Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts Today

KOMPAS.COM - Not Found

Written By Unknown on Kamis, 14 November 2013 | 10.47

Harian Kompas  |  Kompas TV

Kamis, 14 November 2013

Ikuti Tur | Register

Get Personalized Here!

 |  Sign In
  • Channel
  • Channel
  • News
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Kompasiana
KOMPAS.com tidak dapat menampilkan link yang Anda tuju saat ini
Silakan tunggu beberapa saat lalu refresh halaman ini atau gunakan fasilitas search di bawah ini untuk mencari berita KOMPAS.com

Go

  • News
  • Nasional
  • Regional
  • Megapolitan
  • Internasional
  • Olah Raga
  • Sains
  • Edukasi
  • Infografis
  • Surat Pembaca
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Grazera
  • Kompasiana
  • KompasKarier.com
  • Midazz
  • SCOOP
  • Urbanesia
  • MakeMac
  • About Us
  • -
  • Advertise
  • -
  • Policy
  • -
  • Pedoman Media Siber
  • -
  • Career
  • -
  • Contact Us
  • -
  • RSS
  • -
  • Site Map
©2008 - 2013 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

10.47 | 0 komentar | Read More

KOMPAS.COM - Not Found

Written By Unknown on Rabu, 13 November 2013 | 10.47

Harian Kompas  |  Kompas TV

Rabu, 13 November 2013

Ikuti Tur | Register

Get Personalized Here!

 |  Sign In
  • Channel
  • Channel
  • News
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Kompasiana
KOMPAS.com tidak dapat menampilkan link yang Anda tuju saat ini
Silakan tunggu beberapa saat lalu refresh halaman ini atau gunakan fasilitas search di bawah ini untuk mencari berita KOMPAS.com

Go

  • News
  • Nasional
  • Regional
  • Megapolitan
  • Internasional
  • Olah Raga
  • Sains
  • Edukasi
  • Infografis
  • Surat Pembaca
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Grazera
  • Kompasiana
  • KompasKarier.com
  • Midazz
  • SCOOP
  • Urbanesia
  • MakeMac
  • About Us
  • -
  • Advertise
  • -
  • Policy
  • -
  • Pedoman Media Siber
  • -
  • Career
  • -
  • Contact Us
  • -
  • RSS
  • -
  • Site Map
©2008 - 2013 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

10.47 | 0 komentar | Read More

KOMPAS.COM - Not Found

Written By Unknown on Selasa, 12 November 2013 | 10.47

Harian Kompas  |  Kompas TV

Selasa, 12 November 2013

Ikuti Tur | Register

Get Personalized Here!

 |  Sign In
  • Channel
  • Channel
  • News
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Kompasiana
KOMPAS.com tidak dapat menampilkan link yang Anda tuju saat ini
Silakan tunggu beberapa saat lalu refresh halaman ini atau gunakan fasilitas search di bawah ini untuk mencari berita KOMPAS.com

Go

  • News
  • Nasional
  • Regional
  • Megapolitan
  • Internasional
  • Olah Raga
  • Sains
  • Edukasi
  • Infografis
  • Surat Pembaca
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Grazera
  • Kompasiana
  • KompasKarier.com
  • Midazz
  • SCOOP
  • Urbanesia
  • MakeMac
  • About Us
  • -
  • Advertise
  • -
  • Policy
  • -
  • Pedoman Media Siber
  • -
  • Career
  • -
  • Contact Us
  • -
  • RSS
  • -
  • Site Map
©2008 - 2013 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

10.47 | 0 komentar | Read More

Berang-berang, \"Bertampang\" Lucu, tetapi Kejam secara Seksual

Written By Unknown on Jumat, 01 November 2013 | 10.47


KOMPAS.com
 — Berang-berang laut (Enhydra lutris) kadang dianggap sebagai fauna yang mampu menunjukkan kemesraan, berpegangan erat dengan pasangannya kala tidur agar tak terpisah.

Namun, di sisi lain, berang-berang laut juga hewan yang kejam, tega memerkosa bayi anjing laut sampai mati.

I Fucking Love Science, Selasa (22/10/2013), mengungkap, saat makanan terbatas, berang-berang laut jantan akan menyandera bayi anjing laut hingga induknya memberi makan kepadanya.

Berang-berang laut jantan juga akan mengunci bayi anjing laut, menungganginya seolah-olah sedang mengawini betina dewasa.

Yang juga sangat menyedihkan, bagian dari proses perkawinan itu adalah menenggelamkan kepala ke dalam air, yang akan menewaskan bayi-bayi anjing laut.

Selama lebih dari satu setengah jam, berang-berang laut jantan akan menenggelamkan kepala bayi anjing laut, memerkosanya hingga mati.

Kadang, walaupun bayi anjing laut telah mati, berang-berang laut kadang masih akan tetap mengawininya hingga tujuh hari setelahnya.

Fenomena berang-berang laut yang memerkosa bayi anjing laut pernah dilaporkan oleh Heather Harris dari California Department of Fish and Game di jurnal Aquatic Mammals.

Harris mengungkapkan bahwa perilaku berang-berang laut jantan saat memerkosa bayi anjing laut sama dengan perilaku ketika mengawini betina spesies sendiri.

Berang-berang jantan akan mulai menggigit betina sebelum mengawini. Tak jarang, perkawinan berbuah kematian betina.

Fenomena itu terjadi karena berang-berang adalah makhluk polygynous. Satu pejantan punya banyak betina, tetapi satu betina hanya punya satu pejantan.

Karena hal itu, ada pejantan-pejantan yang tersisih. Karena kematian berang-berang yang tergolong tinggi, ada lebih banyak pejantan yang tak punya kesempatan kawin.

Hal itu yang menyebabkan beberapa pejantan sangat agresif saat punya kesempatan kawin. Sementara pejantan lain yang tetap tak punya kesempatan melampiaskannya pada bayi anjing laut.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

2,8 Miliar Tahun Lagi, Matahari Akan \"Telan\" Bumi


KOMPAS.com — Studi teranyar mengungkap bahwa akhir kehidupan di Bumi akan datang sekitar 2,8 miliar tahun dari sekarang.

Saat ini, kondisi suhu berada pada tingkat yang nyaman dan mendukung bagi kehidupan di Bumi. Namun, ini tidak akan berlangsung selamanya. Matahari semakin menua dan lama-kelamaan makin memanas.

Dalam kurun waktu sekitar lima miliar tahun, Matahari akan menguras bahan bakar nuklirnya dan membengkak menjadi "raksasa merah"—sebuah bintang besar, tua, dan menyilaukan—dan mungkin akan menelan planet kita. Jauh sebelum mencapai tahap "raksasa merah", semua bentuk kehidupan di muka Bumi akan hangus.

Lalu, kapankah kehidupan di Bumi akan benar-benar sirna? Tim peneliti yang dipimpin oleh Jack O'Malley James, pakar astrobiologi dari University of St Andrews di Skotlandia, berupaya mencari jawabannya.

Mereka menggunakan parameter seperti suhu, kelimpahan air, dan makanan untuk memeriksa kesehatan masa depan biosfer Bumi. Dengan data itu, mereka dapat memetakan bagaimana awal berakhirnya seluruh kehidupan. Tim ini juga menganalisis apakah keberadaan penanda biologis mungkin terlihat, seperti peradaban asing (alien) yang sedang mencari kehidupan. Studi ini akan diterbitkan dalam International Journal of Astrobiology.

Tanaman musnah lebih dulu

Dengan melakukan ramalan cuaca jangka panjang, tim menyatakan bahwa ketika temperatur di Bumi perlahan-lahan mulai meningkat, lebih banyak uap air yang akan terbentuk. Kondisi ini mengakibatkan pelepasan karbon dioksida secara terus-menerus dari atmosfer.

Tanaman mengandalkan karbon dioksida untuk menghasilkan energi melalui proses fotosintesis sehingga hilangnya karbon dioksida secara berkelanjutan akan menjadi berita buruk bagi dedaunan. Studi ini menjadi petunjuk pertama kematian kehidupan di Bumi, yang diperkirakan terjadi dalam kurun waktu 500 juta tahun mendatang. Ketika itu, spesies tanaman terus berkurang dan akhirnya benar-benar hilang karena terjadi penurunan drastis tingkat karbon dioksida secara global. Hewan-hewan yang mengandalkan tumbuhan sebagai sumber makanannya kemungkinan akan saling memangsa.

"Ketika jumlah tanaman mengalami penurunan, hewan pun akan semakin langka secara simultan dalam kurun waktu miliaran tahun," kata O'Malley James.

Hanya mikroba yang masih bertahan

Sekitar 2,8 miliar tahun dari sekarang, hanya komunitas mikroba yang akan tertinggal untuk mewarisi Bumi. Akan tetapi, kondisi Bumi terus memanas tanpa henti, lautan akan menguap, memicu efek rumah kaca, yang akan mengakibatkan pemanasan planet secara cepat dan berkelanjutan. Pasokan air juga menjadi sangat langka.

"Hanya mikroba yang tangguh yang akan mampu mengatasi hal ini, bahkan sampai mereka tidak bisa lagi bertahan ketika suhu melewati ambang di mana DNA mereka bisa rusak, yaitu sekitar 140 derajat celsius," tambah O'Malley James.

Menelisik potensi kehidupan

Tim berharap temuan ini dapat membantu upaya pencarian kehidupan di luar Bumi, dengan memperluas jumlah tanda-tanda potensi kehidupan yang harus dicari untuk menganalisis atmosfer suatu planet secara lebih rinci. "Mengetahui tanda-tanda kehidupan lain dapat membantu kita dalam mendeteksi kehidupan pada sebuah planet yang mungkin sebelumnya tidak diperhitungkan," kata O'Malley James.

Melihat sisi positif

Studi ini menggambarkan masa depan yang suram bagi planet kita. Namun, O'Malley James dan rekannya berpikir bahwa teori mereka soal rentang waktu kehidupan tergolong konservatif. Masih banyak yang belum diketahui untuk memprediksi apa yang akan terjadi dalam kehidupan di bawah tekanan seperti itu. "Sangat sulit untuk memprediksi apakah evolusi kehidupan dapat mengatasi perubahan lingkungan yang ekstrem pada masa depan," katanya.

Namun, studi ini jelas menunjukkan bahwa kehidupan di Bumi, secara alamiah, cenderung mengalami perubahan. Jika masa lalu bisa dijadikan indikasi, kita dapat mengambil hikmah: Meskipun gejolak lingkungan pernah muncul secara besar-besaran, seperti kepunahan massal, satu hal yang harus kita syukuri adalah hidup belum pernah sepenuhnya padam sejak awal kemunculannya. (Andrew Fazekas/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Peneliti UNS Buat Busa Ramah Lingkungan dari Limbah Jagung

Oleh Sri Rejeki

KOMPAS.com
- Busa atau foam sintetis dan turunannya merupakan produk yang populer dan luas penggunaannya. Tidak hanya sebagai kemasan pangan, busa juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pelindung atau wadah produk elektronik, suku cadang, dan zat kimia dalam industri.

Busa sintetis memiliki keunggulan, yakni bersifat fleksibel, tidak mudah pecah, tidak korosif (mudah berkarat), dapat dikombinasikan dengan bahan lain, dan harganya relatif murah.

Namun, busa yang selama ini beredar memiliki kelemahan, yakni tidak mudah hancur di alam sehingga limbahnya bersama limbah plastik lain lama-kelamaan menumpuk dan mencemari lingkungan. Sebagai contoh, produksi sampah di Kota Solo rata-rata 260 ton per hari. Dari jumlah ini, sebanyak 30 persen merupakan sampah plastik, termasuk busa sintetis yang sukar terdegradasi (diuraikan alam). Akibatnya, Tempat Pembuangan Akhir Putri Cempo di Solo dalam waktu beberapa tahun saja sudah penuh.

"Busa konvensional terbuat dari minyak bumi. Padahal, ketersediaan minyak bumi semakin berkurang karena tidak bisa diperbarui. Berangkat dari sini, kami berpikir bagaimana jika busa dibuat dari bahan alam," kata Mohammad Masykuri, ketua tim peneliti busa ramah lingkungan (biofoam) dari Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.

Masykuri bersama anggota tim, Sulistyo Saputro dan Sarwanto, menggagas biofoam dengan bahan dasar dari bahan-bahan terbarukan, yakni limbah jagung dan minyak sawit. Kedua komoditas ini merupakan hasil andalan Indonesia. Data Oil World, Indonesia sejak 2011 hingga saat ini merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia, yakni sebesar 14.465.000 ton pada 2012 atau 54,4 persen produksi dunia.

Demikian pula jagung yang menjadi salah satu komoditas terpenting setelah padi. Salah satu kandungan jagung adalah protein zein. "Tingkat penggunaan jagung dalam industri pakan ternak 45-55 persen, sebanyak 1-2 persen di antaranya terbuang sebagai limbah jagung. Limbah ini berpotensi sebagai bahan dasar sintesis bioplastik dan biofoam," kata Sulistyo.

Cara pembuatan

Limbah jagung dibersihkan dari kotoran, seperti kayu, kertas, dan plastik, lantas digiling menjadi butiran kecil dan dipanaskan selama dua jam pada suhu 100-150 derajat celsius ditambah katalis alpha amilase.

Setelah itu campuran dikeringkan dan digiling hingga ukuran tertentu, lantas diekstraksi pada suhu 65-70 derajat celsius menggunakan etanol selama tiga jam. Tujuannya untuk memperoleh kandungan zein dalam jagung. Setelah proses pendinginan dan dekantasi (proses pemisahan zat padat yang tidak ikut terlarut di dalam pelarut dengan cara dituangkan) diperoleh zein padat.

Zein padat dilarutkan ke dalam etanol sehingga membentuk cetakan film (lapisan tipis). Selanjutnya ditambahkan plasticizer (material untuk meningkatkan fleksibilitas) dan inisiator benzoil peroksida, kemudian diputar selama 10 menit. Plasticizer bervariasi jenisnya, yakni asam lemak inti sawit, seperti asam oleat dan asam laurat, juga gliserol. Emulsi yang terbentuk lalu didinginkan dan dicetak pada permukaan halus dan jadilah film. Film bioplastik zein ini bersifat edibel (dapat dimakan), transparan, mengkilap permukaannya, dapat ditekuk, tetapi mudah patah. Sifat mudah patah dapat diatasi dengan penambahan plasticizer.

Bioplastik zein ini selanjutnya dikembangkan menjadi biofoam dengan metode sintesis yang dikembangkan tim berupa jalur reaksi yang disebut ERRP atau epoxidation (epoksidasi), ring opening (pembukaan cincin), reduction (reduksi), dan polimerization (polimerisasi). Metode ini diklaim lebih praktis dengan rendemen produk lebih besar, mencapai 87-95 persen. Biofoam yang dihasilkan diberi nama biofoam PUU-g-Z (Polyurethane urea-g-zein). "Metode ERPP sudah kami patenkan di Ditjen HAKI," kata Sarwanto.

Busa ini memiliki keunggulan, yakni biodegradabel (dapat terurai oleh mikroba tanah) dengan tingkat urai 10-15 persen dalam waktu 60 hari serta memiliki kuat mekanik 8-12,2 mega pascal. Ini setara dengan busa sintetis yang selama ini digunakan. Biofoam tidak mencemari tanah, efisien dalam pembuatan, dan bisa dicetak menjadi beragam bentuk dan fungsi.

"Kami tengah mengurus paten produk biofoam PUU-g-Z. Di dunia internasional pun setahu kami belum pernah ada produk sejenis didaftarkan. Kami juga berharap mendapat mitra guna memproduksi untuk skala industri," kata Masykuri.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More
techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger