Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts Today

Piala \"Ajaib\" Bukti Kemahiran Romawi Kuno dalam Nanoteknologi

Written By Unknown on Rabu, 28 Agustus 2013 | 10.47


KOMPAS.com — Siapa bilang nanoteknologi hanya milik manusia yang hidup pasca-era industri? Sebuah piala yang tersimpan di British Museum membuktikan bahwa Romawi Kuno juga sudah mengenal nanoteknologi.

Piala berbahan gelas tersebut bernama Lycurgus Cup, memiliki hiasan figur Raja Lycurgus dari Thrace, Romawi Kuno. Piala ini menyimpan teka-teki yang baru terpecahkan pada tahun 1990.

Teka-teki pada piala itu adalah kemampuannya berubah warna sesuai dengan arah sumber cahaya yang diterima. Bila cahaya diarahkan dari depan, piala berkilau hijau. Bila cahaya diarahkan dari belakang, piala berkilau merah.

Tahun 1990, terungkap bahwa perbedaan kilau cahaya berdasarkan arah sumber cahaya tersebut disebabkan oleh komponen perak dan emas penyusunnya.

Ilmuwan mengungkap, orang Romawi saat itu menghaluskan partikel emas dan perak hingga berukuran 50 nanometer, lebih kecil dari seperseribu ukuran butiran garam.

Penghalusan emas dan perak tersebut yang merupakan bentuk nanoteknologi dan merupakan kunci mengapa piala bisa berkilau berbeda saat arah sumber cahaya berbeda.

Saat cahaya datang, elektron emas dan peran bergetar. Getaran ini menciptakan warna yang kemudian ditangkap berbeda tergantung posisi pengamat.

Gang Lohgan Liu dari University of Illinois di Urbana-Campaign mengatakan, piala ini memberi inspirasi pada banyak hal, misalnya deteksi penyakit.

"Orang-orang Romawi tahu bagaimana menggunakan partikel nano untuk membuat karya seni yang bagus. Kami mencoba mencari aplikasinya," kata Liu seperti dikutip Smithsonian Magazine edisi September 2013.

Lewat eksperimen, Liu mengetahui bahwa susunan partikel emas dan perak akan bergetar dan mampu memengaruhi perubahan warna bila berinteraksi dengan beragam cairan.

Karena piala tak bisa langsung dipakai untuk percobaan, Liu membuat prototipe alat yang punya susunan sama dengan piala itu. Ia membuatnya dengan piringan plastik yang disemprot dengan partikel nano emas dan perak.

Saat air dan minyak dituang pada alat tersebut, warnanya berubah dan dengan mudah dikenal. Bila air dituang, warnanya akan menjadi hijau. Sementara itu, bila minyak dituang, warnanya menjadi merah.

Prototipe ini 100 kali lebih sensitif untuk mendeteksi kandungan garam pada suatu larutan dibanding sensor yang dipakai saat ini dipakai untuk tujuan sama.

Liu terus mengeksplorasi penggunaan alat ini. Ia membayangkan, di masa depan, deteksi patogen pada ludah dan urine atau deteksi cairan berbahaya bisa dilakukan dengan nanoteknologi.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Ilmuwan Menciptakan Aurora di Dalam \"Botol\"


KOMPAS.com - Aurora biasanya hanya bisa disaksikan di wilayah lintang tinggi Bumi saja. Namun, aurora kini mungkin bisa disaksikan siapa saja di wilayah mana saja. Ilmuwan berhasil menciptakan aurora di dalam sebuah botol.

Guillaume Gronof dan Sam Walker dari Letourneau University di Texas, menembakkan partikel bermuatan ke medan magnet di dalam botol. Hasilnya, mereka berhasil menciptakan aurora, tiruan akan apa yang terjadi di ketinggian 80 kilometer di atas permukaan Bumi.

Gronof dan walker tepatnya menciptakan aurora dalam alat serupa botol bernama Planeterrella. Di dunia, ada sepuluh Planeterrella. Salah satu Planeterrella ada di Langley Research Center di Virginia, yang dipakai oleh Gronof dan walker.

Planeterrella terdiri dari tiga bagian, bola yang melambangkan planet, perangkat yang menghasilkan medan magnet serta bagian yang menghasilkan partikel bermuatan. Sebuah Planeterrella bisa terdiri atas lebih dari satu bola planet.

Planeterrella adalah pengembangan dari Terrella, alat yang dipakai oleh fisikawan abad 19 Kristian Birkeland menunjukkan bahwa aurora tercipta dari interaksi medan magnet dan partikel bermuatan. Dengan Planeterrela, bukan hanya aurora di Bumi saja yang bisa diciptakan, tetapi aurora di planet lain.

Gronof dan Walker mencontohkan, Planeterrella bisa menunjukkan aurora yang tercipta ketika bulan Jupiter Io mengirim partikel bermuatan ke Jupiter. Planeterrella juga bisa menunjukkan apa yang terjadi di Neptunus dan Uranus, dimana medan magnetnya tepat mengarah ke Matahari.

Ke depan, Gronof berencana untuk meniru aurora yang ada di Mars. Di Mars, medan megnt terkonsentrasi di satu wilayah, tidak menyebar. Hal itu menjadikan aurora di planet merah unik. Gronof rencananya akan menambahkan beberapa magnet dan karbon dioksida dalam Planeterrella untuk mewujudkannya.

Penelitian dengan menggunakan Planeterrella merupakan salah satu fokus Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat. Dengan Pleneterrella, ilmuwan bisa mengungkap keragaman aurora di setiap planet.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Benarkah Ada Lubang Cacing Penghubung Antar-Semesta?


KOMPAS.com — Semesta mungkin bukan hanya satu, dan di antara semesta terdapat lubang-lubang yang menghubungkannya. Benarkah teori itu?

Agus Suprasetyono menanyakannya kepada situs astronomi Langitselatan. "Saya pernah lihat film Contact, tentang perjalanan manusia menuju bintang melalui istilahnya lubang cacing. Apakah lubang cacing itu, dan apakah ada," tanyanya.

Syafik dari Purwokerto juga punya pertanyaan mirip. "Apakah benar bahwa wormhole itu jalan pintas ke semesta lain?" tanyanya.

Nah, apakah memang ada lubang cacing itu? Berikut uraian situs Langitselatan.

Secara teori memang benar wormhole aka lubang cacing ini merupakan solusi matematis mengenai hubungan geometris antara satu titik dalam ruang-waktu dengan titik yang lain, dimana hubungan tersebut bisa berperilaku sebagai 'jalan pintas' dalam ruang-waktu. Tapi, sampai saat ini belum ada bukti yang bisa mendukung keberadaannya, baik dari pengamatan maupun secara eksperimen.

Lantas, apa itu lubang cacing (wormhole)?

Saya menyukai ilustrasi yang digunakan Dr. Kip S. Thorne dari California Institute of Technology untuk menjelaskan apa itu wormhole. Ilustrasinya seperti ini: bayangkan kamu adalah seekor semut yang tinggal di permukaan sebuah apel. Apel tersebut digantung di langit-langit dengan menggunakan tali yang sangat tipis sehingga tidak bisa kamu panjat. Kamu tidak bisa pergi kemana-mana selain di permukaan apel. Permukaan apel itu menjadi alam semestamu. Nah, sekarang bayangkan apel itu berlubang dimakan ulat. Lubangnya menembus si buah apel. Dengan adanya lubang itu, kamu bisa berpindah ke sisi lain permukaan apel dengan dua cara, yaitu: lewat jalan biasa, yaitu permukaan apel (alam semesta), atau lewat jalan pintas, yaitu lubang yang sudah dibuat si ulat (wormhole).

Wormole memiliki dua ujung. Misalnya, satu ujung di kamarmu, ujung yang lain ada di negara asal teman facebook-mu di Perancis. Kalau kamu melongok ke wormhole itu, maka akan tampak temanmu dengan latar belakang menara Eiffel. Temanmu yang melihat dari ujung wormhole di Perancis lalu bisa melihatmu duduk mengerjakan PR di kamarmu. Asyik, ya, kalau selesai mengerjakan PR kamu bisa menemui kawanmu di Perancis dan naik ke menara Eiffel, hanya dengan masuk ke semacam lorong.

Alam semesta kita ini mengikuti hukum fisika. Yang namanya hukum pasti ada yang dibolehkan tapi ada yang tidak. Nah, apakah hukum fisika memungkinkan adanya wormhole? Ya! Sayangnya, masih menuruti hukum fisika tadi, wormhole mudah runtuh sehingga tak ada yang bakal selamat melewatinya. Supaya tidak runtuh, kita harus memasukkan materi yang berenergi negatif, yang mengeluarkan semacam gaya anti-gravitasi yang mampu menahan wormhole dari keruntuhan.

Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah apakah ada materi berenergi negatif? Jawaban yang diberikan oleh para fisikawan yang telah mengupas hukum-hukum fisika secara mendetil dengan menggunakan ilmu matematika adalah ada! Namun keberadaannya hanya sesaat dan dalam jumlah yang sangat sedikit.

Andaikan ada insinyur hebat yang ingin mempertahankan wormhole tidak runtuh. Masih belum mungkin juga ia mengumpulkan energi negatif di dalam wormhole sejumlah yang diperlukan supaya wormhole itu bisa dilalui. Seandainya pun hukum fisika memungkinkan adanya wormhole, kemungkinan besar wormhole tidak terjadi secara alami, tapi harus dibuat dan dijaga supaya tidak runtuh dengan suatu teknologi tertentu. Teknologi kita saat ini masih sangat jauh dari itu. Teknologi wormhole masih sulit, seperti halnya pesawat ruang angkasa bagi manusia purba. Tapi, sekalinya teknologi wormhole ini bisa dikuasai, ia akan menjadi sarana praktis untuk transportasi antarbintang. Ini menjadi tantangan bagi kita dan generasi berikutnya, termasuk kalian.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Globe Tertua, Benarkah Terkait Leonardo da Vinci?

Written By Unknown on Selasa, 27 Agustus 2013 | 10.47


KOMPAS.com — Globe (bola dunia) tertua ditemukan di  Florence, Italia, diperkirakan dibuat awal tahun 1500-an dari 2 buah bagian bawah telur unta. Globe diukir (digambar) dengan detail yang samar-samar tentang peta Amerika berdasarkan sumber yang berhasil dikumpulkan oleh para penjelajah Eropa seperti Christopher Columbus dan Amerigo Vespucci.

Menurut Washington Map Society, globe tersebut juga dihiasi dengan gambar monster, gelombang yang terjalin satu sama lain, bahkan seorang pelaut. Penemuan ini mengundang rasa penasaran peneliti asal Belgia S Missinne, mengenai seluk beluk globe mulai dari asal, tanggal dibuatnya, geografinya, dan lain-lainnya.

"Setelah semua orang tidak mengetahui mengenai seluk beluk globe tertua ini, dan ini merupakan penemuan yang langka, maka saya bersemangat untuk meneliti lebih jauh lagi. Semakin banyak penelitian yang telah kami lakukan maka kami akan menemukan sebuah hasil penelitian yang besar," ujar S Missinne.

Pemiliknya adalah seorang anonim yang membeli globe tua tahun 2012 saat acara London Map Fair, mengizinkan Missinne, untuk meneliti lebih lanjut. Penelitian dilakukan dengan menggunakan penanggalan radiokarbon, pengujian topografi komputer, pengujian tinta, analisis geografi, kartografi, dan sejarah.

Dari hasil penelitian diperkirakan globe dibuat sekitar tahun 1504. Meskipun si pembuat bola dunia tersebut tidak diketahui, Missinne menduga karya ini ada hubungannya dengan Leonardo da Vinci. Peneliti melihat beberapa kesamaan antara ukiran kapal yang berada di globe dan karya seni lain yang terkait dengan Leonardo. (Umi Rasmi/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Mobil Listrik LIPI Antisipasi Jangka Panjang


JAKARTA, KOMPAS.com — Untuk memperingati Hari Ulang Tahun Ke-46 Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Senin (26/8/2013) ini, diluncurkan hasil riset bus dan sedan listrik di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Serpong, Tangerang Selatan. Teknologi kendaraan ramah lingkungan tersebut merupakan antisipasi jangka panjang ketika sarana transportasi makin kesulitan bahan bakar fosil yang tidak terbarukan.

"Setidaknya, dalam lima tahun ke depan kendaraan listrik mulai dibutuhkan. Teknologi material kendaraan sudah siap, kendalanya pada teknologi baterai yang belum bisa menampung energi sesuai yang diharapkan," kata Adi Santosa, peneliti senior pada Pusat Penelitian Telematika dan Mekatronika Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Bandung, Minggu.

Selain bus dan sedan listrik, LIPI juga meluncurkan telepon seluler pintar Smartphone Bandros (singkatan dari Bandung Raya Operating System). Telepon seluler pintar tersebut dirancang antisadap dengan menggunakan sistem operasi terbuka (open source) Linux.

Menurut Adi, mobil listrik sekarang belum mendominasi pasar sekalipun di negara-negara maju tempat mobil diproduksi. LIPI sudah mengantisipasi penguasaan teknologi untuk menunjang produksinya pada masa mendatang.

"Energi listrik bisa diperoleh dari berbagai sumber. Ketika bahan bakar fosil habis, listrik menjadi pilihan pengganti," kata Adi.

Melalui siaran pers, Kepala LIPI Lukman Hakim, dalam rangka HUT Ke 46 LIPI itu, akan menyerahkan mobil listrik yang diberi nama Hevina dengan dua varian, yaitu bus dan sedan, kepada Menteri Riset dan Teknologi.

Tantangan LIPI ke depan, menurut Lukman, adalah menambah jumlah peneliti. Ditargetkan rekrutmen peneliti LIPI tahun ini dapat mencapai 250 orang.

"Jumlah peneliti kalah banyak dengan pegawai administrasi. Dalam lima tahun ke depan diharapkan setidaknya bisa sama jumlahnya," kata Lukman.

Tantangan LIPI berikutnya, menurut Lukman, meningkatkan jumlah publikasi ilmiah. Implementasi hasil riset untuk pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat juga terus diupayakan. Hal itu antara lain untuk menunjang produksi pertanian dengan pupuk organik yang diperkaya mikroorganisme. (NAW/KOMPAS CETAK)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Menristek: Sedan Listrik LIPI Mantap!


JAKARTA, KOMPAS.com — Sedan listrik Hevina yang dikembangkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akhirnya diserahkan kepada Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta, Senin (26/8/2013). Sedan listrik ini direncanakan akan menjadi salah satu kendaraan dinas Menristek.

Hari ini, seusai penyerahan yang berlangsung di Graha Widya Bhakti, Puspiptek Serpong, Menristek langsung mencoba sedan listrik itu. Keluar dari lobi gedung itu, Menristek pertama melirik bus listrik yang juga didesain dan dikembangkan LIPI. Namun, perhatian Menristek dalam sekejap beralih ke sedan listrik Hevina.

"Oh, ini ya sedan saya," kata Gusti.

Gusti kemudian mendekati sedan listrik itu, lalu masuk dan menghidupkan mesin. Gusti pun mulai mencoba menyetir. Gusti sempat kesulitan untuk menyetir. "Belum terbiasa pakai ini," katanya kepada para wartawan.

Gusti pun lantas keliling di sekitar Puspiptek sebelum akhirnya kembali di depan lobi Gedung Widya Bhakti. Begitu mobil berhenti, Gusti melempar senyum. Saat ditanya mengenai kesannya pada sedan listrik itu, ia menjawab, "Mantap-mantap."

Gusti mengatakan, mobil listrik dikembangkan agar Indonesia lebih hijau.

Menurutnya, sebenarnya mobil listrik yang lebih bagus untuk dikembangkan adalah bus listrik. Bus listrik bisa dipakai sebagai angkutan umum. Dalam jumlah banyak, menurutnya, polusi yang ditimbulkan tak sebesar bus saat ini.

Gusti menjelaskan, sedan listrik yang kini menjadi kendaraan dinasnya sebenarnya masih prototipe. Biaya pembuatan prototipe mobil listrik itu sekitar Rp 500 juta. Kalau sudah diproduksi massal, kata Gusti, harganya bisa turun sampai 30 persen.

Gusti mengatakan, saat ini sudah ada pihak yang berminat untuk bekerja sama memproduksi mobil listrik hasil riset LIPI tersebut.

Gusti juga menjelaskan, ia ingin agar produk hasil penelitian atau pengembangan industri strategis dapat diproduksi massal dan dipakai oleh industri terkait di dalam negeri. Ia memberi contoh pesawat N-219 yang kini tengah diupayakan bisa dipakai oleh Lion Air.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Cerita Pembuat Batu Bata di Metropolitan Majapahit

Written By Unknown on Senin, 26 Agustus 2013 | 10.47

KOMPAS.com - "Saya rawat, tidak akan saya jual," ujar Ruskan dengan bahasa Jawa halus. "Kalau perlu saya melakukan pekerjaan lain." Dia merupakan pembuat batu bata berusia 65 yang menemukan bangunan air dari bata ketika sedang menggali tanah di belakang rumahnya, Nglinguk Wetan pada Desember 2009.

Atas kesadarannya, dia melaporkan ke BP3 dan merawat temuan yang mirip kolam seluas lapangan bola voli itu. Ruskan pun rela tidak melanjutkan penggalian lagi karena lahannya berada di situs bersejarah. Bahkan, dia memilih membeli tanah dari luar Trowulan untuk bahan baku batu batanya. Kini, cucunya diangkat sebagai juru pelihara kolam kuno itu.

Tulus Andrias sedang sibuk di bengkelnya ketika saya bertandang. Lelaki kurus bersuara lirih ini menemukan 16 artefak besi dan gading di galian linggan (pabrik batu bata tradisional) di belakang rumahnya, Desa Sentonorejo, pada April 2010. Tak hanya itu, dia juga melaporkan atas temuan 16 sumur kuno di lokasi yang sama.

Tulus diganjar ucapan terima kasih sebesar Rp2,5 juta. Di linggannya yang masih mengepul dia menghampiri saya dan berucap lirih tentang apa yang sudah dipikirkannya sejak dulu, tetapi tak sampai hati mengatakannya: "Aku punya anak laki-laki apakah bisa dikaryakan di museum?"   

Saya menjumpai Misdi, lelaki berusia 61, mantan buruh linggan Tulus. Dia pernah menemukan tinggalan Majapahit yang menggegerkan seisi desa.

Di belakang rumah Tulus pada Agustus 2003, sebuah mata tombak besi sebagian berlapis emas sepanjang 66 sentimeter itu tak sengaja tercangkul oleh Misdi. Tombak itu berhiaskan motif lengkung ukiran gajah dan babi.

Misdi menerima imbalan jasa sebesar Rp9 juta karena telah meneyerahkan temuan mata tombak itu kepada BP3. Temuan Misdi itu kini bisa disaksikan masyarakat di Museum Mpu Tantular, Sidoarjo. "Saya sekarang kerja di Museum Trowulan sejak 2005 sebagai pegawai honorer merawat taman dan koleksi," katanya.

Saya berjumpa Yoesoep, seorang pemuda yang bekerja sebagai tenaga lokal untuk tim ekskavasi Pusat Arkeologi Nasional. Dia menyerahkan secara sukarela empat kepala figurin terakota dan koin Cina abad ke-13 dari Sung Selatan yang ditemukan di linggannya kepada ketua tim ekskavasi.

Tenaga lokal lainnya juga turut menyerahkan umpak segi delapan dan batu ambang pintu yang diangkat dari linggan-linggan mereka. Tanpa pamrih, mereka menyerahkan temuan-temuan itu, meskipun para arkeolog tidak menggantinya dengan imbalan uang.

Kisah-kisah pelestari tadi mungkin hanya teladan kecil betapa pentingnya pemahaman antara harapan pemerintah dan kepedulian masyarakat.

Saya menemui Koordinator Museum Majapahit yang belum lama menjabat, Wicaksono Dwi Nugroho. Lelaki muda itu merintis "Komunitas Jawa Kuno" yang sebulan dua kali bertemu di Museum Trowulan untuk bergiat bagaimana menulis huruf dan angka Jawa kuno, hingga membaca prasasti.

Meskipun baru berjalan sekitar dua tahun, paguyuban ini sudah menggaet anggota sejumlah 30-40 orang awam asal kota-kota di Jawa Timur dan Yogyakarta.
 
Ketika Wicaksono masih menjabat Kepala Sub Pengamanan Cagar Budaya, BP3 Jawa Timur, dia kerap melakukan kunjungan ke linggan-linggan di daerah padat temuan arkeologis—sekitar kanal. Saat membaur dengan warga untuk bertegur sapa atau memberikan pemahaman cagar budaya itulah Wicaksono menyadari bahwa masyarakat Trowulan sebenarnya punya kepedulian, namun terlanjur dijustifikasi sebagai agen perusak. Dia menduga bahwa hal itu terjadi karena mereka terlalu lama tidak dilibatkan dalam kegiatan pemeliharaan.

Sejak 1986 Trowulan telah mempunyai Rencana Induk Arkeologi, namun yang terlupakan saat itu—dan hingga kini—adalah aspek sosial budaya masyarakat, demikian hemat Wicaksono. Akibatnya banyak muncul permasalah antara pelestarian dan aktivitas masyarakat.

"Apa yang masyarakat lakukan—melaporkan temuan—itu memerlukan perhatian dan penghargaan lebih dari kita," ungkapnya, "dan kadang hal itu terlupakan." (Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Tahun Tersingkat di Alam Semesta


KOMPAS.com - Satu tahun secara astronomi didefinisikan sebagai waktu sebuah planet mengelilingi bintang induknya atau dikenal dengan waktu revolusi. Satu tahun di antara planet satu dengan yang lainnya bisa beragam, salah satunya dipengaruhi oleh jarak antara planet dan bintangnya.

Kini, astronom mengetahui suatu tempat yang mengalami tahun tersingkat di alam semesta. Tempat itu adalah benda langit bernama KOI 1843.03 yang baru saja ditemukan astronom Massachusets Institute of Technology (MIT) dari data wahana Kepler. Satu tahun di planet itu setara dengan 4 jam 15 menit Bumi.

Roberto Sanchis-Ojeda, mahasiswa pasca sarnaja MIT yang terlibat penelitian ini menduga bahwa KOI 1843.03 merupakan sebuah planet. Namun demikian, kebenarannya masih perlu dikonfirmasi. Yang jelas, benda langit tersebut nyata.

Mengorbit bintang sangat cepat, KOI 1843.03 pasti memiliki jarak yang sangat dekat. Dengan jarak tersebut, Sanchis-ojeda mengungkapkan bahwa massa jenis benda langit itu pasti sangat tinggi, lebih atau sama dengan 7 g/cm3.

"Ketika Anda berada sangat dekat dengan bintang, interaksi pasang menjadi sangat kuat hingga bisa mengoyak permukaan dan menghancurkannya. Cara sebuah planet bisa bertahan adalah dengan memiliki massa jenis tinggi," kata Sanchis-Ojeda seperti dikutip New Scientist, Rabu (21/8/2013).

Menurut astronom, 70 persen massa KOI 1843.03 diduga terdiri atas besi, sementara 30 persen lainnya adalah silikat. Bahkan, tak menutup kemungkinan bahwa seluruh KOI 1843.03 adalah besi, membuatnya menjadi bola besi terbesar yang "mengapung" di jagat raya.

Sanchis-Ojeda mengatakan, selain jarak dekat, faktor yang membuat benda langit ini berevolusi sangat cepat adalah kecepatan rotasinya. Bila Bumi mengelilingi Matahari dengan kecepatan 30 kilometer per detik, benda langit ini mengelilingi bintangnya dengan kecepatan 250 km/detik.

Sanchis-Ojeda mengungkapkan, benda langit yang berevolusi sangat cepat seperti KOI 1843.03 mungkin banyak. Ia menemukan setidaknya 20 kandidat planet yang mengorbit bintangnya dalam waktu kurang dari sehari semalam di Bumi.

Astronom belum mengetahui bagaimana sebuah planet bisa berada sangat dekat dengan bintangnya. Diduga, benda seperti KOI 1843.03 sebelumnya terbentuk di wilayah jauh dari bintangnya namun bermigrasi ke dalam. Ada kemungkinan pula, benda langit ini adalah inti planet besar yang bermigrasi.

Dimitar Sasselov, astronom dari Harvard University yang tak terlibat studi, mengatakan, KOI 1843.03 mungkin juga bukan hanya berada di dekat bintangnya, tetapi di dalam atmosfer atas bintang induknya atau koronanya.

Jika benar bahwa planet berada di dalam korona, maka planet ini bisa dikatakan takkan pernah bebas dari radiasi bintangnya. Bagi manusia, benda langit ini sangat mematikan, panasnya melelehkan sementara radiasinya merusak.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Globe Tertua, Benarkah Terkait Leonardo da Vinci?


KOMPAS.com — Globe (bola dunia) tertua ditemukan di  Florence, Italia, diperkirakan dibuat awal tahun 1500-an dari 2 buah bagian bawah telur unta. Globe diukir (digambar) dengan detail yang samar-samar tentang peta Amerika berdasarkan sumber yang berhasil dikumpulkan oleh para penjelajah Eropa seperti Christopher Columbus dan Amerigo Vespucci.

Menurut Washington Map Society, globe tersebut juga dihiasi dengan gambar monster, gelombang yang terjalin satu sama lain, bahkan seorang pelaut. Penemuan ini mengundang rasa penasaran peneliti asal Belgia S Missinne, mengenai seluk beluk globe mulai dari asal, tanggal dibuatnya, geografinya, dan lain-lainnya.

"Setelah semua orang tidak mengetahui mengenai seluk beluk globe tertua ini, dan ini merupakan penemuan yang langka, maka saya bersemangat untuk meneliti lebih jauh lagi. Semakin banyak penelitian yang telah kami lakukan maka kami akan menemukan sebuah hasil penelitian yang besar," ujar S Missinne.

Pemiliknya adalah seorang anonim yang membeli globe tua tahun 2012 saat acara London Map Fair, mengizinkan Missinne, untuk meneliti lebih lanjut. Penelitian dilakukan dengan menggunakan penanggalan radiokarbon, pengujian topografi komputer, pengujian tinta, analisis geografi, kartografi, dan sejarah.

Dari hasil penelitian diperkirakan globe dibuat sekitar tahun 1504. Meskipun si pembuat bola dunia tersebut tidak diketahui, Missinne menduga karya ini ada hubungannya dengan Leonardo da Vinci. Peneliti melihat beberapa kesamaan antara ukiran kapal yang berada di globe dan karya seni lain yang terkait dengan Leonardo. (Umi Rasmi/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Peneliti Harus Mampu Berkomunikasi dengan Publik

Written By Unknown on Sabtu, 24 Agustus 2013 | 10.47


JAKARTA, KOMPAS.com - Thomas djamaluddin, profesor riset dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) yang Jumat (23/8/2013) hari ini menerima penghargaan Sawrwono Prawirohardjo dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menekankan pentingnya kemampuan komunikasi publik peneliti.

Thomas mengatakan, salah satu pencapaian yang berhasil diraihnya selama menjadi peneliti astronomi sejak 1987 adalah komunikasi publik dalam tulisan populer di media massa maupun media sosial. Thomas menulis 100 artikel astronomi di media massa dan banyak tulisan pendek di blog-nya.

"Saya selalu menikmati berbagi ilmu dalam bahasa awam. Saya berprinsip, sebagai peneliti kita harus bisa berkomunikasi dengan publik dengan memberikan informasi yang mencerdaskan, menjelaskan, dan mengingatkan," kata Thomas dalam orasinya saat menerima penghargaan.

Informasi mencerdaskan, kata Thomas, adalah informasi yang memberi pengetahuan baru bagi publik. Dalam bidangnya, Thomas banyak memberikan informasi tentang misi ke Mars, pencarian kehidupan di Mars maupun tempat lain seperti Europa, satelit Jupiter.

Sementara, informasi yang menjelaskan adalah yang mampu menjawab keingintahuan publik, seperti tentang badai Matahari. Informasi yang bersifat mengingatkan adalah yang mampu memberikan prediksi, baik yang bersifat populer seperti fenomena alam ataupun yang penting seperti potensi perbedaan hari raya.

Lewat komunikasi publik, peneliti mampu membangun kesadaran masyarakat akan isu tertentu, mengajak masyarakat untuk juga ikut berpikir dan berpendapat. Dengan demikian, kepakaran peneliti mampu memberi dampak lebih pada masyarakat.

Thomas sendiri dalam perjalanan karirnya urut membangun kesadaran akan pentingnya penyatuan hari raya umat Islam. Seperti diketahui, jatuhnya Ramadan dan Lebaran saat ini sering berbeda akibat dikotomi hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan) hilal.

Dalam isu penyatuan hari raya, Thomas turut meramaikan diskusi publik lewat tulisan di media massa dan diskusi terbatas dengan organisasi keagamaan seperti nahadtul Ulama (NU) dan Muhammadyah. Penyatuan hari raya memang belum tercapai namun setidaknya lewat komunikasi publik masyarakat memahami akar permasalahannya.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Ilmuwan Ciptakan Jam Paling Akurat di Dunia


JAKARTA, KOMPAS.com — Ilmuwan AS menciptakan jam paling akurat di dunia. Jam ini mampu berdetak dengan tingkat variasi kurang dari dua bagian dalam satu kuintiliun detik atau 10 kali lebih baik daripada jam lain.

Jam paling akurat di dunia yang dibuat menggunakan elemen iterbium ini dapat digunakan untuk kemajuan teknologi melampaui ketepatan waktu, misalnya saja sebagai sistem navigasi, medan magnet, bahkan suhu.

"Kestabilan jam iterbium dapat membuka pintu bagi sejumlah aplikasi berguna yang membutuhkan ketepatan waktu tingkat tinggi," ujar Andrew Ludlow, fisikawan National Institute of Standards and Technology yang sekaligus menjadi penulis pendamping dalam publikasi penelitian ini seperti dikutip Sky News Australia, Jumat (23/8/2013).

Jam akurat ini menggunakan teknologi atom, berbeda dengan jam mekanik yang biasanya masih menggunakan bandul untuk menjaganya tetap tepat waktu. Dengan teknologi atom, sinyal elektromagnetik dari cahaya diemisikan pada frekuensi tertentu untuk memindahkan elektron ke dalam atom cesium.

Para fisikawan membangun jam iterbium ini dengan menggunakan 10.000 atom langka yang telah didinginkan dalam suhu 10 mikrokelvin (sepersepuluh juta derajat di atas nol mutlak) dan menjebaknya dalam kisi ruang optik yang dibuat dari sinar laser.

Sinar laser lain, yang menembakkan cahaya sebanyak 518 triliun, memicu terjadinya transisi antara dua tingkat energi pada atom. Jadi, stabilnya komponen pada jam iterbium bisa dikatakan sebagai konsekuensi dari banyaknya jumlah atom yang bekerja dalam sistem ini.

Sebelumnya, para teknisi harus menyamakan waktu dari jam yang baru dibuat dengan mengukur menggunakan jam NIST-F1, yakni sebuah jam yang dijadikan ukuran standar bagi masyarakat AS. Pengukuran harus dilakukan selama 400.000 detik (sekitar lima hari) untuk memastikan jam tersebut tepat waktu.

Berbeda dengan jam lain, jam iterbium hanya membutuhkan waktu satu detik untuk menyesuaikan diri sehingga dapat menjadi sebuah jam yang sangat akurat. Keberhasilan ini dipublikasikan di jurnal Science. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

\"Monster Laut\" Bertanduk Terdampar di Spanyol


KOMPAS.com — Jasad seekor "monster laut" terdampar di pantai Spanyol dan telah membuat bingung para ahli. Diberitakan The Cleveland Leader, Kamis (22/8/2013), hewan yang termasuk jenis ikan ini mempunyai panjang empat hingga lima meter dan tampak memiliki tanduk di kepalanya.

Ketika ditemukan terdampar pada pantai Luis Siret di Villaricos, Spanyol, tubuh binatang ini telah membusuk. Karena itulah, para ahli kesulitan untuk mengidentifikasi jenis dari makhluk ini.

Masyarakat lokal penasaran apakah binatang ini merupakan makhluk mitos yang berasal dari laut dalam. Banyak yang menduga jika ia adalah dinosaurus, raksasa laut, Loch Ness, atau ikan dayung.

Paco Toledano, juru bicara PROMAR Sea Life Defence Program, mengatakan bahwa mereka telah mengirim informasi mengenai jasad ini kepada ahli lain. Mereka berharap, para ahli dari tempat lain mampu mengidentifikasi makhluk ini.

Sementara itu, Dean Grubbs, ahli ikan dari Florida State University yang mengkhususkan diri pada spesies hiu, berpendapat bahwa jasad yang terdampar di Spanyol tersebut terlihat seperti jasad seekor hiu. Jenis makhluk yang terdampar ini masih terus diselidiki. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Tas Hermes Dibuat dengan Alat Mirip Perkakas Neanderthal

Written By Unknown on Kamis, 22 Agustus 2013 | 10.47


KOMPAS.com — Percayakah Anda tas kulit semahal Hermes dibuat dengan alat yang telah dipakai sejak zaman Neanderthal? Neanderthal adalah salah satu jenis manusia purba yang diduga hidup berdampingan dengan manusia modern di masa lampau sebelum akhirnya punah.

Fakta tersebut terungkap lewat penggalian yang dilakukan arkeolog di situs Neanderthal yang berusia 40.000 tahun. Arkeolog menemukan alat tulang bernama lissoir yang digunakan untuk mengolah kulit binatang sehingga lebih berkilau dan resisten terhadap air.

Lissoir semula dianggap hanya merupakan perkakas milik manusia modern. Penemuan lissoir di situs Neanderthal ini menunjukkan bahwa kerabat manusia modern tersebut juga sudah mampu menggunakan perkakas semacam lissoir.

Diberitakan Nature, Senin (12/8/2013), pecahan lissoir pertama kali ditemukan 10 tahun di Pech-de-l'Azé di wilayah Dordogne, barat daya Perancis. Marie Soressi, arkeolog dari Max Planck Institute for Evolutionary Anthropology di Leipzig, Jerman, adalah penemunya.

Setelah penemuan, Sorresi menghubungi pabrik Hermes di Paris dan menemukan bahwa para pekerja kulit di perusahaan tersebut menggunakan alat yang mirip lissoir. Ketika gambar perkakas tersebut ditunjukkan kepada para pekerja, mereka langsung mengenalinya.

Shannon McPherron yang juga rekan Soressi melakukan penelitian lanjutan di Pech-de-l'Azé dan wilayah lain di dekat Abri Peyrony. Mereka kembali menemukan lissoir. Hal ini memberi kepastian bahwa manusia Neanderthal memang telah menggunakan perkakas ini.

Lissoir bukanlah perkakas tulang Neanderthal yang ditemukan pertama kali. Namun, alat ini istimewa karena berbeda dengan perkakas tulang lain. Kebanyakan perkakas tulang dibuat berdasarkan salinan dari perkakas batu, tetapi lissoir tidak.

Lissoir adalah perkakas tulang yang mampu memanfaatkan sifat fisik tulang, yakni memiliki tekstur dan kemampuan untuk melengkung tanpa menghasilkan patahan. Tampaknya, Neanderthal membuat lissoir dari bahan tulang rusuk rusa yang panjang dan fleksibel.

Para peneliti tidak bisa memastikan apakah Neanderthal menggunakan perkakas tulang untuk memoles kulit. Meskipun demikian, McPherron menjumpai bahwa lissoir temuannya juga terpotong pada bagian ujungnya dan diduga dipakai untuk memoles kulit juga.

McPherron juga melakukan pengujian dengan membuat lissoir dan menggunakannya untuk menghaluskan kulit kering. Ternyata, ujung lissoir buatan para peneliti juga mengalami perubahan seperti pada lissoir milik Neanderthal.

Meski demikian, tetap ada keraguan bahwa lissoir memang dibuat oleh Neanderthal. Sebabnya, manusia tidak tinggal di Pech-de-l'Azé ataupun Abri Peyrony. Bagaimana mungkin manusia bisa belajar kalau tidak berinteraksi walaupun mungkin saja manusia dan Neanderthal membuat perkakas itu secara independen.

Untuk memastikan, McPherron akan menggali situs Neanderthal yang rentang usianya lebih tua. Situs Neanderthal yang digali untuk menemukan lissoir ini berusia antara 51.000-41.000 tahun, beririsan dengan pendudukan manusia modern di Eropa Barat 42.000 tahun lalu.

Dengan penggalian di situs arkeologi yang lebih tua, arkeolog mampu memastikan apakah memang lissoir diciptakan oleh Neanderthal. Jika terbukti, kecerdasan Neanderthal tidak bisa disepelekan. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Penyelamatan Observatorium Bosscha dari Polusi Cahaya Didorong


BANDUNG, KOMPAS.com — Observatorium Bosscha yang terletak di Lembang, kawasan Bandung utara, diupayakan diselamatkan dari ancaman polusi cahaya dan gangguan lingkungan. Masyarakat sekitar akan didorong memelopori kegiatan pemetaan potensi di kawasan Bosscha, terutama keunikan dan sejarah lingkungan.

Terkait itu, pada 17 Agustus 2013, dibentuk Komunitas Sahabat Bosscha (KSB) yang akan menjaga pelestarian Observatorium Bosscha. "Sebagai cagar budaya, Observatorium Bosscha harus dilindungi keberadaannya," kata Dewi Turgarini dari Humas Komunitas Sahabat Bosscha, Senin (19/8/2013), di Bandung. KSB diketuai budayawan Eka Budianta.

Pemberdayaan masyarakat di sekitar Bosscha perlu dilakukan untuk membantu upaya mengurangi polusi cahaya, terutama menyosialisasikan penggunaan tudung lampu. Kawasan hunian berikut aktivitas cahaya mengganggu operasional Bosscha dalam penelitian angkasa.

Mahaseno Putra, Kepala Departemen Astronomi Observatorium Bosscha, memaparkan, tahun 2004 Bosscha dinyatakan sebagai benda cagar budaya oleh pemerintah. Keberadaannya dilindungi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Selanjutnya, tahun 2008, pemerintah menetapkan Observatorium Bosscha sebagai salah satu "obyek vital nasional yang harus diamankan".

Bosscha berperan sebagai "rumah" bagi penelitian astronomi di Indonesia. Tahun 2012, Bosscha menerima kunjungan 60.000 orang. "Tentu Observatorium Bosscha merupakan aset negara dan dunia yang harus terus dipelihara dan dijaga agar tetap bekerja sesuai fungsinya," ujar Mahaseno.

Tanggung jawab bangsa

Mira P Gunawan, Dewan Pakar Badan Pelestari Pusaka Indonesia, memaparkan, Bosscha bukanlah milik ITB meski sejak 1959 dititipkan kepada ITB. Itu menjadikan Bosscha sebagai tanggung jawab bersama bangsa Indonesia. Di tingkat lokal perlu diperjuangkan agar Bosscha memiliki tata ruang yang memadai, antara lain area pengamatan astronomi yang bersih dalam radius 2 kilometer.

Perbaikan beragam sarana itu diperlukan agar Bosscha terus menjadi atraksi wisata edukasi berkelanjutan. Upaya ini, kata Mira, perlu dibarengi ketersediaan anggaran pemeliharaan.

Pada saat yang sama, potensi Bosscha juga perlu digali sebagai sumber inspirasi karya seni dan budaya bangsa selain menjaga keragaman dan melestarikan flora (magnolia, kastuba, dan lainnya) serta fauna di kawasan itu, berikut menikmati kuliner khas Lembang.

Ketua Program Studi Sarjana Magister ITB Taufiq Hidayat menambahkan, generasi mendatang perlu memproteksi perkembangan kearifan lokal bangsa dari ilham keastronomian. Menggali pusaka budaya astronomi bangsa Indonesia merupakan bagian dari aktivitas kemanusiaan. (DMU/KOMPAS CETAK)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

LIPI Mengukuhkan Dua Profesor Riset Baru


JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah mengukuhkan dua profesor riset baru pada Rabu (21/8/2013). Mereka adalah Prof Dr Iskandar Zulkarnain dari Deputi Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI dan Prof Dr Silvester Tursiloadi M Eng dari Pusat Penelitian Kimia LIPI.

Kedua profesor riset menyampaikan orasi ilmiah terkait bidangnya masing-masing. Iskandar menyampaikan orasi ilmiah dalam bidang geologi dan geofisika berjudul "Geokimia Batuan sebagai Jendela Proses Geologi Masa Lalu dan Lentera Pemandu Penemuan Endapan Logam".

Iskandar menyatakan bahwa riset geokimia batuan, yakni suatu pendekatan berbasis data kimia untuk identifikasi jenis batuan berdasarkan komposisi kimia yang dimilikinya, berpotensi untuk mengungkap sejarah geologi masa lalu.

"Dengan demikian, sejarah geologi wilayah tersebut akan dapat diketahui dan direkonstruksi," ujarnya.

Penelitian panjang yang Prof Dr Iskandar lakukan pada batuan-batuan vulkanik di Pulau Sumatera, mulai dari Provinsi Lampung di selatan hingga Provinsi Sumatera Utara, mengungkap fakta menarik mengenai pemahaman geologi di pulau ini.

"Selama ini orang menganggap Pulau Sumatera adalah sebuah material yang homogen bersifat benua. Karena itu mereka menganggap jika Sumatera adalah bagian tepi dari benua Eurasia," katanya.

Penelitian yang dilakukan Iskandar menunjukkan fakta berbeda. "Sumatera dibentuk oleh dua buah segmen yang berbeda karakter. Sebelah barat berkarakter busur kepulauan, yakni karakter yang terbentuk karena tabrakan samudera dengan samudera, sedangkan sebelah timur bersifat kontinen (benua)," tambahnya.

Iskandar juga memaparkan bahwa riset geokimia juga berguna untuk memandu manusia menemukan endapan logam secara lebih efektif sehingga menghemat waktu, usaha, dan biaya.

Iskandar menyatakan, geokimia batuan memungkinkan manusia menemukan endapan logam hanya dengan menggunakan sistem sampling tanpa perlu melakukan eksplorasi detail terlebih dahulu.

Jika hasil analisis menunjukkan adanya potensi logam pada tempat ditemukannya batuan tersebut, maka eksplorasi dapat dilanjutkan. Sebaliknya, jika ternyata wilayah itu tidak berpotensi, maka lokasi tersebut dapat ditinggalkan untuk menemukan lokasi lain yang lebih berpotensi.

Sementara itu, Silvester menyampaikan orasi ilmiah berjudul "Nanoteknologi untuk Sintesis Katalis Aerogel Mesopori".

Material mesopori adalah salah satu jenis material berpori yang memikiki karakteristik menarik dan bisa diaplikasikan dalam banyak bidang. Material berpori adalah material nano yang rasio luas permukaan atau volumenya bisa naik berlipat-lipat, baik diaplikasikan sebagai katalis.

Material mesopori seperti aerogel mempunyai banyak keunggulan dibanding material berpori lain, mikropori dan makropori. Materi ini punya luas permukaan yang besar, yaitu bisa lebih dari 1000 m2/gr, porositas terbuka dari 80 hingga 99,9 persen dengan ukuran pori-pori 10-20 nm.

Aerogel juga memiliki konduktivitas terendah jika dibandingkan dengan material manapun, yakni di bawah 100 meter per detik, tiga kali lebih rendah dari kecepatan suara yang mencapai 343 meter per detik. Bahkan material ini dikatakan memiliki berat hanya tiga kali lipat dari berat udara.

"Dengan sifat-sifat yang menarik itu, aerogel dapat digunakan dalam berbagai bidang seperti elektronik, kedokteran, farmasi, konstruksi, tekstil, keramik, energi, industri makanan, katalis, badan mobil, kapal laut, kapal terbang, kendaraan luar angkasa, dan lain-lain," ungkap Silvester.

Prof Dr Lukman Hakim, kepala LIPI sekaligus Ketua Majelis Pengukuhan Profesor Riset, menyatakan, Iskandar dan Tursiloadi adalah profesor riset ke 408 dan 409 dari total lebih kurang 8200 peneliti di Indonesia. Sementara bagi LIPI, mereka secara berturut-turut adalah profesor riset ke 106 dan 107 dari total peneliti LIPI yang berjumlah 1525 orang. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Fenomena Gerhana Bulan di Mars Diabadikan

Written By Unknown on Rabu, 21 Agustus 2013 | 10.47


KOMPAS.com — Satu tahun berada di Mars, Curiosity kembali menyuguhkan pemandangan berharga. Kali ini, wahana berbiaya 2 miliar dollar AS itu menyuguhkan pemandangan gerhana Bulan di Mars.

Mars memiliki dua buah satelit, atau bisa juga disebut bulan, yang mengorbitnya. Satelit yang besar bernama Phobos dan yang kecil bernama Deimos.

Gerhana bulan di Mars yang dipotret istimewa karena bukan terjadi karena bulan ditutupi bayangan planet seperti di Bumi. Gerhana ini terjadi karena bulan satu menutupi bulan lain, Phobos menutupi Deimos.

Diberitakan Daily Mail, Senin (19/8/2013), Curiosity berhasil mengabadikan momen ketika Phobos melintas di depan Deimos dalam 41 foto dan video berdurasi 30 detik.

Foto dan video gerhana yang direkam pada 1 Agustus 2013 ini ditangkap oleh salah satu perangkat kamera Curiosity yang bernama Mastcam.

Bukan cuma menyuguhkan pemandangan gerhana di Mars, foto dan video juga bisa menguak lebih banyak misteri soal Phobos dan Deimos, di antaranya tentang lubang pada dua bulan itu dan orbitnya.

"Tujuan utama dari video ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan mengenai orbit sehingga kita bisa mengukur pengaruh Phobos pada pasang di permukaan padat Mars, memberikan pengetahuan tentang interior Mars," kata Mark Lemmon dari Texas A&M University.

"Kami juga mendapatkan data yang cukup untuk mendeteksi variasi massa jenis Phobos serta kemungkinan apakah orbit Deimos berubah secara sistematik," tambahnya.

Phobos diketahui bergerak secara perlahan mendekati Mars. Sebaliknya, orbit Deimos justru secara bertahap bergerak menjauhi Mars.

Phobos memiliki ukuran yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan Bulan yang dimiliki Bumi. Diameter Phobos hanya 22 kilometer, atau tidak sampai satu persen dari bulan yang memiliki diameter lebih kurang 3.476 kilometer.

Meskipun ukuran Phobos jauh lebih kecil daripada Bulan, tetapi ukuran Phobos yang dilihat dari Mars akan tampak seperti setengah ukuran bulan yang terlihat dari Bumi. Hal ini disebabkan oleh jarak Phobos ke Mars yang hanya sekitar 5.955 kilometer. Lebih dekat puluhan kali lipat dari jarak Bulan ke Bumi yang mencapai 384.633 kilometer.

Dr Lemmon dan rekannya menyatakan bahwa gerhana bulan di Mars terlihat sesaat setelah Curiosity diaktifkan untuk mengirimkan data kepada NASA's Mars Reconnaissance Orbiter di Bumi. Hal ini membuat pengamatan Curiousity tidak menghabiskan banyak energi.

Sampai saat ini Curiosity sudah melengkapi data hingga lebih dari 190 gigabit. Curiosity juga telah mengirimkan 36.700 foto lengkap serta 35.000 foto thumbnail. Selain itu, Curiosity juga telah menembakkan 75.000 laser untuk menyelidiki komposisi suatu obyek dan mengumpulkan serta menganalisis sampel material dari dua batuan.

Selama satu tahun di Mars, Curiosity telah berjalan lebih dari satu kilometer. Ia sempat menghabiskan waktu sekitar enam bulan untuk menganalisis batuan di wilayah Gale Crater, yakni sebuah lokasi yang diyakini memiliki berbagai elemen pendukung kehidupan mikroba.

Kini Curiosiy telah bergerak sejauh 700 meter dari tempat tersebut untuk melanjutkan perjalanan panjang menuju Gunung Sharp. Di tempat ini, Curiosity akan menganalisis lapisan terendah dari gunung yang menjulang setinggi 5,6 kilometer di tengah Gale Crater.

Analisis pada lapisan batuan Gunung Sharp diyakini mampu membantu para peneliti mengungkap perubahan lingkungan yang terjadi di Mars dari waktu ke waktu. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

75 Jenis Wayang Punah


JAKARTA, KOMPAS.com — Sekitar 75 jenis wayang yang menjadi kekayaan budaya Indonesia kini telah punah. Hanya sekitar 25 jenis wayang yang saat ini masih bertahan dengan jumlah komunitas dan penonton cukup banyak.

Semestinya, dengan diakuinya wayang oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) sebagai mahakarya dunia yang tak ternilai dalam seni bertutur (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity) pada 2003, wayang bisa lebih berkembang di Tanah Air. Kenyataannya, pemerintah belum memiliki arah dan strategi yang jelas dalam pengembangan wayang.

"Pada masa Orde Baru, institusi pemerintah, mulai dari Istana hingga pemerintahan desa, sering mementaskan wayang. Kini, kami seperti dibiarkan sendiri," kata Ketua Umum Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Ekotjipto saat berkunjung ke Redaksi Kompas di Jakarta, Selasa (20/8/2013).

Selain kurangnya perhatian pemerintah, perkembangan zaman telah membawa perubahan kebudayaan dan peradaban sehingga wayang yang merupakan kesenian tradisional semakin ditinggalkan. Tak heran beberapa jenis wayang punah dan tak bisa lagi ditonton masyarakat, seperti wayang suket, wayang klitik, wayang krucil, wayang gedog, dan wayang beber.

Adapun wayang yang masih digemari masyarakat sehingga masih cukup eksis antara lain wayang kulit purwa Jawa dengan berbagai gaya, baik Surakarta, Yogyakarta, Jawa Timuran, Banyumasan, Cirebonan, maupun Betawi. Begitu pula wayang golek Sunda, wayang Bali, dan wayang sasak Lombok masih banyak penggemarnya.

Meski penggemar wayang menurun, kata Ekotjipto, animo masyarakat untuk terjun ke dunia pedalangan cukup tinggi. Ini ditunjukkan dengan banyaknya peserta pada setiap lomba pencarian bibit dalang yang digelar Pepadi.

"Peminat paling banyak justru untuk dalang anak-anak dan remaja," kata Ekotjipto.

Upaya yang dapat dilakukan agar wayang terhindar dari kepunahan antara lain dengan memasukkan wayang dalam pendidikan formal. Selain itu, juga memasukkan wayang dalam perangkat komunikasi modern sehingga mudah dijangkau anak-anak atau generasi muda.

Saat ini terdapat 15.000 seniman pedalangan yang masih eksis. Sementara jumlah dalang di seluruh Indonesia tercatat 6.000 orang.

46 negara ikut WWPC

Dalam upaya pelestarian wayang, Pepadi bekerja sama dengan Yayasan Arsari Djojohadikusumo akan menggelar Wayang World Puppet Carnival (WWPC) 2013 pada 1-8 September mendatang. Ajang tersebut merupakan festival wayang internasional yang diikuti 46 negara dengan 64 penampil.

Widia Djatiningrum dari Divisi Komunikasi WWPC 2013 menuturkan, para penampil, antara lain, datang dari Turki, Bolivia, Amerika Serikat, Spanyol, Italia, Kolombia, Thailand, Brasil, dan Indonesia. Dari Indonesia akan tampil lima dalang dari berbagai wilayah yang kesemuanya merupakan dalang muda.

Selain pergelaran wayang, ditampilkan pula video dan film tentang pertunjukan wayang dari lima negara. Pergelaran wayang akan dilakukan di Museum Nasional, Jakarta, dan Usmar Ismail Hall, Kuningan, Jakarta. Digelar juga wayang semalam suntuk di Taman Monas, Jakarta.

Berkaitan dengan WWPC, juga digelar seminar tentang wayang di lima perguruan tinggi negeri di Medan, Surabaya, Mataram, dan Yogyakarta. (DOE/KOMPAS CETAK)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Penyelamatan Observatorium Bosscha dari Polusi Cahaya Didorong


BANDUNG, KOMPAS.com — Observatorium Bosscha yang terletak di Lembang, kawasan Bandung utara, diupayakan diselamatkan dari ancaman polusi cahaya dan gangguan lingkungan. Masyarakat sekitar akan didorong memelopori kegiatan pemetaan potensi di kawasan Bosscha, terutama keunikan dan sejarah lingkungan.

Terkait itu, pada 17 Agustus 2013, dibentuk Komunitas Sahabat Bosscha (KSB) yang akan menjaga pelestarian Observatorium Bosscha. "Sebagai cagar budaya, Observatorium Bosscha harus dilindungi keberadaannya," kata Dewi Turgarini dari Humas Komunitas Sahabat Bosscha, Senin (19/8/2013), di Bandung. KSB diketuai budayawan Eka Budianta.

Pemberdayaan masyarakat di sekitar Bosscha perlu dilakukan untuk membantu upaya mengurangi polusi cahaya, terutama menyosialisasikan penggunaan tudung lampu. Kawasan hunian berikut aktivitas cahaya mengganggu operasional Bosscha dalam penelitian angkasa.

Mahaseno Putra, Kepala Departemen Astronomi Observatorium Bosscha, memaparkan, tahun 2004 Bosscha dinyatakan sebagai benda cagar budaya oleh pemerintah. Keberadaannya dilindungi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Selanjutnya, tahun 2008, pemerintah menetapkan Observatorium Bosscha sebagai salah satu "obyek vital nasional yang harus diamankan".

Bosscha berperan sebagai "rumah" bagi penelitian astronomi di Indonesia. Tahun 2012, Bosscha menerima kunjungan 60.000 orang. "Tentu Observatorium Bosscha merupakan aset negara dan dunia yang harus terus dipelihara dan dijaga agar tetap bekerja sesuai fungsinya," ujar Mahaseno.

Tanggung jawab bangsa

Mira P Gunawan, Dewan Pakar Badan Pelestari Pusaka Indonesia, memaparkan, Bosscha bukanlah milik ITB meski sejak 1959 dititipkan kepada ITB. Itu menjadikan Bosscha sebagai tanggung jawab bersama bangsa Indonesia. Di tingkat lokal perlu diperjuangkan agar Bosscha memiliki tata ruang yang memadai, antara lain area pengamatan astronomi yang bersih dalam radius 2 kilometer.

Perbaikan beragam sarana itu diperlukan agar Bosscha terus menjadi atraksi wisata edukasi berkelanjutan. Upaya ini, kata Mira, perlu dibarengi ketersediaan anggaran pemeliharaan.

Pada saat yang sama, potensi Bosscha juga perlu digali sebagai sumber inspirasi karya seni dan budaya bangsa selain menjaga keragaman dan melestarikan flora (magnolia, kastuba, dan lainnya) serta fauna di kawasan itu, berikut menikmati kuliner khas Lembang.

Ketua Program Studi Sarjana Magister ITB Taufiq Hidayat menambahkan, generasi mendatang perlu memproteksi perkembangan kearifan lokal bangsa dari ilham keastronomian. Menggali pusaka budaya astronomi bangsa Indonesia merupakan bagian dari aktivitas kemanusiaan. (DMU/KOMPAS CETAK)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Kelinci Transgenik Bercahaya bak Kunang-kunang

Written By Unknown on Selasa, 20 Agustus 2013 | 10.47


KOMPAS.com — Sekelompok kelinci yang lahir di University of Istanbul, Turki, berbeda dengan kelinci pada umumnya. Rekayasa genetika membuat kelinci tersebut mampu menyala dalam gelap.

Kelinci mampu menyala dalam gelap sebab peneliti dari universitas tersebut menyisipkan gen ubur-ubur. Gen ubur-ubur menghasilkan protein yang membuat hewan mampu bercahaya jika terpapar sinar ultraviolet.

Penyisipan gen ubur-ubur bukan tanpa tujuan. Dengan penyisipan ini, peneliti ingin mengetahui apakah material genetik tertentu dari satu hewan berhasil disisipkan pada hewan lain.

Sebagai contoh, penyisipan gen ubur-ubur membantu eksperimen Mayo Clinic mengetahui kesuksesan rekayasa kucing yang resisten feline immunodeficiency virus (FIV).

Diberitakan Foxnews, Kamis (15/8/2013), dalam eksperimen, peneliti Mayo Clinic menyisipkan gen pembawa protein yang membuat kucing resisten terhadap FIV.

Tanpa gen ubur-ubur, peneliti akan kesulitan mengetahui apakah kucing hasil eksperimen benar-benar telah resisten terhadap FIV. Gen ubur-ubur berfungsi seperti penanda resistensi itu.

Dalam konteks kelinci, penyisipan gen ubur-ubur bisa membatu peneliti melakukan rekayasa genetika kelinci sehingga bisa dimanfaatkan sebagai "pabrik obat".

Gen tertentu bisa disisipkan pada kelinci sehingga hewan itu menghasilkan molekul tertentu yang dibutuhkan. Molekul bisa dipanen dari air susu. Molekul itu sendiri bisa berupa obat-obatan.

Dengan membuat kelinci bercahaya, peneliti mampu membedakan kelinci yang sudah membawa gen yang disisipkan dan yang tidak.

Pemanfaatan kelinci efektif untuk menghasilkan molekul tertentu. Produksi molekul menggunakan kelinci, seperti dikatakan, lebih murah daripada produksi secara kimia di pabrik.

Gen ubur-ubur, selain pada kelinci dan kucing, juga pernah disisipkan pada babi dan anjing. Peneliti dari University of Hawaii dan Marmara University juga terlibat eksperimen ini. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Asal Usul Sungai Gas di Dekat Bimasakti Terkuak


KOMPAS.com — Dengan menggunakan teleskop Hubble, astronom berhasil mengungkap sumber aliran "Sungai Magellan".

Meski disebut sungai, Sungai Magellan sama sekali tidak terdiri atas air. Sungai Magellan tersusun atas gas yang berbentuk pita panjang. Struktur ini pertama kali ditemukan pada tahun 1970-an.

Data Hubble mengungkap bahwa aliran gas Sungai Magellan berasal dari Awan Magellan Besar dan Awan Magellan Kecil, dua galaksi kecil atau satelit galaksi yang berada di dekat Bimasakti.

Diberitakan Livescience, Jumat (9/8/2013), data terbaru Hubble juga menguak bahwa Sungai Magellan itu tidak terbentuk secara sekaligus.

Sebagian Sungai Magellan terbentuk dari material di Awan Magellan Kecil sekitar 2 miliar tahun lalu, sementara sebagian lain masih relatif baru terbentuk.

Astronom mengungkap asal mula aliran gas tersebut setelah melakukan pengukuran atas kemelimpahan unsur berat di enam lokasi berbeda di aliran itu.

Pengukuran dilakukan dengan salah satu instrumen teleskop Hubble yang bernama Hubble Cosmic Origins Spectrograph. Instrumen bekerja dengan mendeteksi sifat unsur dalam menyerap ultraviolet.

Terungkap, sebagian besar dari aliran miskin oksigen dan belerang sesuai dengan karakteristik galaksi Awan Magellan Kecil.

Di sisi lain, peneliti dikejutkan dengan kandungan belerang yang lebih tinggi pada bagian aliran yang dekat dengan Awan Magellan Besar.

"Kami menemukan jumlah unsur berat yang konsisten dalam aliran itu sampai di dekat Awan Magellan, di mana unsur berat meningkat," kata Andrew Fox dari Space Telescope Science Institute, Maryland.

"Komposisi pada bagian pusat sungai sangat mirip dengan Awan Magellan Besar menunjukkan bahwa bagian itu terbentuk dari material di galaksi itu baru-baru ini," imbuh Fox.

Menurut Fox, studi ini membantu para peneliti mengetahui bagaimana galaksi besar memengaruhi satelit galaksi di sekitarnya.

Penelitian ini nantinya akan membantu mengungkap bagaimana Bimasakti mengisap gas di galaksi kecil di sekitarnya sehingga bisa membuat bintang baru.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Bungker Jepang Itu \"Terselip\" di Purworejo


KOMPAS.com
- Antara tahun 1942-43, Jepang membangun bungker di perbukitan Kalimoro. Hingga kini, sisa-sisa peninggalan milter Jepang tersebut masih ada.

Terletak di Purworejo, Jawa Tengah, sekitar 40 kilometer sebelah barat kota Yogyakarta. Posisi bungker tepatnya di Dusun Bapangsar, Desa Krendetan, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo. Jalan menuju lokasi berliku mengitari kontur Bukit Kalimoro.

Kondisi jalan sudah diaspal sehingga memudahkan akses menuju situs. Persawahan yang subur menjadi pintu gerbang Bukit Kalimoro. Selanjutnya, perjalanan menuju situs ditemani pohon-pohon jati yang menjadi sumber penghasilan bagi sebagian penduduk.

Saat ini baru ditemukan sedikitnya lima bungker sisa peninggalan Jepang di wilayah perbukitan tersebut dari perkiraan 20-an bungker yang ada.

Semua bungker dan pillbox menghadap ke Pantai Congot, mirip pertahanan Jepang di Gunung Suribachi dalam pertempuran Iwo Jima.

Selain bungker pertahanan, juga ditemukan kolam penampungan air beserta saluran air dan semacam ruang pengendalian air. Semua bangunan didirkan dengan konstruksi beton bertulang.

Dari pillbox di Kalimoro, tentara Jepang bisa memantau pantai selatan Purworejo. Garis pantai terlihat jelas, sehingga memudahkan identifikasi pasukan artileri dari kemungkinan aktivitas penyusupan musuh dari garis pantai.

*Kisah ini pernah dituliskan untuk Majalah Angkasa edisi Perang Asia Timur Raya.
(Mahandis Y. Thamrin/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Indonesia Gondol Emas dalam Olimpiade Astronomi Internasional

Written By Unknown on Jumat, 16 Agustus 2013 | 10.47


JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Indonesia kembali mengharumkan nama bangsa dalam ilmu pengetahuan. Mereka menggondol medali emas dan penghargaan lain dalam International Olympiad on Astronomy and Astrophysics (IOAA) yang diselenggarakan di Volos, 27 Juli - 5 Agustus 2013.

Penghargaan yang berhasil diraih adalah medali emas (David Orlando Kurniawan), perak (Marcelina Viana), perunggu (M Imam Adli), 2 Honorable Mention (Rizki Wahyu Pangestu dan R Aryo Tri Adhimukti), dan 1 medali perunggu untuk team competition.

M Ikbal Arifyanto dari Departemen Astronomi, Institut Teknologi Bandung (ITB) yang ikut mendampingi siswa menuturkan, Indonesia hanya mengirimkan satu tim dalam lomba ini. Anggota tim harus mengikuti sekian perlombaan, baik pengerjaan soal maupun pengamatan astronomi, secara perseorangan dan tim.

Untuk tes perorangan, ada tiga jenis. Pertama, mengerjakan 15 soal teori yang seluruhnya esai. Ronde kedua, peserta mengerjakan soal analisis, terdiri dari 3 soal yang dikerjakan dengan kertas grafik dan 1 soal dengan komputer. Untuk tes observasi, siswa diminta mengamati langit malam.

"Untuk kompetisi tim tugasnya adalah menjawab 180 soal astronomi dalam bentuk teka-teki silang. Yang dinilai adalah lengkapnya jawaban dan waktu," kata Ikbal dalam percakapan lewat Facebook dengan Kompas.com, Selasa (6/8/2013).

Penghargaan dalam IOAA bukan baru sekali ini didapatkan. Tahun 2008, Indonesia berhasil meraih 2 medali emas. Beberapa tahun kemudian, walau absen tak meraih emas, Indonesia tetap meraih medali perak dan perunggu. Prestasi kali ini mengulang kejayaan pada tahun 2008.

Ikbal mengungkapkan bahwa penghargaan ini menunjukkan bahwa siswa-siswa Indonesia punya potensi dalam bidang astronomi dan astrifisika, walaupun mata pelajaran tersebut secara khusus tidak ada di level SMA. Jumlah siswa yang punya kegiatan astronomi juga relatif sedikit.

Ikbal mengharapkan, astronomi kembali mendapatkan perhatian di sekolah menengah. "Kami ingin ada pelajaran bumi dan antariksa lagi di SMA, yang dulu sebenarnya sempat ada namun lalu hilang," kata Ikbal.

Ikbal berharap, anak-anak muda di Indonesia bisa menyenangi astronomi. Astronomi penting bukan cuma lantaran Indonesia perlu punya astronom melainkan juga karena astronomi mampu mengajak generasi muda untuk berpikir ilmiah.

"Yang penting cara berpikir sainsnya yang utama jadi terwarisi ke generasi muda. Cara berpikirnya, imajinasinya, cara memandang alam dengan sains, bukan dengan doktrin," pungkas Ikbal.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Jangan Lewatkan, Puncak Hujan Meteor Perseids 12-13 Agustus 2013


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Seperti tahun-tahun sebelumnya, hujan meteor Perseids akan kembali meramaikan langit malam. Tahun ini, puncak hujan meteor Perseids diperkirakan terjadi antara 12 dan 13 Agustus 2013.

Batuan angkasa yang masuk ke Bumi akan terbakar dan terlihat sebagai kilatan cahaya. Jika beruntung, maka kita bisa melihat komet berukuran besar yang menghasilkan bola api dan bercahaya terang.

"Menurut Bill Cooke dari Divisi Meteroid di NASA, selama pengamatan malam itu kita akan dapat menyaksikan juraian cahaya meteor antara 60 dan 100 meteor setiap jamnya," tulis Mutoha Arkanuddin dari Jogja Astro Club di blognya, Sabtu (10/8/2013).

Menurut Mutoha, Perseids termasuk fenomena hujan meteor terbesar tahun ini. Peluang untuk melihat kilatan-kilatan cahaya meteor pun kali ini lebih besar karena bulan sedang memasuki fase bulan baru sehingga tak ada gangguan cahaya.

"Justru yang menjadi ancaman adalah kondisi atmosfer di lokasi observasi seperti awan, mendung atau bahkan hujan walaupun sekarang sebenarnya masih musim kemarau," ujar Mutoha.

Meteor-meteor Perseids adalah serpihan Komet Swift-Tuttle yang pernah melintas dekat Bumi. Komet tersebut kali pertama diamati pada 1862 oleh astronom AS, Lewis Swift dan Horace Tuttle.

Hasil pengukuran diketahui bahwa komet tersebut memiliki periode orbit 130 tahun. Komet kali terakhir mendekati Bumi pada tahun 1992 dan diperkirakan akan kembali tahun 2126.

Nama Perseids digunakan karena radian munculnya meteor akan berada dekat Rasi Perseus. Pada puncaknya tanggal 12-13 Agustus 2013 lepas tengah malam, Rasi Perseus berada di langit timur laut.

"Titik yang disebut sebagai Radiant ini berada sedikit di sebelah utara Mirfak, bintang paling terang di rasi Perseus. Sementara itu di sebelah selatannya, kita juga akan bisa menyaksikan Pleiades, gugusan bintang yang terlihat seperti gumpalan kabut kecil yang orang Jawa menyebutnya Kartika. Sedikit ke selatannya lagi kita akan melihat konfigurasi bintang yang dinamakan Rasi Orion yang terdiri atas 4 bintang yang membentuk segi empat dan 3 bintang yang berjajar di tengahnya. Rasi Orion dalam budaya Jawa dinamakan 'Lintang Waluku'," urai Mutoha.

Berdoa saja langit cerah dan jangan lewatkan hujan meteor Perseids.

Editor : Tri Wahono


10.47 | 0 komentar | Read More

Hujan Meteor Perseid Malam Ini Juga Bisa \"Dilihat\" lewat Radio


KOMPAS.com — Pada Senin (12/8/2013) malam ini hingga Selasa (13/8/2013) dini hari, hujan meteor Perseid memuncak. Sejumlah 100 meteor bisa disaksikan setiap jamnya dan diprediksi banyak meteor akan berupa bola api, lebih besar dan terang daripada meteor biasa.

Namun, bagaimana bila langit mendung? Bisakah manusia di Bumi menyadari meteor-meteor yang tiba di atmosfer Bumi?

Umumnya, diketahui bahwa bila langit mendung, manusia takkan bisa melihat hujan meteor. Namun, seperti diberitakan Discovery, Senin (5/8/2013), hujan meteor ternyata bisa "dilihat" dengan radio. Bagaimana caranya?

Mudah. Langkah pertama adalah mencari frekuensi dari stasiun radio FM tertentu yang bisa ditangkap di tempat lain berjarak 1.000 kilometer, tetapi tidak bisa ditangkap dari tempat Anda.

Tepat saat puncak hujan meteor, setel pada frekuensi tersebut lalu dengarkan baik-baik. Saat meteor datang, Anda akan menyadari ada suara desis. Saat-saat tertentu, mungkin akan ada suara ledakan atau suara seperti peluit ditiup.

Kehadiran meteor bisa ditangkap radio sebab meteor mengionisasi gas saat masuk ke atmosfer, menciptakan jejak ionisasi. Gelombang radio memantulkan jejak itu sehingga bisa ditangkap dalam bentuk bunyi.

Dengan cara ini, kehadiran meteor bisa disadari dengan cara alternatif, bukan dengan melihatnya secara langsung, melainkan dengan mendengarkannya. Dengan cara ini pula, pengamatan meteor bisa dilakukan di tempat yang nyaman, seperti dari dalam mobil atau teras rumah.

Hujan meteor Perseid telah diamati sejak 2.000 tahun yang lalu. Hujan meteor kali ini berasal dari partikel debu yang sudah berusia 1.000 tahun.

Hujan meteor Perseid sendiri terjadi ketika Bumi melewati wilayah yang padat partikel debu sisa komet Swift Tuttle. Hujan meteor ini tampak seolah-olah berasal dari rasi Perseus sehingga dinamai hujan meteor Perseid.

Meteor dalam hujan meteor ini akan bergerak dengan kecepatan 60 km/detik, jauh lebih cepat dari gerak peluru yang cuma 1 km/detik.

Siap menikmati hujan meteor Perseid dan mencoba cara baru dalam "menyaksikannya"? Baik dengan cara pengamatan langsung maupun menggunakan radio, waktu paling tepat untuk melakukannya adalah saat dini hari. Cari tempat yang lapang, gelap, dan cukup tenang sehingga kehadiran meteor bisa dengan lebih mudah disaksikan. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Indonesia Gondol Emas dalam Olimpiade Astronomi Internasional

Written By Unknown on Kamis, 15 Agustus 2013 | 10.47


JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Indonesia kembali mengharumkan nama bangsa dalam ilmu pengetahuan. Mereka menggondol medali emas dan penghargaan lain dalam International Olympiad on Astronomy and Astrophysics (IOAA) yang diselenggarakan di Volos, 27 Juli - 5 Agustus 2013.

Penghargaan yang berhasil diraih adalah medali emas (David Orlando Kurniawan), perak (Marcelina Viana), perunggu (M Imam Adli), 2 Honorable Mention (Rizki Wahyu Pangestu dan R Aryo Tri Adhimukti), dan 1 medali perunggu untuk team competition.

M Ikbal Arifyanto dari Departemen Astronomi, Institut Teknologi Bandung (ITB) yang ikut mendampingi siswa menuturkan, Indonesia hanya mengirimkan satu tim dalam lomba ini. Anggota tim harus mengikuti sekian perlombaan, baik pengerjaan soal maupun pengamatan astronomi, secara perseorangan dan tim.

Untuk tes perorangan, ada tiga jenis. Pertama, mengerjakan 15 soal teori yang seluruhnya esai. Ronde kedua, peserta mengerjakan soal analisis, terdiri dari 3 soal yang dikerjakan dengan kertas grafik dan 1 soal dengan komputer. Untuk tes observasi, siswa diminta mengamati langit malam.

"Untuk kompetisi tim tugasnya adalah menjawab 180 soal astronomi dalam bentuk teka-teki silang. Yang dinilai adalah lengkapnya jawaban dan waktu," kata Ikbal dalam percakapan lewat Facebook dengan Kompas.com, Selasa (6/8/2013).

Penghargaan dalam IOAA bukan baru sekali ini didapatkan. Tahun 2008, Indonesia berhasil meraih 2 medali emas. Beberapa tahun kemudian, walau absen tak meraih emas, Indonesia tetap meraih medali perak dan perunggu. Prestasi kali ini mengulang kejayaan pada tahun 2008.

Ikbal mengungkapkan bahwa penghargaan ini menunjukkan bahwa siswa-siswa Indonesia punya potensi dalam bidang astronomi dan astrifisika, walaupun mata pelajaran tersebut secara khusus tidak ada di level SMA. Jumlah siswa yang punya kegiatan astronomi juga relatif sedikit.

Ikbal mengharapkan, astronomi kembali mendapatkan perhatian di sekolah menengah. "Kami ingin ada pelajaran bumi dan antariksa lagi di SMA, yang dulu sebenarnya sempat ada namun lalu hilang," kata Ikbal.

Ikbal berharap, anak-anak muda di Indonesia bisa menyenangi astronomi. Astronomi penting bukan cuma lantaran Indonesia perlu punya astronom melainkan juga karena astronomi mampu mengajak generasi muda untuk berpikir ilmiah.

"Yang penting cara berpikir sainsnya yang utama jadi terwarisi ke generasi muda. Cara berpikirnya, imajinasinya, cara memandang alam dengan sains, bukan dengan doktrin," pungkas Ikbal.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Jangan Lewatkan, Puncak Hujan Meteor Perseids 12-13 Agustus 2013


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Seperti tahun-tahun sebelumnya, hujan meteor Perseids akan kembali meramaikan langit malam. Tahun ini, puncak hujan meteor Perseids diperkirakan terjadi antara 12 dan 13 Agustus 2013.

Batuan angkasa yang masuk ke Bumi akan terbakar dan terlihat sebagai kilatan cahaya. Jika beruntung, maka kita bisa melihat komet berukuran besar yang menghasilkan bola api dan bercahaya terang.

"Menurut Bill Cooke dari Divisi Meteroid di NASA, selama pengamatan malam itu kita akan dapat menyaksikan juraian cahaya meteor antara 60 dan 100 meteor setiap jamnya," tulis Mutoha Arkanuddin dari Jogja Astro Club di blognya, Sabtu (10/8/2013).

Menurut Mutoha, Perseids termasuk fenomena hujan meteor terbesar tahun ini. Peluang untuk melihat kilatan-kilatan cahaya meteor pun kali ini lebih besar karena bulan sedang memasuki fase bulan baru sehingga tak ada gangguan cahaya.

"Justru yang menjadi ancaman adalah kondisi atmosfer di lokasi observasi seperti awan, mendung atau bahkan hujan walaupun sekarang sebenarnya masih musim kemarau," ujar Mutoha.

Meteor-meteor Perseids adalah serpihan Komet Swift-Tuttle yang pernah melintas dekat Bumi. Komet tersebut kali pertama diamati pada 1862 oleh astronom AS, Lewis Swift dan Horace Tuttle.

Hasil pengukuran diketahui bahwa komet tersebut memiliki periode orbit 130 tahun. Komet kali terakhir mendekati Bumi pada tahun 1992 dan diperkirakan akan kembali tahun 2126.

Nama Perseids digunakan karena radian munculnya meteor akan berada dekat Rasi Perseus. Pada puncaknya tanggal 12-13 Agustus 2013 lepas tengah malam, Rasi Perseus berada di langit timur laut.

"Titik yang disebut sebagai Radiant ini berada sedikit di sebelah utara Mirfak, bintang paling terang di rasi Perseus. Sementara itu di sebelah selatannya, kita juga akan bisa menyaksikan Pleiades, gugusan bintang yang terlihat seperti gumpalan kabut kecil yang orang Jawa menyebutnya Kartika. Sedikit ke selatannya lagi kita akan melihat konfigurasi bintang yang dinamakan Rasi Orion yang terdiri atas 4 bintang yang membentuk segi empat dan 3 bintang yang berjajar di tengahnya. Rasi Orion dalam budaya Jawa dinamakan 'Lintang Waluku'," urai Mutoha.

Berdoa saja langit cerah dan jangan lewatkan hujan meteor Perseids.

Editor : Tri Wahono


10.47 | 0 komentar | Read More

Hujan Meteor Perseid Malam Ini Juga Bisa \"Dilihat\" lewat Radio


KOMPAS.com — Pada Senin (12/8/2013) malam ini hingga Selasa (13/8/2013) dini hari, hujan meteor Perseid memuncak. Sejumlah 100 meteor bisa disaksikan setiap jamnya dan diprediksi banyak meteor akan berupa bola api, lebih besar dan terang daripada meteor biasa.

Namun, bagaimana bila langit mendung? Bisakah manusia di Bumi menyadari meteor-meteor yang tiba di atmosfer Bumi?

Umumnya, diketahui bahwa bila langit mendung, manusia takkan bisa melihat hujan meteor. Namun, seperti diberitakan Discovery, Senin (5/8/2013), hujan meteor ternyata bisa "dilihat" dengan radio. Bagaimana caranya?

Mudah. Langkah pertama adalah mencari frekuensi dari stasiun radio FM tertentu yang bisa ditangkap di tempat lain berjarak 1.000 kilometer, tetapi tidak bisa ditangkap dari tempat Anda.

Tepat saat puncak hujan meteor, setel pada frekuensi tersebut lalu dengarkan baik-baik. Saat meteor datang, Anda akan menyadari ada suara desis. Saat-saat tertentu, mungkin akan ada suara ledakan atau suara seperti peluit ditiup.

Kehadiran meteor bisa ditangkap radio sebab meteor mengionisasi gas saat masuk ke atmosfer, menciptakan jejak ionisasi. Gelombang radio memantulkan jejak itu sehingga bisa ditangkap dalam bentuk bunyi.

Dengan cara ini, kehadiran meteor bisa disadari dengan cara alternatif, bukan dengan melihatnya secara langsung, melainkan dengan mendengarkannya. Dengan cara ini pula, pengamatan meteor bisa dilakukan di tempat yang nyaman, seperti dari dalam mobil atau teras rumah.

Hujan meteor Perseid telah diamati sejak 2.000 tahun yang lalu. Hujan meteor kali ini berasal dari partikel debu yang sudah berusia 1.000 tahun.

Hujan meteor Perseid sendiri terjadi ketika Bumi melewati wilayah yang padat partikel debu sisa komet Swift Tuttle. Hujan meteor ini tampak seolah-olah berasal dari rasi Perseus sehingga dinamai hujan meteor Perseid.

Meteor dalam hujan meteor ini akan bergerak dengan kecepatan 60 km/detik, jauh lebih cepat dari gerak peluru yang cuma 1 km/detik.

Siap menikmati hujan meteor Perseid dan mencoba cara baru dalam "menyaksikannya"? Baik dengan cara pengamatan langsung maupun menggunakan radio, waktu paling tepat untuk melakukannya adalah saat dini hari. Cari tempat yang lapang, gelap, dan cukup tenang sehingga kehadiran meteor bisa dengan lebih mudah disaksikan. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Indonesia Gondol Emas dalam Olimpiade Astronomi Internasional

Written By Unknown on Rabu, 14 Agustus 2013 | 10.47


JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Indonesia kembali mengharumkan nama bangsa dalam ilmu pengetahuan. Mereka menggondol medali emas dan penghargaan lain dalam International Olympiad on Astronomy and Astrophysics (IOAA) yang diselenggarakan di Volos, 27 Juli - 5 Agustus 2013.

Penghargaan yang berhasil diraih adalah medali emas (David Orlando Kurniawan), perak (Marcelina Viana), perunggu (M Imam Adli), 2 Honorable Mention (Rizki Wahyu Pangestu dan R Aryo Tri Adhimukti), dan 1 medali perunggu untuk team competition.

M Ikbal Arifyanto dari Departemen Astronomi, Institut Teknologi Bandung (ITB) yang ikut mendampingi siswa menuturkan, Indonesia hanya mengirimkan satu tim dalam lomba ini. Anggota tim harus mengikuti sekian perlombaan, baik pengerjaan soal maupun pengamatan astronomi, secara perseorangan dan tim.

Untuk tes perorangan, ada tiga jenis. Pertama, mengerjakan 15 soal teori yang seluruhnya esai. Ronde kedua, peserta mengerjakan soal analisis, terdiri dari 3 soal yang dikerjakan dengan kertas grafik dan 1 soal dengan komputer. Untuk tes observasi, siswa diminta mengamati langit malam.

"Untuk kompetisi tim tugasnya adalah menjawab 180 soal astronomi dalam bentuk teka-teki silang. Yang dinilai adalah lengkapnya jawaban dan waktu," kata Ikbal dalam percakapan lewat Facebook dengan Kompas.com, Selasa (6/8/2013).

Penghargaan dalam IOAA bukan baru sekali ini didapatkan. Tahun 2008, Indonesia berhasil meraih 2 medali emas. Beberapa tahun kemudian, walau absen tak meraih emas, Indonesia tetap meraih medali perak dan perunggu. Prestasi kali ini mengulang kejayaan pada tahun 2008.

Ikbal mengungkapkan bahwa penghargaan ini menunjukkan bahwa siswa-siswa Indonesia punya potensi dalam bidang astronomi dan astrifisika, walaupun mata pelajaran tersebut secara khusus tidak ada di level SMA. Jumlah siswa yang punya kegiatan astronomi juga relatif sedikit.

Ikbal mengharapkan, astronomi kembali mendapatkan perhatian di sekolah menengah. "Kami ingin ada pelajaran bumi dan antariksa lagi di SMA, yang dulu sebenarnya sempat ada namun lalu hilang," kata Ikbal.

Ikbal berharap, anak-anak muda di Indonesia bisa menyenangi astronomi. Astronomi penting bukan cuma lantaran Indonesia perlu punya astronom melainkan juga karena astronomi mampu mengajak generasi muda untuk berpikir ilmiah.

"Yang penting cara berpikir sainsnya yang utama jadi terwarisi ke generasi muda. Cara berpikirnya, imajinasinya, cara memandang alam dengan sains, bukan dengan doktrin," pungkas Ikbal.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Jangan Lewatkan, Puncak Hujan Meteor Perseids 12-13 Agustus 2013


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Seperti tahun-tahun sebelumnya, hujan meteor Perseids akan kembali meramaikan langit malam. Tahun ini, puncak hujan meteor Perseids diperkirakan terjadi antara 12 dan 13 Agustus 2013.

Batuan angkasa yang masuk ke Bumi akan terbakar dan terlihat sebagai kilatan cahaya. Jika beruntung, maka kita bisa melihat komet berukuran besar yang menghasilkan bola api dan bercahaya terang.

"Menurut Bill Cooke dari Divisi Meteroid di NASA, selama pengamatan malam itu kita akan dapat menyaksikan juraian cahaya meteor antara 60 dan 100 meteor setiap jamnya," tulis Mutoha Arkanuddin dari Jogja Astro Club di blognya, Sabtu (10/8/2013).

Menurut Mutoha, Perseids termasuk fenomena hujan meteor terbesar tahun ini. Peluang untuk melihat kilatan-kilatan cahaya meteor pun kali ini lebih besar karena bulan sedang memasuki fase bulan baru sehingga tak ada gangguan cahaya.

"Justru yang menjadi ancaman adalah kondisi atmosfer di lokasi observasi seperti awan, mendung atau bahkan hujan walaupun sekarang sebenarnya masih musim kemarau," ujar Mutoha.

Meteor-meteor Perseids adalah serpihan Komet Swift-Tuttle yang pernah melintas dekat Bumi. Komet tersebut kali pertama diamati pada 1862 oleh astronom AS, Lewis Swift dan Horace Tuttle.

Hasil pengukuran diketahui bahwa komet tersebut memiliki periode orbit 130 tahun. Komet kali terakhir mendekati Bumi pada tahun 1992 dan diperkirakan akan kembali tahun 2126.

Nama Perseids digunakan karena radian munculnya meteor akan berada dekat Rasi Perseus. Pada puncaknya tanggal 12-13 Agustus 2013 lepas tengah malam, Rasi Perseus berada di langit timur laut.

"Titik yang disebut sebagai Radiant ini berada sedikit di sebelah utara Mirfak, bintang paling terang di rasi Perseus. Sementara itu di sebelah selatannya, kita juga akan bisa menyaksikan Pleiades, gugusan bintang yang terlihat seperti gumpalan kabut kecil yang orang Jawa menyebutnya Kartika. Sedikit ke selatannya lagi kita akan melihat konfigurasi bintang yang dinamakan Rasi Orion yang terdiri atas 4 bintang yang membentuk segi empat dan 3 bintang yang berjajar di tengahnya. Rasi Orion dalam budaya Jawa dinamakan 'Lintang Waluku'," urai Mutoha.

Berdoa saja langit cerah dan jangan lewatkan hujan meteor Perseids.

Editor : Tri Wahono


10.47 | 0 komentar | Read More

Hujan Meteor Perseid Malam Ini Juga Bisa \"Dilihat\" lewat Radio


KOMPAS.com — Pada Senin (12/8/2013) malam ini hingga Selasa (13/8/2013) dini hari, hujan meteor Perseid memuncak. Sejumlah 100 meteor bisa disaksikan setiap jamnya dan diprediksi banyak meteor akan berupa bola api, lebih besar dan terang daripada meteor biasa.

Namun, bagaimana bila langit mendung? Bisakah manusia di Bumi menyadari meteor-meteor yang tiba di atmosfer Bumi?

Umumnya, diketahui bahwa bila langit mendung, manusia takkan bisa melihat hujan meteor. Namun, seperti diberitakan Discovery, Senin (5/8/2013), hujan meteor ternyata bisa "dilihat" dengan radio. Bagaimana caranya?

Mudah. Langkah pertama adalah mencari frekuensi dari stasiun radio FM tertentu yang bisa ditangkap di tempat lain berjarak 1.000 kilometer, tetapi tidak bisa ditangkap dari tempat Anda.

Tepat saat puncak hujan meteor, setel pada frekuensi tersebut lalu dengarkan baik-baik. Saat meteor datang, Anda akan menyadari ada suara desis. Saat-saat tertentu, mungkin akan ada suara ledakan atau suara seperti peluit ditiup.

Kehadiran meteor bisa ditangkap radio sebab meteor mengionisasi gas saat masuk ke atmosfer, menciptakan jejak ionisasi. Gelombang radio memantulkan jejak itu sehingga bisa ditangkap dalam bentuk bunyi.

Dengan cara ini, kehadiran meteor bisa disadari dengan cara alternatif, bukan dengan melihatnya secara langsung, melainkan dengan mendengarkannya. Dengan cara ini pula, pengamatan meteor bisa dilakukan di tempat yang nyaman, seperti dari dalam mobil atau teras rumah.

Hujan meteor Perseid telah diamati sejak 2.000 tahun yang lalu. Hujan meteor kali ini berasal dari partikel debu yang sudah berusia 1.000 tahun.

Hujan meteor Perseid sendiri terjadi ketika Bumi melewati wilayah yang padat partikel debu sisa komet Swift Tuttle. Hujan meteor ini tampak seolah-olah berasal dari rasi Perseus sehingga dinamai hujan meteor Perseid.

Meteor dalam hujan meteor ini akan bergerak dengan kecepatan 60 km/detik, jauh lebih cepat dari gerak peluru yang cuma 1 km/detik.

Siap menikmati hujan meteor Perseid dan mencoba cara baru dalam "menyaksikannya"? Baik dengan cara pengamatan langsung maupun menggunakan radio, waktu paling tepat untuk melakukannya adalah saat dini hari. Cari tempat yang lapang, gelap, dan cukup tenang sehingga kehadiran meteor bisa dengan lebih mudah disaksikan. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Indonesia Gondol Emas dalam Olimpiade Astronomi Internasional

Written By Unknown on Selasa, 13 Agustus 2013 | 10.47


JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Indonesia kembali mengharumkan nama bangsa dalam ilmu pengetahuan. Mereka menggondol medali emas dan penghargaan lain dalam International Olympiad on Astronomy and Astrophysics (IOAA) yang diselenggarakan di Volos, 27 Juli - 5 Agustus 2013.

Penghargaan yang berhasil diraih adalah medali emas (David Orlando Kurniawan), perak (Marcelina Viana), perunggu (M Imam Adli), 2 Honorable Mention (Rizki Wahyu Pangestu dan R Aryo Tri Adhimukti), dan 1 medali perunggu untuk team competition.

M Ikbal Arifyanto dari Departemen Astronomi, Institut Teknologi Bandung (ITB) yang ikut mendampingi siswa menuturkan, Indonesia hanya mengirimkan satu tim dalam lomba ini. Anggota tim harus mengikuti sekian perlombaan, baik pengerjaan soal maupun pengamatan astronomi, secara perseorangan dan tim.

Untuk tes perorangan, ada tiga jenis. Pertama, mengerjakan 15 soal teori yang seluruhnya esai. Ronde kedua, peserta mengerjakan soal analisis, terdiri dari 3 soal yang dikerjakan dengan kertas grafik dan 1 soal dengan komputer. Untuk tes observasi, siswa diminta mengamati langit malam.

"Untuk kompetisi tim tugasnya adalah menjawab 180 soal astronomi dalam bentuk teka-teki silang. Yang dinilai adalah lengkapnya jawaban dan waktu," kata Ikbal dalam percakapan lewat Facebook dengan Kompas.com, Selasa (6/8/2013).

Penghargaan dalam IOAA bukan baru sekali ini didapatkan. Tahun 2008, Indonesia berhasil meraih 2 medali emas. Beberapa tahun kemudian, walau absen tak meraih emas, Indonesia tetap meraih medali perak dan perunggu. Prestasi kali ini mengulang kejayaan pada tahun 2008.

Ikbal mengungkapkan bahwa penghargaan ini menunjukkan bahwa siswa-siswa Indonesia punya potensi dalam bidang astronomi dan astrifisika, walaupun mata pelajaran tersebut secara khusus tidak ada di level SMA. Jumlah siswa yang punya kegiatan astronomi juga relatif sedikit.

Ikbal mengharapkan, astronomi kembali mendapatkan perhatian di sekolah menengah. "Kami ingin ada pelajaran bumi dan antariksa lagi di SMA, yang dulu sebenarnya sempat ada namun lalu hilang," kata Ikbal.

Ikbal berharap, anak-anak muda di Indonesia bisa menyenangi astronomi. Astronomi penting bukan cuma lantaran Indonesia perlu punya astronom melainkan juga karena astronomi mampu mengajak generasi muda untuk berpikir ilmiah.

"Yang penting cara berpikir sainsnya yang utama jadi terwarisi ke generasi muda. Cara berpikirnya, imajinasinya, cara memandang alam dengan sains, bukan dengan doktrin," pungkas Ikbal.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Jangan Lewatkan, Puncak Hujan Meteor Perseids 12-13 Agustus 2013


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Seperti tahun-tahun sebelumnya, hujan meteor Perseids akan kembali meramaikan langit malam. Tahun ini, puncak hujan meteor Perseids diperkirakan terjadi antara 12 dan 13 Agustus 2013.

Batuan angkasa yang masuk ke Bumi akan terbakar dan terlihat sebagai kilatan cahaya. Jika beruntung, maka kita bisa melihat komet berukuran besar yang menghasilkan bola api dan bercahaya terang.

"Menurut Bill Cooke dari Divisi Meteroid di NASA, selama pengamatan malam itu kita akan dapat menyaksikan juraian cahaya meteor antara 60 dan 100 meteor setiap jamnya," tulis Mutoha Arkanuddin dari Jogja Astro Club di blognya, Sabtu (10/8/2013).

Menurut Mutoha, Perseids termasuk fenomena hujan meteor terbesar tahun ini. Peluang untuk melihat kilatan-kilatan cahaya meteor pun kali ini lebih besar karena bulan sedang memasuki fase bulan baru sehingga tak ada gangguan cahaya.

"Justru yang menjadi ancaman adalah kondisi atmosfer di lokasi observasi seperti awan, mendung atau bahkan hujan walaupun sekarang sebenarnya masih musim kemarau," ujar Mutoha.

Meteor-meteor Perseids adalah serpihan Komet Swift-Tuttle yang pernah melintas dekat Bumi. Komet tersebut kali pertama diamati pada 1862 oleh astronom AS, Lewis Swift dan Horace Tuttle.

Hasil pengukuran diketahui bahwa komet tersebut memiliki periode orbit 130 tahun. Komet kali terakhir mendekati Bumi pada tahun 1992 dan diperkirakan akan kembali tahun 2126.

Nama Perseids digunakan karena radian munculnya meteor akan berada dekat Rasi Perseus. Pada puncaknya tanggal 12-13 Agustus 2013 lepas tengah malam, Rasi Perseus berada di langit timur laut.

"Titik yang disebut sebagai Radiant ini berada sedikit di sebelah utara Mirfak, bintang paling terang di rasi Perseus. Sementara itu di sebelah selatannya, kita juga akan bisa menyaksikan Pleiades, gugusan bintang yang terlihat seperti gumpalan kabut kecil yang orang Jawa menyebutnya Kartika. Sedikit ke selatannya lagi kita akan melihat konfigurasi bintang yang dinamakan Rasi Orion yang terdiri atas 4 bintang yang membentuk segi empat dan 3 bintang yang berjajar di tengahnya. Rasi Orion dalam budaya Jawa dinamakan 'Lintang Waluku'," urai Mutoha.

Berdoa saja langit cerah dan jangan lewatkan hujan meteor Perseids.

Editor : Tri Wahono


10.47 | 0 komentar | Read More

Hujan Meteor Perseid Malam Ini Juga Bisa \"Dilihat\" lewat Radio


KOMPAS.com — Pada Senin (12/8/2013) malam ini hingga Selasa (13/8/2013) dini hari, hujan meteor Perseid memuncak. Sejumlah 100 meteor bisa disaksikan setiap jamnya dan diprediksi banyak meteor akan berupa bola api, lebih besar dan terang daripada meteor biasa.

Namun, bagaimana bila langit mendung? Bisakah manusia di Bumi menyadari meteor-meteor yang tiba di atmosfer Bumi?

Umumnya, diketahui bahwa bila langit mendung, manusia takkan bisa melihat hujan meteor. Namun, seperti diberitakan Discovery, Senin (5/8/2013), hujan meteor ternyata bisa "dilihat" dengan radio. Bagaimana caranya?

Mudah. Langkah pertama adalah mencari frekuensi dari stasiun radio FM tertentu yang bisa ditangkap di tempat lain berjarak 1.000 kilometer, tetapi tidak bisa ditangkap dari tempat Anda.

Tepat saat puncak hujan meteor, setel pada frekuensi tersebut lalu dengarkan baik-baik. Saat meteor datang, Anda akan menyadari ada suara desis. Saat-saat tertentu, mungkin akan ada suara ledakan atau suara seperti peluit ditiup.

Kehadiran meteor bisa ditangkap radio sebab meteor mengionisasi gas saat masuk ke atmosfer, menciptakan jejak ionisasi. Gelombang radio memantulkan jejak itu sehingga bisa ditangkap dalam bentuk bunyi.

Dengan cara ini, kehadiran meteor bisa disadari dengan cara alternatif, bukan dengan melihatnya secara langsung, melainkan dengan mendengarkannya. Dengan cara ini pula, pengamatan meteor bisa dilakukan di tempat yang nyaman, seperti dari dalam mobil atau teras rumah.

Hujan meteor Perseid telah diamati sejak 2.000 tahun yang lalu. Hujan meteor kali ini berasal dari partikel debu yang sudah berusia 1.000 tahun.

Hujan meteor Perseid sendiri terjadi ketika Bumi melewati wilayah yang padat partikel debu sisa komet Swift Tuttle. Hujan meteor ini tampak seolah-olah berasal dari rasi Perseus sehingga dinamai hujan meteor Perseid.

Meteor dalam hujan meteor ini akan bergerak dengan kecepatan 60 km/detik, jauh lebih cepat dari gerak peluru yang cuma 1 km/detik.

Siap menikmati hujan meteor Perseid dan mencoba cara baru dalam "menyaksikannya"? Baik dengan cara pengamatan langsung maupun menggunakan radio, waktu paling tepat untuk melakukannya adalah saat dini hari. Cari tempat yang lapang, gelap, dan cukup tenang sehingga kehadiran meteor bisa dengan lebih mudah disaksikan. (Dyah Arum Narwastu)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Ditemukan, Mineral Baru Sepadat Berlian

Written By Unknown on Sabtu, 10 Agustus 2013 | 10.47


KOMPAS.com — Geolog asal University of California (UC), Riverside, Amerika Serikat, telah menemukan satu jenis mineral baru, yakni cubic boron nitride, yang mereka beri nama "qingsongite". Sebenarnya, mineral tersebut pertama kali ditemukan pada tahun 2009, tetapi baru mendapatkan pengakuan sebagai sebuah mineral baru dari International Mineralogical Association, pekan ini.

Larissa Dobrzhinetskaya dan Harry Green, keduanya geolog dari UC Riverside, dibantu oleh ilmuwan asal Lawrence Livermore National Laboratory, University of Maine, dan berbagai institusi asal China dan Jerman saat menemukan mineral tersebut.

"Keunikan dari qingsongite adalah bahwa ia merupakan mineral boraks pertama yang didapati terbentuk pada kondisi ekstrem jauh di perut bumi," kata Dobrzhinetskaya. "Mineral boraks jenis lainnya biasanya ditemukan di permukaan Bumi," ucapnya.

Mineral baru ini sendiri ditemukan di selatan Tibet pegunungan kawasan China di dalam batu-batuan yang kaya akan chromium yang berasal dari kerak paleooceanic. Lapisan ini pernah terimpit hingga kedalaman 300 kilometer, direkristalisasi di sana dengan temperatur sekitar 1.300 derajat celsius, serta tekanan hingga 118.430 atmosfer.

"Sekitar 180 juta tahun lalu, bebatuan tersebut kembali ke permukaan Bumi akibat proses tektonik yang mengakibatkan penutupan Samudra Paleo-Thethys, sebuah samudra purba di masa Paleozoic, dan bertumbuknya India dengan lempeng Asia," jelas Dobrzhinetskaya.

Cubic boron nitride, yang pertama kali dibuat di laboratorium pada tahun 1957, dikenal sebagai material penting untuk teknologi. Alasannya adalah karena struktur atomnya memiliki kesamaan dengan ikatan karbon pada berlian. Ia punya kepadatan yang sangat tinggi dan bisa memiliki kekuatan yang sama dengan berlian.

Sampai saat ini, sudah lebih dari 4.700 jenis mineral yang diketahui dan sekitar 100 proposal untuk mineral baru diajukan ke International Mineralogical Association untuk mendapatkan pengakuan.

Qingsongite sendiri berasal dari nama Qingsong Fang (1939-2010), seorang profesor dari Institute of Geology, the Chinese Academy of Geological Sciences, yang pertama kali menemukan berlian di bebatuan kaya chromium di Tibet, akhir 1970-an. Ia juga berkontribusi atas empat temuan mineral baru. (Abiyu Pradipa/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

354 Sol Curiosity di Mars dalam Satu Fitur Interaktif


KOMPAS.com
 — Kendaraan antariksa Curiosity hari ini, Selasa 96/8/2013), telah setahun berada di Mars. Apa saja yang telah dicapai kendaraan tersebut dalam menunaikan tugasnya? Apa saja momen-momen penting dalam setahun Bumi Curiosity di Mars?

Situs web New York Times membuat fitur interaktif perjalanan Curiosity selama setahun di Mars. Rekam jejak menyuguhkan kegiatan Curiosity sol (istilah untuk hari di Mars yang 40 menit lebih lama dari hari di Bumi) per sol di Mars.

Dalam fitur interaktif itu, kegiatan Curiosity dibagi menjadi sembilan bagian, di tempat pendaratan, analisis batu Jake, memasuki wilayah Rocknest, berada di Yellowknife Bay, pengeboran batu John Klein, mengalami masalah, saat mars berada di balik Matahari, Comberland, dan Shaler.

Beberapa momen penting Curiosity adalah pada sol 0 di mana kendaraan antariksa berbiaya 2,5 miliar dollar AS tersebut mendarat di Kawah Gale selebar 153,6 km setelah proses 7 menit yang disebut "7 Minutes Terror".

Momen berikutnya adalah pada sol 46 di mana Curiosity membuat kontak pertama dengan batuan Mars, yaitu Jake. Hasil penelitian kemudian mengungkap bahwa batu jake memiliki kesamaan dengan batuan di Bumi.

Pada sol 63, Curiosity mendeteksi obyek terang di Mars. Sempat ada berbagai spekulasi terkait obyek terang tersebut. Namun, akhirnya ditemukan bahwa obyek terang itu tak lain adalah bagian dari Curiosity itu sendiri, bukan obyek yang memang asli Mars.

Sol 183, Curiosity melakukan pengeboran pertama pada batu John Klein. Hasil pengeboran mengungkap bahwa Mars memiliki tanah liat dan mineral pendukung kehidupan serta mungkin juga air yang bisa diminum.

Fitur interaktif tersebut bisa dilihat pada link berikut. Curiosity kini masih harus berjalan menuju kaki Gunung Sharp, tujuan utamanya. Tujuan utama Curiosity adalah meneliti kemungkinan Mars mendukung kehidupan di masa lalu serta peluang astronot mendarat di Mars.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Indonesia Gondol Emas dalam Olimpiade Astronomi Internasional


JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Indonesia kembali mengharumkan nama bangsa dalam ilmu pengetahuan. Mereka menggondol medali emas dan penghargaan lain dalam International Olympiad on Astronomy and Astrophysics (IOAA) yang diselenggarakan di Volos, 27 Juli - 5 Agustus 2013.

Penghargaan yang berhasil diraih adalah medali emas (David Orlando Kurniawan), perak (Marcelina Viana), perunggu (M Imam Adli), 2 Honorable Mention (Rizki Wahyu Pangestu dan R Aryo Tri Adhimukti), dan 1 medali perunggu untuk team competition.

M Ikbal Arifyanto dari Departemen Astronomi, Institut Teknologi Bandung (ITB) yang ikut mendampingi siswa menuturkan, Indonesia hanya mengirimkan satu tim dalam lomba ini. Anggota tim harus mengikuti sekian perlombaan, baik pengerjaan soal maupun pengamatan astronomi, secara perseorangan dan tim.

Untuk tes perorangan, ada tiga jenis. Pertama, mengerjakan 15 soal teori yang seluruhnya esai. Ronde kedua, peserta mengerjakan soal analisis, terdiri dari 3 soal yang dikerjakan dengan kertas grafik dan 1 soal dengan komputer. Untuk tes observasi, siswa diminta mengamati langit malam.

"Untuk kompetisi tim tugasnya adalah menjawab 180 soal astronomi dalam bentuk teka-teki silang. Yang dinilai adalah lengkapnya jawaban dan waktu," kata Ikbal dalam percakapan lewat Facebook dengan Kompas.com, Selasa (6/8/2013).

Penghargaan dalam IOAA bukan baru sekali ini didapatkan. Tahun 2008, Indonesia berhasil meraih 2 medali emas. Beberapa tahun kemudian, walau absen tak meraih emas, Indonesia tetap meraih medali perak dan perunggu. Prestasi kali ini mengulang kejayaan pada tahun 2008.

Ikbal mengungkapkan bahwa penghargaan ini menunjukkan bahwa siswa-siswa Indonesia punya potensi dalam bidang astronomi dan astrifisika, walaupun mata pelajaran tersebut secara khusus tidak ada di level SMA. Jumlah siswa yang punya kegiatan astronomi juga relatif sedikit.

Ikbal mengharapkan, astronomi kembali mendapatkan perhatian di sekolah menengah. "Kami ingin ada pelajaran bumi dan antariksa lagi di SMA, yang dulu sebenarnya sempat ada namun lalu hilang," kata Ikbal.

Ikbal berharap, anak-anak muda di Indonesia bisa menyenangi astronomi. Astronomi penting bukan cuma lantaran Indonesia perlu punya astronom melainkan juga karena astronomi mampu mengajak generasi muda untuk berpikir ilmiah.

"Yang penting cara berpikir sainsnya yang utama jadi terwarisi ke generasi muda. Cara berpikirnya, imajinasinya, cara memandang alam dengan sains, bukan dengan doktrin," pungkas Ikbal.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Ditemukan, Mineral Baru Sepadat Berlian

Written By Unknown on Jumat, 09 Agustus 2013 | 10.47


KOMPAS.com — Geolog asal University of California (UC), Riverside, Amerika Serikat, telah menemukan satu jenis mineral baru, yakni cubic boron nitride, yang mereka beri nama "qingsongite". Sebenarnya, mineral tersebut pertama kali ditemukan pada tahun 2009, tetapi baru mendapatkan pengakuan sebagai sebuah mineral baru dari International Mineralogical Association, pekan ini.

Larissa Dobrzhinetskaya dan Harry Green, keduanya geolog dari UC Riverside, dibantu oleh ilmuwan asal Lawrence Livermore National Laboratory, University of Maine, dan berbagai institusi asal China dan Jerman saat menemukan mineral tersebut.

"Keunikan dari qingsongite adalah bahwa ia merupakan mineral boraks pertama yang didapati terbentuk pada kondisi ekstrem jauh di perut bumi," kata Dobrzhinetskaya. "Mineral boraks jenis lainnya biasanya ditemukan di permukaan Bumi," ucapnya.

Mineral baru ini sendiri ditemukan di selatan Tibet pegunungan kawasan China di dalam batu-batuan yang kaya akan chromium yang berasal dari kerak paleooceanic. Lapisan ini pernah terimpit hingga kedalaman 300 kilometer, direkristalisasi di sana dengan temperatur sekitar 1.300 derajat celsius, serta tekanan hingga 118.430 atmosfer.

"Sekitar 180 juta tahun lalu, bebatuan tersebut kembali ke permukaan Bumi akibat proses tektonik yang mengakibatkan penutupan Samudra Paleo-Thethys, sebuah samudra purba di masa Paleozoic, dan bertumbuknya India dengan lempeng Asia," jelas Dobrzhinetskaya.

Cubic boron nitride, yang pertama kali dibuat di laboratorium pada tahun 1957, dikenal sebagai material penting untuk teknologi. Alasannya adalah karena struktur atomnya memiliki kesamaan dengan ikatan karbon pada berlian. Ia punya kepadatan yang sangat tinggi dan bisa memiliki kekuatan yang sama dengan berlian.

Sampai saat ini, sudah lebih dari 4.700 jenis mineral yang diketahui dan sekitar 100 proposal untuk mineral baru diajukan ke International Mineralogical Association untuk mendapatkan pengakuan.

Qingsongite sendiri berasal dari nama Qingsong Fang (1939-2010), seorang profesor dari Institute of Geology, the Chinese Academy of Geological Sciences, yang pertama kali menemukan berlian di bebatuan kaya chromium di Tibet, akhir 1970-an. Ia juga berkontribusi atas empat temuan mineral baru. (Abiyu Pradipa/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

354 Sol Curiosity di Mars dalam Satu Fitur Interaktif


KOMPAS.com
 — Kendaraan antariksa Curiosity hari ini, Selasa 96/8/2013), telah setahun berada di Mars. Apa saja yang telah dicapai kendaraan tersebut dalam menunaikan tugasnya? Apa saja momen-momen penting dalam setahun Bumi Curiosity di Mars?

Situs web New York Times membuat fitur interaktif perjalanan Curiosity selama setahun di Mars. Rekam jejak menyuguhkan kegiatan Curiosity sol (istilah untuk hari di Mars yang 40 menit lebih lama dari hari di Bumi) per sol di Mars.

Dalam fitur interaktif itu, kegiatan Curiosity dibagi menjadi sembilan bagian, di tempat pendaratan, analisis batu Jake, memasuki wilayah Rocknest, berada di Yellowknife Bay, pengeboran batu John Klein, mengalami masalah, saat mars berada di balik Matahari, Comberland, dan Shaler.

Beberapa momen penting Curiosity adalah pada sol 0 di mana kendaraan antariksa berbiaya 2,5 miliar dollar AS tersebut mendarat di Kawah Gale selebar 153,6 km setelah proses 7 menit yang disebut "7 Minutes Terror".

Momen berikutnya adalah pada sol 46 di mana Curiosity membuat kontak pertama dengan batuan Mars, yaitu Jake. Hasil penelitian kemudian mengungkap bahwa batu jake memiliki kesamaan dengan batuan di Bumi.

Pada sol 63, Curiosity mendeteksi obyek terang di Mars. Sempat ada berbagai spekulasi terkait obyek terang tersebut. Namun, akhirnya ditemukan bahwa obyek terang itu tak lain adalah bagian dari Curiosity itu sendiri, bukan obyek yang memang asli Mars.

Sol 183, Curiosity melakukan pengeboran pertama pada batu John Klein. Hasil pengeboran mengungkap bahwa Mars memiliki tanah liat dan mineral pendukung kehidupan serta mungkin juga air yang bisa diminum.

Fitur interaktif tersebut bisa dilihat pada link berikut. Curiosity kini masih harus berjalan menuju kaki Gunung Sharp, tujuan utamanya. Tujuan utama Curiosity adalah meneliti kemungkinan Mars mendukung kehidupan di masa lalu serta peluang astronot mendarat di Mars.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Indonesia Gondol Emas dalam Olimpiade Astronomi Internasional


JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Indonesia kembali mengharumkan nama bangsa dalam ilmu pengetahuan. Mereka menggondol medali emas dan penghargaan lain dalam International Olympiad on Astronomy and Astrophysics (IOAA) yang diselenggarakan di Volos, 27 Juli - 5 Agustus 2013.

Penghargaan yang berhasil diraih adalah medali emas (David Orlando Kurniawan), perak (Marcelina Viana), perunggu (M Imam Adli), 2 Honorable Mention (Rizki Wahyu Pangestu dan R Aryo Tri Adhimukti), dan 1 medali perunggu untuk team competition.

M Ikbal Arifyanto dari Departemen Astronomi, Institut Teknologi Bandung (ITB) yang ikut mendampingi siswa menuturkan, Indonesia hanya mengirimkan satu tim dalam lomba ini. Anggota tim harus mengikuti sekian perlombaan, baik pengerjaan soal maupun pengamatan astronomi, secara perseorangan dan tim.

Untuk tes perorangan, ada tiga jenis. Pertama, mengerjakan 15 soal teori yang seluruhnya esai. Ronde kedua, peserta mengerjakan soal analisis, terdiri dari 3 soal yang dikerjakan dengan kertas grafik dan 1 soal dengan komputer. Untuk tes observasi, siswa diminta mengamati langit malam.

"Untuk kompetisi tim tugasnya adalah menjawab 180 soal astronomi dalam bentuk teka-teki silang. Yang dinilai adalah lengkapnya jawaban dan waktu," kata Ikbal dalam percakapan lewat Facebook dengan Kompas.com, Selasa (6/8/2013).

Penghargaan dalam IOAA bukan baru sekali ini didapatkan. Tahun 2008, Indonesia berhasil meraih 2 medali emas. Beberapa tahun kemudian, walau absen tak meraih emas, Indonesia tetap meraih medali perak dan perunggu. Prestasi kali ini mengulang kejayaan pada tahun 2008.

Ikbal mengungkapkan bahwa penghargaan ini menunjukkan bahwa siswa-siswa Indonesia punya potensi dalam bidang astronomi dan astrifisika, walaupun mata pelajaran tersebut secara khusus tidak ada di level SMA. Jumlah siswa yang punya kegiatan astronomi juga relatif sedikit.

Ikbal mengharapkan, astronomi kembali mendapatkan perhatian di sekolah menengah. "Kami ingin ada pelajaran bumi dan antariksa lagi di SMA, yang dulu sebenarnya sempat ada namun lalu hilang," kata Ikbal.

Ikbal berharap, anak-anak muda di Indonesia bisa menyenangi astronomi. Astronomi penting bukan cuma lantaran Indonesia perlu punya astronom melainkan juga karena astronomi mampu mengajak generasi muda untuk berpikir ilmiah.

"Yang penting cara berpikir sainsnya yang utama jadi terwarisi ke generasi muda. Cara berpikirnya, imajinasinya, cara memandang alam dengan sains, bukan dengan doktrin," pungkas Ikbal.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More
techieblogger.com Techie Blogger Techie Blogger