Amerika Serikat, tak semua rumah sakit menerapkan prosedur hipotermia. Hal ini menjadi keterbatasan untuk mengupayakan resusitasi yang berhasil.

Tentang suplai oksigen, Parnia menuturkan, suplai harus diatur dengan mesin agar jumlah oksigen yang dialirkan sesuai yang dibutuhkan.

Penyadaran kembali orang yang telah meninggal ini menimbulkan pertanyaan etis. Pasalnya, upaya menyadarkan kembali orang yang telah berjam-jam mengalami henti jantung berisiko pada kerusakan otak. Siapa yang kemudian bertanggung jawab melakukan proses resusitasi lebih komprehensif?

Mayer mengungkapkan, keterbatasan saat ini adalah pengetahuan tentang kerusakan otak. Ilmuwan belum mengetahui seberapa lama kerusakan bertahan dan apakah bisa dikembalikan ke kondisi semula.

Mayer mengungkapkan, masih perlu pembelajaran lebih lanjut. Namun, ia mengatakan bahwa ilmuwan juga tak bisa begitu saja mengatakan bahwa kerusakan otak tak bisa dikembalikan.

Sementara, Becker menuturkan, upaya penyadaran tidak selalu bisa dilakukan di setiap kasus. Namun, sekali dokter memutuskan, dokter harus menerapkan semua metode yang mungkin bisa dilakukan.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Menyingkap Misteri Capung dengan Tas Punggung Mini


KOMPAS.com — Dalam sebuah ruangan tak berjendela di utara Virginia, ahli saraf Anthony Leonardo akan membuka pintu. "Cepat!" katanya. "Di sini ada ribuan lalat buah dan kami tidak mau mereka semua kabur." Lalat buah bukanlah subyek dari penelitian Leonardo, melainkan makanan bagi subyek utamanya: capung.

Leonardo mempelajari bagaimana capung menangkap mangsa menggunakan perangkat yang sangat mini. Yakni berupa tas yang diletakkan di punggung capung dan berfungsi mencatat rekaman dari sistem saraf si capung kala mengejar makanan.

Leonardo dan koleganya bekerja di pusat riset Howard Hughes Medical Institute (HHMI) di Janelia Farm, Ashburn, Virginia. Lalat buah dan capung terbang di arena dalam ruangan dengan cahaya terang dan suhu lembab. Dengan demikian, capung akan merasa tinggal di ekosistem sebenarnya. Bahkan dindingnya pun dihiasi dengan foto mural yang menunjukkan lanskap di luar ruangan.

Ketika kamera dalam ruangan dinyalakan, Leonardo dan koleganya bisa melihat pergerakan dari capung. Melacak mereka saat melakukan manuver presisi dengan empat sayapnya. Bukanlah hal mudah bagi sebuah subyek menangkap subyek lain yang bergerak. Namun, ini bisa dilakukan capung dengan cukup mudah.

Meski demikian, dalam level saraf, ini membutuhkan kerja yang tidak demikian, sangatlah rumit.  Capung mampu mendeteksi keberadaan lalat dan di saat bersamaan sangat fokus hingga akhirnya mendapatkan si lalat sebagai makanan. "Kita hanya mengerti sedikit mengenai bagaimana otak mengintegrasikan informasi sensorik dan motorik," ujar Leonardo.

Secara sederhana dijelaskan mengenai cara kerja tas punggung mini ini. Leonardo merekatkan kabel perak dan serat karbon untuk membuat antena. Kemudian memotong cip kecil warna hijau dan merekatkannya bersamaan. Barulah kemudian ditempelkan di bahu si capung.

Para peneliti yang terlibat berhasil mengurangi bobot tas ini dengan membuang baterainya. Dengan demikian, berat dari tas ini hanya sekitar 40 miligram, sama seperti saat capung ini membawa dua keping beras sehingga mereka tidak akan terlalu terganggu memakainya.

Tas ini juga memiliki kabel kecil yang terhubung dengan sistem neuronnya. "Saat binatang ini menampilkan perilaku menghalang yang cukup rumit, tas ini bertindak layaknya radio yang mengirim sinyal dari neuron ke komputer kami," jelas Leonardo.

Dalam pemikiran awal manusia, tampaknya capung ini menangkap mangsanya dengan tetap terbang di lajur visualnya lalu terbang mendekat. Kini, Leonardo berasumsi bahwa cara tubuh capung bekerja menentukan pergerakannya. "Ini kerja yang luar biasa," kata Adrienne Fairhall sebagai ahli saraf komputerisasi dari University of Washington. (Helen Fields/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Menhut Bikin Kebijakan soal Macan Tutul

BOGOR, KOMPAS.com — Kementerian Kehutanan bakal membangun pusat penyelamatan atau rescue center yang diperuntukkan untuk Macan Tutul. Pembangunan itu dilakukan menyusul maraknya konflik yang melibatkan macan asli Jawa itu dengan manusia.

"Dalam waktu sebulan ke depan, saya kira sudah ada kejelasan lokasi pembangunannya. Yang jelas, lokasinya harus dekat dengan habitat asli (macan tutul)," kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan seusai melihat kondisi macan tutul di ruang karantina Taman Safari Indonesia Cisarua, Bogor, Kamis (24/10/2013).

Selain menjadi tempat penampungan, Zulkifli menambahkan, pusat penyelamatan itu juga akan menjadi tempat perawatan bagi hewan bernama latin Panthera pladus melas ini untuk persiapan sebelum dilepasbebaskan. "Kita memang sudah membutuhkan rescue center," imbuhnya.

Menurut Zulkifli, pemerintah sebenarnya sudah mempunyai konsep yang bagus dalam hal penataan kehutanan. Misalnya dalam bentuk hutan konservasi, hutan lindung, maupun tatanan lainnya.

Namun beberapa kendala, menurutnya, tetap terjadi karena beberapa faktor seperti pertambahan penduduk, kebutuhan ekonomi masyarakat, maupun ketidakpedulian masyarakat sehingga menyebabkan benturan yang mengganggu habitat macan tutul.

"Habitat yang seharusnya untuk satwa, berubah menjadi perkebunan. Yang seharusnya untuk satwa, kini menjadi vila. Macan tutul juga butuh hidup layak," kata Menteri kelahiran Lampung Selatan ini sembari mengkritik pembangunan vila yang menjamur di Cisarua.

Ketua Conservation Breeding Spesialist Group Indonesia Jansen Manansang mengatakan, hingga saat ini belum diketahui pasti jumlah populasi hewan ini. Organisasi yang terdiri dari beberapa negara itu, menurut dia, tengah menyusun langkah-langkah strategis untuk memetakan populasinya.

"Sekaligus juga ada workshop untuk breeding yang sesuai dengan prosedur dari International Union for Conservation Nature (IUCN)," katanya.

Sementara itu, di tempat karantina TSI itu terdapat macan tutul yang diberi nama Jampang. Jampang sebelumnya berhasil ditangkap hidup-hidup pada pertengahan bulan Oktober lalu oleh gabungan tim dari Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (FOKSI), TSI, serta dibantu warga di Desa Girimukti, Kecamatan Ciemas, Sukabumi.

Penangkapan Jampang dilakukan menyusul adanya laporan harimau masuk kawasan permukiman dan makan ternak milik warga. Penangkapan hidup-hidup itu merupakan kabar gembira mengingat macan tutul yang masuk permukiman biasanya berakhir dengan kematian karena dibunuh.

Editor : Glori K. Wadrianto


10.47 | 0 komentar | Read More

Pelarangan Topeng Monyet adalah Bentuk Pendidikan Lingkungan

Written By Unknown on Kamis, 24 Oktober 2013 | 10.47


KOMPAS.com — Dewan Pembina Jakarta Animal Aid Network (JAAN), Pramudya Harzani, mengatakan bahwa target Jakarta bebas topeng monyet tahun 2014 yang diprakarsai Pemda DKI adalah bentuk pendidikan lingkungan yang baik bagi masyarakat Jakarta.

"Saya kira ini langkah bagus dan merupakan pendidikan lingkungan yang baik bagi masyarakat Jakarta," kata Pram.

Pram mengungkapkan, pelarangan itu memberikan pesan bahwa satwa liar memang tidak bisa dimiliki dan dieksploitasi untuk kepentingan manusia dan harus diberikan kesempatan untuk memperoleh kesejahteraannya.

"Satwa liar memang tempatnya di hutan, bukan di kandang atau di kota besar," ungkap Pram.

Lebih lanjut, Pram mengharapkan agar dari langkah pemberantasan topeng monyet, publik punya kesadaran yang lebih besar tentang hak dan kesejahteraan satwa. Ia berharap agar satwa liar tidak dipelihara.

"Memelihara satwa liar berisiko, baik soal serangan atau digigit sampai persoalan penyakit," papar Pram.

Tentang topeng monyet, Pram mengungkapkan bahwa memang pelarangannya diperlukan. Ada tiga alasan melarang topeng monyet, yakni karena melanggar hukum, etika, dan kesejahteraan hewan.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Celana Dalam \"Ajaib\" Bisa Menyaring Bau Kentut


KOMPAS.com
— Sebuah produsen celana dalam bermerek Shreddies membuat produk inovatif berupa celana dalam yang mampu menyaring bau kentut. Produk ini mungkin akan menjadi solusi bagi mereka yang selalu bermasalah dengan bau kentut.

Gizmodo, Senin (21/10/2013), memberitakan bahwa celana dalam ini bisa membuat siapa pun kentut tanpa mengganggu orang lain yang ada di dekatnya dan tanpa perlu merasa baru saja menaruh sebuah "bom".

Celana dalam itu mampu menyaring kentut karena bahannya, bernama Zorflex. Bahan tersebut punya pori-pori banyak. Pori-pori itu memungkinkan bau diserap dan dinetralkan. Bahan ini mampu menetralkan bau kentut hingga 200 kali lebih kuat dari kentut biasa.

Rencananya, produsen celana dalam itu akan menjual produknya seharga sekitar Rp 400.000 untuk celana dalam pria model boxer. Sementara, celana dalam untuk wanita akan dijual dengan harga sekitar Rp 300.000.

Walau bisa menetralkan bau, tidak diungkapkan apakah celana dalam ini juga bisa meredam bunyi. Jadi, walau bisa jadi tak malu karena kentut yang bau, pemakai juga harus berhati-hati karena bunyi kentut masih bisa membuat malu.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Kapan Manusia Modern Berpisah dengan Neanderthal?


KOMPAS.com - Dalam silsilah manusia prasejarah, Neanderthal merupakan kerabat terdekat kita. Kita sangat dekat, bahkan spesies kita saling kawin dengan mereka. Jika melacak balik ke garis keturunan, pasti setidaknya ada satu nenek moyang yang sama antara Homo sapiens dan Neanderthal dalam satu waktu di masa pra sejarah.

Tetapi, siapakah manusia misterius tersebut? Memilih siapa nenek moyang langsung di catatan fosil cukup pelik. Untuk mengetahui kapan nenek moyang bersama antara Homo sapiens dan Neanderthal, para paleoanthropolog telah melakukan pencarian pada bukti-bukti genetik dan anatomik.

Dalam lima tahun terakhir, anthropolog telah menggunakan DNA untuk merekonstruksi evolusi sejarah manusia. Peneliti telah mengindikasikan kisaran waktu saat nenek moyang bersama dari garis keturunan kita dan Neanderthal mungkin pernah hidup.

Tanggalnya berada di kisaran antara 800 ribu sampai sekitar 300 ribu tahun lalu, dengan banyak yang memperkirakan, waktunya di antara kisaran 400 ribu tahun lalu. Menurut sejumlah studi, kurun waktu ini tampaknya cocok dengan waktu punahnya spesies Homo heidelbergensis, yang ditemukan di Afrika, Eropa, dan kemungkinan juga di Asia.

Tetapi, bisa jadi tidak demikian. Sebuah studi baru berteori bahwa nenek moyang bersama Homo sapiens dan Neanderthal hidup jauh lebih dulu dibanding perkiraan, namun belum ada bukti-bukti fosil yang ditemukan.

Apa yang baru?

Dalam sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, Aida Gomez-Robles, anthropolog asal George Washington University dan rekan-rekannya beralih ke gigi untuk menguji apa yang diperoleh dari genetik.

Menggunakan koleksi 1.200 gigi geligi dari berbagai manusia prasejarah, peneliti berhasil memfokuskan tanda tertentu pada gigi. Tanda ini kemudian digunakan untuk merekonstruksi bentuk gigi dari nenek moyang bersama pada titik penting dalam sejarah evolusi.

Logika di balik metode ini, kata Gomez-Robles, adalah bahwa "bentuk gigi yang paling memungkinkan dari spesies nenek moyang adalah bentuk yang diamati pada kedua spesies bersaudara." Dalam kasus Homo sapiens dan Neanderthal, garis keturunan keduanya diperkirakan memiliki gigi dengan bentuk dan anatomi yang berada di tengah-tengah kedua spesies.

Dengan mempertimbangkan bentuk hipotetis tersebut, Gomez-Robles dan peneliti lainnya membandingkan apa yang diharapkan dari temuan fosil sejauh ini."Jika sebuah spesies fosil sangat mirip dengan morfologi nenek moyang, maka artinya spesies tersebut kemungkinan merupakan nenek moyang," kata Gomez-Robles, meski ia menekankan bahwa persamaan lebih memungkinkan dibandingkan dengan bukti nyata terkait leluhur.

Mengapa penting?

Perkiraan berdasarkan DNA menunjukkan bahwa nenek moyang bersama terakhir dari H. sapiens dan Neanderthal hidup sekitar 400 ribu tahun lalu. Ini membuat H. heidelbergensis, spesies yang menyebar luas di kurun waktu tersebut, kemungkinan merupakan kandidat yang baik untuk leluhur yang dimaksud.

Namun, studi baru ini berkontradiksi dengan pemikiran tersebut. Rekonstruksi gigi dari leluhur bersama manusia dan Neanderthal yang dibuat oleh Gomez-Robles dan rekan-rekannya tidak sama dengan gigi milik H. heidelbergensis.

Bahkan, peneliti menemukan bahwa tak satupun spesies manusia yang hidup di kurun waktu yang diprediksikan oleh data genetik cocok dengan pola gigi yang dibuat oleh studi di atas. Selain itu, "Spesies Eropa yang kemungkinan menjadi kandidat menunjukkan persamaan morfologis dengan Neanderthal," sebut Gomez-Robles yang mengindikasikan bahwa manusia-manusia ini sudah berada di sisi Neanderthal saat terpisah.

Ini mengindikasikan bahwa leluhur bersama H. sapiens dan Neanderthal hidup dalam kurun waktu yang lebih awal, mungkin hingga satu juta tahun yang lalu.

Apa artinya?

Paleoantropolog belum menemukan leluhur bersama kita dengan Neanderthal. Melacak manusia yang sulit dipahami ini membutuhkan kita mengamati koleksi museum dan melanjutkan studi di lapangan.

Dari hasil studi baru ini, Gomez-Robles menyebutkan bahwa "kami berpendapat bahwa kandidat ini haris dicari di Afrika." Saat ini, fosil berusia satu juta tahun miliki manusia prasejarah H. rhodesiensis dan H. erectus tampak menjanjikan.

Titik penting dari pra sejarah manusia di Afrika masih kabur. "Tidak banyak fosil Afrika tersisa yang berasal dari satu juta tahun lalu," kata Gomez-Robles, dan fosil yang sudah ditemukan sering kali merupakan H. erectus.

Tetapi, apakah mereka benar-benar milik spesies tersebut? Mungkin ada manusia yang belum diketahui tersembunyi di antara fosil-fosil tersebut dan manusia ini mungkin menjadi kunci untuk memecahkan teka-teki kapan nenek moyang kita berpisah dari Neanderthal.

Terkait apakah spesies tersebut akan ditemukan di lapangan atau bersembunyi di balik sisa-sisa dan serpihan rusak fosil yang sudah dikumpulkan, masih merupakan misteri yang menunggu dipecahkan. (Brian Switek/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Riset Virus Herpes Mengonfirmasi Teori Migrasi Manusia

Written By Unknown on Rabu, 23 Oktober 2013 | 10.47


KOMPAS.com - Studi genetik pada virus Herpes mengonfirmasi pandangan yang dipercaya sebelumnya bahwa manusia mulai muncul di Afrika untuk selanjutnya menyebar ke seluruh dunia setelah peristiwa migrasi ke luar Afrika.

Studi yang dipublikasikan di jurnal PLOS One tersebut menganalisis virus Herpes Tipe 1 yang diperoleh dari Amerika Utara, Eropa, Afrika, dan Asia. Ilmuwan menyatakan, analisis memang menunjukkan kesesuaian dengan skenario manusia ke luar Afrika.

"Srain virus persis seperti yang Anda prediksikan berdasarkan urutan genom manusia. Kami menemukan bahwa isolat visru dari Afrika mengelompok bersama, dari Timur, Korea, Jepang, dan China mengelompok bersama, lalu semua virus dari Eropa dan Amerika, dengan satu perkecualian, mengelompok bersama," kata Curtis Brandt dari Universty of Wisconsin, Madison.

"Apa yang kami temukan sesuai dengan apa yang dikatakan para antropolog pada kita, apa yang dikatakan para pakar genetika molekuler yang menganalisis genom manusia pada kita, tentang asal-usul manusia dan bagaimana mereka menyebar ke seluruh planet," imbuh Brandt seperti dikutip International Business Times, Senin (21/10/2013).

Ilmuwan mengungkap bahwa virus herpes dahulu juga mulai muncul di Afrika. Virus itu kemudian menyebar lambat di Timur Tengah dan terus menyebar ke Asia, Eropa, dan Amerika.

Fakta menarik yang juga didapatkan dari studi ini adalah bahwa orang-orang asli Amerika adalah keturunan orang Asia yang menyeberang dari Siberia ke Amerika ribuan tahun lalu.

Hal itu diketahi dari kemiripan virus di lokasi berbeda. Virus herpes di Amerika Serikat mirip dengan yang di Eropa, kecuali virus yang diisolasi dari Texas yang memiliki kemiripan dengan yang di Asia.

Peristiwa migrasi sendiri diduga dilakukan manusia 15.000 tahun lalu lewat jembatan darat Selat Bering.

Ilmuwan menggunakan virus herpes untuk melacak persebaran manusia karena sifat herpes yang tidak berakibat fatal serta mudah menular. Studi dengan herpes jauh lebih sederhana daripada studi genom manusia namun tetap dapat memeroleh data yang bisa dipercaya.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Satelit Ini Bakal Dibuang di Dekat Matahari


KOMPAS.com — Wahana antariksa yang sudah berjasa memberi informasi mengenai usia Bumi sekitar 80 juta tahun lebih tua dari perkiraan sebelumnya, Planck, memasuki masa pensiun. Agensi Luar Angkasa Eropa (ESA) mengatakan, Planck sudah siap dimatikan pada Senin (21/10/2013).

Operator misi sudah mengosongkan bahan bakar Planck, dan ini merupakan tahap pertama pensiun dari sebuah wahana. Sesuai rencana, satelit ini akan "diparkir" di orbit aman di sekitar Matahari, jauh dari Bumi dan Bulan.

Kemudian pada Rabu (23/10/2013), ia akan berhenti beroperasi dan mulai melayang di antariksa selama-lamanya. "Aksi terakhir seperti sesederhana mematikan pemancar: kita akan menyaksikan bungkamnya Planck dan tidak akan pernah menerima sinyal darinya lagi," demikian keterangan Manajer Operasi Pesawat Antariksa ESA Steve Foley.

Foley menambahkan, adalah penting untuk tidak lagi menerima sinyal dari Planck karena bisa mengganggu misi baru di masa mendatang. Prosedur ini sudah pernah dilakukan sebelumnya terhadap "kakak" dari Planck, yakni Herschel, pada awal tahun 2013.

Keduanya sama-sama diluncurkan pada 2009 silam. Tugas utama Herschel adalah mempelajari asal-usul bintang dan galaksi, sedangkan Planck mencari sisa radiasi dari "Ledakan Besar" yang menciptakan jagat raya sekitar 14 miliar tahun lalu.

Planck sendiri dinamai sesuai dengan nama ahli fisika Jerman, Max Planck, yang menemukan teori kuantum. Satelit ini dilengkapi dengan teleskop yang bisa mengukur suhu emisi dari cosmic microwave background (CMB).

Awalnya Planck hanya dirancang untuk survei dengan periode 15 bulan. Namun, nyatanya ia digunakan selama 30 bulan dan sukses menjalani lima survei. "Usaha kami adalah mengusahakan sebuah misi hidup dan berjalan. Jadi, mengirimkan perintah untuk mati adalah hal yang sulit," kata Paolo Ferri, Kepala Misi Operasi. (Zika Zakiya/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Peneliti Pelajari Emas \"Tumbuh\" di Pohon Para di Australia Selatan

ADELAIDE, KOMPAS.com — Para peneliti menemukan emas "tumbuh" di pohon-pohon para (gum trees) di Jazirah Eyre, di dekat kota kecil Wudinna, Australia Selatan. Penelitian digelar untuk menjelaskan fenomena tersebut.

Para peneliti dari lembaga ternama Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) mendapatkan bahwa butiran-butiran emas halus diangkut dari dalam tanah oleh akar pohon-pohon ekaliptus yang tumbuh di jazirah tersebut, kemudian tersebar di kulit pohon, daun, dan ranting-ranting pohon.

Emas ditemukan di pohon bukanlah barang baru untuk para ilmuwan. Namun, bagaimana butiran halus emas tersebut bisa sampai ke puncak pepohonan belum ada satu pun ilmuwan yang dapat menjelaskannya.

Dr Mel Lintern, pemimpin proyek penelitian akbar yang bernilai jutaan dollar Australia tersebut, mengatakan, hasil yang bisa didapatkan akan menghemat biaya eksplorasi perusahaan tambang. "Bila mereka bisa menerka isi perut bumi dari pohon dan tidak usah menggali, mereka akan menghemat banyak uang," tuturnya seperti dikutip surat kabar The Advertiser, Rabu (23/10/2013).  

"Aspek lain adalah cara ini lebih bersahabat terhadap lingkungan dibanding dengan membuat lubang yang besar," imbul Lintern. Melalui sinar X, para peneliti mendapatkan butiran emas mungil berdiameter seperlima dari sehelai rambut ada pada daun-daun pohon para.

Penelitian dilakukan di dua tempat, yaitu di Kalgoorlie di Australia Barat dan di Barns, sekitar 25 km dari Wudinna di Australia Selatan. Wudinna terletak sekitar 550 km di barat laut Adelaide, ibu kota Australia Selatan.

Lintern memutuskan melakukan penelitian setelah berkali-kali mengunjungi tempat-tempat itu selama delapan tahun. "Jumlah emas di pohon tersebut sedikit sekali," tuturnya. Dari sekitar 500 pohon, sebut dia, emas yang terkumpul hanya akan cukup untuk membuat satu cincin kawin.

Editor : Palupi Annisa Auliani


10.47 | 0 komentar | Read More

Saksikan Debu Komet Halley Menghujani Bumi Malam Ini

Written By Unknown on Selasa, 22 Oktober 2013 | 10.47


KOMPAS.com — Debu komet Halley akan menyala dan menghujani Bumi malam ini. Manusia di Bumi bisa melihat partikel-partikel debu tersebut bersinar dalam peristiwa hujan meteor Orionid.

Hujan debu komet Halley atau hujan meteor Orionid terjadi karena Bumi dalam revolusinya melewati wilayah yang kaya akan debris komet Halley. Karena interaksi dengan atmosfer Bumi, debu itu kemudian terbakar sehingga menyala, menjelma menjadi hujan meteor.

Dalam satu tahun, ada dua hujan meteor yang terjadi akibat debu komet Halley, yakni Orionid setiap Oktober dan Eta Aquarid setiap bulan Mei.

Hujan meteor Orionid biasanya mulai terjadi pada 17 Oktober serta memuncak antara tanggal 19 - 23 Oktober. Fenomena ini biasanya masih bisa dinikmati hingga tanggal 25 Oktober setiap tahunnya.

Nama hujan meteor Orionid sendiri diambil dari rasi bintang Orion, di mana meteor seolah-olah datang dari rasi itu.

Untuk tahun ini, seperti diuraikan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) dan dikutip Space.com, Minggu (20/10/2013), cahaya Bulan yang mencapai purnama pada Jumat (18/10/2013) akan sedikit mengganggu pengamatan.

Namun, karena meteor dalam hujan meteor ini termasuk terang, masih banyak yang bisa tetap diamati.

Hujan meteor bisa diamati dengan mata telanjang. Syarat utamanya adalah langit yang gelap dan cerah. Pengamatan lebih baik dilakukan di tempat yang lapang serta jauh dari polusi cahaya. Waktu pengamatan terbaik adalah saat dini hari, kurang lebih pukul 04.00 WIB.

Menurut NASA, bila cuaca baik, pada puncak hujan meteor Orionid malam ini, pengamat bisa menyaksikan setidaknya satu meteor per tiga menit.

Sementara menunggu komet Halley sendiri yang baru akan tampak pada tahun 2061, 76 tahun setelah terakhir tampak pada tahun 1986, mengamati debu komet Halley menyala bisa menjadi aktivitas yang sedikit melegakan.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

LIPI Dilibatkan dalam Riset Partikel Higgs


JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti di Pusat Penelitian Informatika dan Pusat Penelitian Fisika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dilibatkan dalam analisis partikel Higgs. Ini sebuah teori untuk pencarian hasil tumbukan proton dan antiproton dalam fisika yang diharapkan dapat menguak pengetahuan baru mengenai awal alam semesta.

"Saat ini sedang dilibatkan banyak negara untuk terlibat menganalisis partikel Higgs. Melalui LIPI, Indonesia juga dilibatkan untuk program riset kelas dunia ini," kata Kepala Pusat Penelitian Informatika LIPI Laksana Tri Handoko, Minggu (20/10/2013), di Jakarta.

Lembaga riset peraih penghargaan Nobel Fisika 2013, CERN (Conseil Européenne pour la Recherche Nucléaire/European Organization for Nuclear Research), di Swiss memelopori kerja sama program ini. Menurut Handoko, saat ini analisis partikel Higgs menggunakan sistem komputer sedang dikerjakan melalui kerja sama berbagai negara.

"Analisis partikel Higgs dilakukan LIPI di Pusat Sains Cibinong," kata Handoko.

Berskala global

Kepala LIPI Lukman Hakim menyebutkan, keterlibatan LIPI dalam riset partikel Higgs yang juga pernah disebutkan sebagai "Partikel Tuhan" ini menjadi langkah nyata penguatan riset dasar berskala global. Pada skala personal peneliti, LIPI sudah menjalin kerja sama dengan CERN sejak tahun 2000.

"Keterkaitannya melalui kunjungan riset fisika teori," kata Lukman.

Handoko mengatakan, pencarian partikel Higgs dari proses tumbukan proton dan antiproton itu hanya sekitar sepersatu miliar hasil tumbukan tersebut.

Kerja sama analisis partikel Higgs diawali penandatanganan nota kesepahaman pada Senin ini. Kegiatan riset ini menjadi penanda pertama kali bagi Indonesia berkolaborasi secara multinasional dan terbesar di dunia.

Kerja sama ini nantinya diperkirakan dapat meluas tidak hanya di bidang fisika energi tinggi, tetapi juga melakukan riset bersama di bidang instrumentasi, teknologi informasi, optik, material, dan elektronika. (NAW/KOMPAS CETAK)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Sebuah Situs Pemujaan Ditemukan di Banjarnegara

Proses pembersihan situs cagar budaya yang baru ditemukan di Bukit Pangonan, Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Jumat (18/10). Situs berupa fondasi batu persegi tersebut diduga merupakan tempat meditasi atau semacam tempat belajar seperti halnya bangunan Darmasala di kompleks Candi Arjuna Dieng. Dalam sebulan terakhir, sudah dua situs yang ditemukan di bukit yang berada di sebelah barat kompleks utama candi di Dieng. | KOMPAS/GREGORIUS MAGNUS FINESSO


KOMPAS.com - Sebuah situs cagar budaya kembali ditemukan di Bukit Pangonan, Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Struktur bangunan berupa fondasi batu persegi tersebut diperkirakan bukan bagian dari konstruksi candi, melainkan semacam tempat pemujaan atau meditasi umat Hindu.

Ketua Kelompok Sadar Wisata Dieng Pandawa, Alif Faozi, Minggu (20/10/2013), mengatakan, situs tersebut ditemukan tidak berjauhan dari lokasi penemuan candi di Bukit Pangonan di ketinggian 2.500 meter di atas permukaan laut pada akhir September lalu. Letak situs berada tepat di bawah bangunan miniatur candi yang ditemukan atau sekitar 2.400 meter di atas permukaan laut.

"Secara tidak sengaja, warga melihat beberapa bongkahan batu yang berserakan di titik yang akan dipromosikan sebagai lokasi pandang matahari terbit. Setelah itu, kami bersihkan tanah yang menumpuk di atasnya," ujar Alif. Warga pun menghubungi Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dieng Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banjarnegara.

Fondasi batu datar berukuran panjang 4 meter dan lebar 3 meter dengan kedalaman sekitar 1,5 meter tersebut terletak di lereng bukit sebelah timur. Warga juga menemukan banyak batu bagian candi di balik rerumputan atau pepohonan di sekitar situs tersebut.

Kepala Subbagian Tata Usaha UPT Dieng Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banjarnegara Aryanto mengatakan, dari penelitian awal diperkirakan fondasi batu lempeng tersebut merupakan tempat meditasi atau belajar agama seperti bangunan Darmasala di sekitar kompleks Candi Arjuna Dieng.

Arkeolog Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah, Winda Artista Harimurti, mengatakan, tidak tertutup kemungkinan Bukit Pangonan pada sekitar abad ke-8 menjadi tempat pemujaan umat Hindu selain kompleks Candi Arjuna yang berada di bagian lembah. (GRE/KOMPAS CETAK)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Menguak Fenomena Tangisan Darah

Written By Unknown on Senin, 21 Oktober 2013 | 10.47


KOMPAS.com
- Pria muda asal Tennessee, negara bagian yang terletak di sebelah tenggara Amerika Serikat, hidup dalam kondisi medis yang sangat mengkhawatirkan. Michael Spann (22) mengalami fenomena aneh dengan matanya. Tanpa ada peringatan atau tanda apapun, ia mulai mengeluarkan darah dari matanya.

Beberapa dokter terbaik di negaranya saat ini sedang bingung dengan penyakit yang diderita pria muda tersebut. Kondisi yang dialami Spann sangat jarang terjadi meski ada beberapa orang di Tennessee yang juga diketahui mengeluarkan darah dari matanya, kondisi seperti ini biasa disebut haemolacria.

Cerita berawal saat Spann sedang berjalan menuruni tangga rumahnya di Antiokhia, Tennessee. Ketika itu, ia merasa kepalanya sangat sakit seperti dicengkram. "Aku merasa kepalaku seperti dipukul dengan palu," kisahnya.

Beberapa saat kemudian ia menyadari bahwa darah menetes dari mata, hidung dan mulutnya. Sejak saat itu, pendarahan dan sakit kepala menjadi peristiwa rutin sehari-hari yang dialaminya.

Namun, tujuh tahun kejadian tersebut berlangsung, kondisi Spann mulai membaik, meski belum sembuh total. Darah hanya menetes satu atau dua kali dalam seminggu. Meski Spann dan keluarganya terkendala masalah asuransi kesehatan, tim dokter di di Tennessee dan di Klinik Cleveland terus melakukan serangkain pemeriksaan lengkap. Sayang hingga kini tim dokter masih belum dapat menentukan penyebab mau pun merekomendasikan perawatan yang tepat buat Spann.

Kisah lain terjadi pada tahun 2009, Calvino Inman remaja asal Rockwood, Tennessee, yang terkejut dengan apa yang dilihatnya di cermin kamar mandinya: darah mengalir dari matanya.

"Aku mendongak dan melihat diriku dan saya pikir saya akan mati," ceritanya. Ia langsung dilarikan ke Unit Gawat Darurat (UGD) setempat, namun tim dokter tidak bisa memberikan penjelasan atas kondisi aneh yang dialaminya.

Semua pemeriksaan menggunakan peralatan canggih dilakukan seperti CT scan, MRI(magnetic resonance imaging) dan USG, namun tidak memberikan pentunjuk apapaun atas sakit yang dideritanya.

Fenomena haemolacria memang telah membingungkan para dokter selama berabad-abad. Pada abad ke-16, seorang dokter Italia, Antonio Brassavola, mengungkapkan cerita mengenai seorang biarawati yang tidak mengalami menstruasi, malahan mengeluarkan darah dari mata dan telinganya setiap bulan.

Menurut laporan dalam jurnal The Ocular Surface tahun 2011 pada tahun 1581, Dokter Rembert Dodoens memeriksa gadis berusia 16 tahun, di mana darah mengalir melalui matanya sebagai tetesan air mata darah, bukan melalui rahim.

Barrett G. Haik, Direktur Universitas Tennessee Hamilton Eye Institute di Memphis, menulis sebuah review pada tahun 2004 yang diterbitkan dalam jurnal Ophthalmic Plastic & Reconstructive Surgery, diketahui ada empat kasus haemolacria.

Para penulis menyimpulkan bahwa darah robek merupakan entitas klinis yang tidak biasa,  kondisi ini sangat memprihatinkan bagi pasien dan juga dapat membingungkan bagi dokter. Namun biasanya kasus seperti ini dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan.

Dalam empat kasus pasien yang dikaji masing-masing terdiri dari satu laki-laki dan tiga perempuan, usia enam sampai 14 tahun. Dengan mudah tangisan darah, mereda dan berhenti dengan sendirinya dan kondisi tersebut tidak terulang kembali.

Haemolacria dapat disebabkan oleh cedera kepala atau trauma lainnya, namun dalam kasus yang dialami Inman dan Spann, adalah diopatik (tidak diketahui penyebabnya). "Bila Anda tidak dapat menemukan penyebabnya, Anda tidak dapat menghilangkan salah satu kemungkinan, " kata Haik.

James Fleming, ahli ophthalmologi di Hamilton Eye Institute, mengungkapkan haemolacria sebagian besar menyerang pasien muda. "Ketika mereka matang, perdarahan menurun, mereda dan kemudian berhenti," kata Fleming. (Umi Rasmi/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Spesies \"Psychotria elata\", Bunganya Semerah Bibir Wanita


KOMPAS.com — Semua bisa mencium harum bunga mawar atau melati. Namun, tak ada bunga yang lebih pas untuk dicium selain bunga dari spesies Psychotria elata. Bunga tumbuhan tersebut benar-benar mirip bibir wanita yang dipoles lipstik.

Psychotria elata adalah jenis tumbuhan yang tumbuh di wilayah Kolombia, Kosta Rika, Panama, dan Ekuador. Spesies ini, karena bentuk bunganya yang menyerupai bibir, disebut Hooker's Lips atau Hot Lips Plants.

Mengapa bentuk bunga spesies itu begitu aneh? Ternyata, motifnya sama seperti umumnya tumbuhan. Psychotria elata mengembangkan bunga indah untuk menarik kupu-kupu dan burung agar mau membantu penyerbukan bunganya.


Tumbuhan diketahui punya beragam bentuk adaptasi untuk menarik hewan yang membantu penyerbukan. Bukan melulu indah, adaptasi juga bisa dianggap buruk bagi manusia, seperti bunga bangkai yang mengeluarkan bau tak sedap.

Punya penampilan seksi, Psychotria elata ternyata tak punya nasib yang sama baik. Karena deforestasi yang terjadi di negara-negara tempatnya tumbuh, populasinya terus terancam. Spesies ini perlu diselamatkan.

Hutan, termasuk hutan di Indonesia, menyimpan begitu banyak spesies berharga dan unik. Menjaga kelestarian hutan berarti menjaga keberadaan spesies-spesies menawan, termasuk spesies yang belum ditemukan.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Ditemukan, Tata Surya Miring Pertama di Alam Semesta


KOMPAS.com — Menggunakan teleskop Kepler milik Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA), astronom berhasil menemukan tata surya miring pertama di alam semesta.

Tata surya tersebut dikatakan miring sebab bidang orbit planet dan ekuator bintang membentuk sudut ekstrem. Bidang orbit Bumi memang juga membentuk sudut dengan ekuator Matahari, tetapi hanya 7,2 derajat, sangat kecil.

Daniel Huber dari Ames Research Center, NASA, di Moffet Field, California, mempelajari tata surya yang berpusat pada bintang Kepler 56, berjarak 2.800 tahun cahaya dari Bumi.

Kepler 56 adalah bintang yang empat kali lebih besar dan sembilan kali lebih terang dari Matahari. Tata surya yang berpusat pada bintang itu mempunyai dua planet yang memiliki bidang orbit yang sama, mengorbit bintangnya pada jarak lebih dekat dari jarak Matahari-Merkurius.

Menggunakan Kepler, astronom mempelajari orientasi bintang Kepler 56. Caranya ialah dengan meneliti variasi kecerlangannya serta melihat dari beragam sudut pandang.

"Observasi mengungkap bahwa bidang ekuator bintang dengan bidang orbit planet bersudut 45 derajat. Ini adalah kejutan besar," kata Huber seperti dikutip Nature Online, Kamis (17/10/2013).

Untuk mengetahui sebab kemiringan itu, ilmuwan mengukur kecepatan gerak Kepler 56 di angkasa dengan memakai teleskop Keck I di Hawaii.

Dengan cara itu, astronom mengungkap bahwa sebab kemiringan adalah adanya obyek lain yang menarik bintang dan membuat planet miring. Sementara, dua planet tetap ada pada satu bidang karena satu planet butuh waktu dua kali planet lainnya untuk mengelilingi bintang. Jadi, mereka saling mendorong dengan gravitasinya.

"Ini adalah penemuan yang sangat menarik. Inilah alam, Anda mengobservasi dan menemukan hal yang luar biasa," kata Amaury Triaud, astronom dari MIT.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More
techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger