Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts Today

KOMPAS.COM - Not Found

Written By Unknown on Kamis, 14 November 2013 | 10.47

Harian Kompas  |  Kompas TV

Kamis, 14 November 2013

Ikuti Tur | Register

Get Personalized Here!

 |  Sign In
  • Channel
  • Channel
  • News
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Kompasiana
KOMPAS.com tidak dapat menampilkan link yang Anda tuju saat ini
Silakan tunggu beberapa saat lalu refresh halaman ini atau gunakan fasilitas search di bawah ini untuk mencari berita KOMPAS.com

Go

  • News
  • Nasional
  • Regional
  • Megapolitan
  • Internasional
  • Olah Raga
  • Sains
  • Edukasi
  • Infografis
  • Surat Pembaca
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Grazera
  • Kompasiana
  • KompasKarier.com
  • Midazz
  • SCOOP
  • Urbanesia
  • MakeMac
  • About Us
  • -
  • Advertise
  • -
  • Policy
  • -
  • Pedoman Media Siber
  • -
  • Career
  • -
  • Contact Us
  • -
  • RSS
  • -
  • Site Map
©2008 - 2013 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

10.47 | 0 komentar | Read More

KOMPAS.COM - Not Found

Written By Unknown on Rabu, 13 November 2013 | 10.47

Harian Kompas  |  Kompas TV

Rabu, 13 November 2013

Ikuti Tur | Register

Get Personalized Here!

 |  Sign In
  • Channel
  • Channel
  • News
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Kompasiana
KOMPAS.com tidak dapat menampilkan link yang Anda tuju saat ini
Silakan tunggu beberapa saat lalu refresh halaman ini atau gunakan fasilitas search di bawah ini untuk mencari berita KOMPAS.com

Go

  • News
  • Nasional
  • Regional
  • Megapolitan
  • Internasional
  • Olah Raga
  • Sains
  • Edukasi
  • Infografis
  • Surat Pembaca
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Grazera
  • Kompasiana
  • KompasKarier.com
  • Midazz
  • SCOOP
  • Urbanesia
  • MakeMac
  • About Us
  • -
  • Advertise
  • -
  • Policy
  • -
  • Pedoman Media Siber
  • -
  • Career
  • -
  • Contact Us
  • -
  • RSS
  • -
  • Site Map
©2008 - 2013 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

10.47 | 0 komentar | Read More

KOMPAS.COM - Not Found

Written By Unknown on Selasa, 12 November 2013 | 10.47

Harian Kompas  |  Kompas TV

Selasa, 12 November 2013

Ikuti Tur | Register

Get Personalized Here!

 |  Sign In
  • Channel
  • Channel
  • News
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Kompasiana
KOMPAS.com tidak dapat menampilkan link yang Anda tuju saat ini
Silakan tunggu beberapa saat lalu refresh halaman ini atau gunakan fasilitas search di bawah ini untuk mencari berita KOMPAS.com

Go

  • News
  • Nasional
  • Regional
  • Megapolitan
  • Internasional
  • Olah Raga
  • Sains
  • Edukasi
  • Infografis
  • Surat Pembaca
  • Ekonomi
  • Bola
  • Tekno
  • Entertainment
  • Otomotif
  • Health
  • Female
  • Travel
  • Properti
  • Foto
  • Video
  • Forum
  • Grazera
  • Kompasiana
  • KompasKarier.com
  • Midazz
  • SCOOP
  • Urbanesia
  • MakeMac
  • About Us
  • -
  • Advertise
  • -
  • Policy
  • -
  • Pedoman Media Siber
  • -
  • Career
  • -
  • Contact Us
  • -
  • RSS
  • -
  • Site Map
©2008 - 2013 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

10.47 | 0 komentar | Read More

Berang-berang, \"Bertampang\" Lucu, tetapi Kejam secara Seksual

Written By Unknown on Jumat, 01 November 2013 | 10.47


KOMPAS.com
 — Berang-berang laut (Enhydra lutris) kadang dianggap sebagai fauna yang mampu menunjukkan kemesraan, berpegangan erat dengan pasangannya kala tidur agar tak terpisah.

Namun, di sisi lain, berang-berang laut juga hewan yang kejam, tega memerkosa bayi anjing laut sampai mati.

I Fucking Love Science, Selasa (22/10/2013), mengungkap, saat makanan terbatas, berang-berang laut jantan akan menyandera bayi anjing laut hingga induknya memberi makan kepadanya.

Berang-berang laut jantan juga akan mengunci bayi anjing laut, menungganginya seolah-olah sedang mengawini betina dewasa.

Yang juga sangat menyedihkan, bagian dari proses perkawinan itu adalah menenggelamkan kepala ke dalam air, yang akan menewaskan bayi-bayi anjing laut.

Selama lebih dari satu setengah jam, berang-berang laut jantan akan menenggelamkan kepala bayi anjing laut, memerkosanya hingga mati.

Kadang, walaupun bayi anjing laut telah mati, berang-berang laut kadang masih akan tetap mengawininya hingga tujuh hari setelahnya.

Fenomena berang-berang laut yang memerkosa bayi anjing laut pernah dilaporkan oleh Heather Harris dari California Department of Fish and Game di jurnal Aquatic Mammals.

Harris mengungkapkan bahwa perilaku berang-berang laut jantan saat memerkosa bayi anjing laut sama dengan perilaku ketika mengawini betina spesies sendiri.

Berang-berang jantan akan mulai menggigit betina sebelum mengawini. Tak jarang, perkawinan berbuah kematian betina.

Fenomena itu terjadi karena berang-berang adalah makhluk polygynous. Satu pejantan punya banyak betina, tetapi satu betina hanya punya satu pejantan.

Karena hal itu, ada pejantan-pejantan yang tersisih. Karena kematian berang-berang yang tergolong tinggi, ada lebih banyak pejantan yang tak punya kesempatan kawin.

Hal itu yang menyebabkan beberapa pejantan sangat agresif saat punya kesempatan kawin. Sementara pejantan lain yang tetap tak punya kesempatan melampiaskannya pada bayi anjing laut.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

2,8 Miliar Tahun Lagi, Matahari Akan \"Telan\" Bumi


KOMPAS.com — Studi teranyar mengungkap bahwa akhir kehidupan di Bumi akan datang sekitar 2,8 miliar tahun dari sekarang.

Saat ini, kondisi suhu berada pada tingkat yang nyaman dan mendukung bagi kehidupan di Bumi. Namun, ini tidak akan berlangsung selamanya. Matahari semakin menua dan lama-kelamaan makin memanas.

Dalam kurun waktu sekitar lima miliar tahun, Matahari akan menguras bahan bakar nuklirnya dan membengkak menjadi "raksasa merah"—sebuah bintang besar, tua, dan menyilaukan—dan mungkin akan menelan planet kita. Jauh sebelum mencapai tahap "raksasa merah", semua bentuk kehidupan di muka Bumi akan hangus.

Lalu, kapankah kehidupan di Bumi akan benar-benar sirna? Tim peneliti yang dipimpin oleh Jack O'Malley James, pakar astrobiologi dari University of St Andrews di Skotlandia, berupaya mencari jawabannya.

Mereka menggunakan parameter seperti suhu, kelimpahan air, dan makanan untuk memeriksa kesehatan masa depan biosfer Bumi. Dengan data itu, mereka dapat memetakan bagaimana awal berakhirnya seluruh kehidupan. Tim ini juga menganalisis apakah keberadaan penanda biologis mungkin terlihat, seperti peradaban asing (alien) yang sedang mencari kehidupan. Studi ini akan diterbitkan dalam International Journal of Astrobiology.

Tanaman musnah lebih dulu

Dengan melakukan ramalan cuaca jangka panjang, tim menyatakan bahwa ketika temperatur di Bumi perlahan-lahan mulai meningkat, lebih banyak uap air yang akan terbentuk. Kondisi ini mengakibatkan pelepasan karbon dioksida secara terus-menerus dari atmosfer.

Tanaman mengandalkan karbon dioksida untuk menghasilkan energi melalui proses fotosintesis sehingga hilangnya karbon dioksida secara berkelanjutan akan menjadi berita buruk bagi dedaunan. Studi ini menjadi petunjuk pertama kematian kehidupan di Bumi, yang diperkirakan terjadi dalam kurun waktu 500 juta tahun mendatang. Ketika itu, spesies tanaman terus berkurang dan akhirnya benar-benar hilang karena terjadi penurunan drastis tingkat karbon dioksida secara global. Hewan-hewan yang mengandalkan tumbuhan sebagai sumber makanannya kemungkinan akan saling memangsa.

"Ketika jumlah tanaman mengalami penurunan, hewan pun akan semakin langka secara simultan dalam kurun waktu miliaran tahun," kata O'Malley James.

Hanya mikroba yang masih bertahan

Sekitar 2,8 miliar tahun dari sekarang, hanya komunitas mikroba yang akan tertinggal untuk mewarisi Bumi. Akan tetapi, kondisi Bumi terus memanas tanpa henti, lautan akan menguap, memicu efek rumah kaca, yang akan mengakibatkan pemanasan planet secara cepat dan berkelanjutan. Pasokan air juga menjadi sangat langka.

"Hanya mikroba yang tangguh yang akan mampu mengatasi hal ini, bahkan sampai mereka tidak bisa lagi bertahan ketika suhu melewati ambang di mana DNA mereka bisa rusak, yaitu sekitar 140 derajat celsius," tambah O'Malley James.

Menelisik potensi kehidupan

Tim berharap temuan ini dapat membantu upaya pencarian kehidupan di luar Bumi, dengan memperluas jumlah tanda-tanda potensi kehidupan yang harus dicari untuk menganalisis atmosfer suatu planet secara lebih rinci. "Mengetahui tanda-tanda kehidupan lain dapat membantu kita dalam mendeteksi kehidupan pada sebuah planet yang mungkin sebelumnya tidak diperhitungkan," kata O'Malley James.

Melihat sisi positif

Studi ini menggambarkan masa depan yang suram bagi planet kita. Namun, O'Malley James dan rekannya berpikir bahwa teori mereka soal rentang waktu kehidupan tergolong konservatif. Masih banyak yang belum diketahui untuk memprediksi apa yang akan terjadi dalam kehidupan di bawah tekanan seperti itu. "Sangat sulit untuk memprediksi apakah evolusi kehidupan dapat mengatasi perubahan lingkungan yang ekstrem pada masa depan," katanya.

Namun, studi ini jelas menunjukkan bahwa kehidupan di Bumi, secara alamiah, cenderung mengalami perubahan. Jika masa lalu bisa dijadikan indikasi, kita dapat mengambil hikmah: Meskipun gejolak lingkungan pernah muncul secara besar-besaran, seperti kepunahan massal, satu hal yang harus kita syukuri adalah hidup belum pernah sepenuhnya padam sejak awal kemunculannya. (Andrew Fazekas/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Peneliti UNS Buat Busa Ramah Lingkungan dari Limbah Jagung

Oleh Sri Rejeki

KOMPAS.com
- Busa atau foam sintetis dan turunannya merupakan produk yang populer dan luas penggunaannya. Tidak hanya sebagai kemasan pangan, busa juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pelindung atau wadah produk elektronik, suku cadang, dan zat kimia dalam industri.

Busa sintetis memiliki keunggulan, yakni bersifat fleksibel, tidak mudah pecah, tidak korosif (mudah berkarat), dapat dikombinasikan dengan bahan lain, dan harganya relatif murah.

Namun, busa yang selama ini beredar memiliki kelemahan, yakni tidak mudah hancur di alam sehingga limbahnya bersama limbah plastik lain lama-kelamaan menumpuk dan mencemari lingkungan. Sebagai contoh, produksi sampah di Kota Solo rata-rata 260 ton per hari. Dari jumlah ini, sebanyak 30 persen merupakan sampah plastik, termasuk busa sintetis yang sukar terdegradasi (diuraikan alam). Akibatnya, Tempat Pembuangan Akhir Putri Cempo di Solo dalam waktu beberapa tahun saja sudah penuh.

"Busa konvensional terbuat dari minyak bumi. Padahal, ketersediaan minyak bumi semakin berkurang karena tidak bisa diperbarui. Berangkat dari sini, kami berpikir bagaimana jika busa dibuat dari bahan alam," kata Mohammad Masykuri, ketua tim peneliti busa ramah lingkungan (biofoam) dari Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.

Masykuri bersama anggota tim, Sulistyo Saputro dan Sarwanto, menggagas biofoam dengan bahan dasar dari bahan-bahan terbarukan, yakni limbah jagung dan minyak sawit. Kedua komoditas ini merupakan hasil andalan Indonesia. Data Oil World, Indonesia sejak 2011 hingga saat ini merupakan produsen minyak sawit terbesar dunia, yakni sebesar 14.465.000 ton pada 2012 atau 54,4 persen produksi dunia.

Demikian pula jagung yang menjadi salah satu komoditas terpenting setelah padi. Salah satu kandungan jagung adalah protein zein. "Tingkat penggunaan jagung dalam industri pakan ternak 45-55 persen, sebanyak 1-2 persen di antaranya terbuang sebagai limbah jagung. Limbah ini berpotensi sebagai bahan dasar sintesis bioplastik dan biofoam," kata Sulistyo.

Cara pembuatan

Limbah jagung dibersihkan dari kotoran, seperti kayu, kertas, dan plastik, lantas digiling menjadi butiran kecil dan dipanaskan selama dua jam pada suhu 100-150 derajat celsius ditambah katalis alpha amilase.

Setelah itu campuran dikeringkan dan digiling hingga ukuran tertentu, lantas diekstraksi pada suhu 65-70 derajat celsius menggunakan etanol selama tiga jam. Tujuannya untuk memperoleh kandungan zein dalam jagung. Setelah proses pendinginan dan dekantasi (proses pemisahan zat padat yang tidak ikut terlarut di dalam pelarut dengan cara dituangkan) diperoleh zein padat.

Zein padat dilarutkan ke dalam etanol sehingga membentuk cetakan film (lapisan tipis). Selanjutnya ditambahkan plasticizer (material untuk meningkatkan fleksibilitas) dan inisiator benzoil peroksida, kemudian diputar selama 10 menit. Plasticizer bervariasi jenisnya, yakni asam lemak inti sawit, seperti asam oleat dan asam laurat, juga gliserol. Emulsi yang terbentuk lalu didinginkan dan dicetak pada permukaan halus dan jadilah film. Film bioplastik zein ini bersifat edibel (dapat dimakan), transparan, mengkilap permukaannya, dapat ditekuk, tetapi mudah patah. Sifat mudah patah dapat diatasi dengan penambahan plasticizer.

Bioplastik zein ini selanjutnya dikembangkan menjadi biofoam dengan metode sintesis yang dikembangkan tim berupa jalur reaksi yang disebut ERRP atau epoxidation (epoksidasi), ring opening (pembukaan cincin), reduction (reduksi), dan polimerization (polimerisasi). Metode ini diklaim lebih praktis dengan rendemen produk lebih besar, mencapai 87-95 persen. Biofoam yang dihasilkan diberi nama biofoam PUU-g-Z (Polyurethane urea-g-zein). "Metode ERPP sudah kami patenkan di Ditjen HAKI," kata Sarwanto.

Busa ini memiliki keunggulan, yakni biodegradabel (dapat terurai oleh mikroba tanah) dengan tingkat urai 10-15 persen dalam waktu 60 hari serta memiliki kuat mekanik 8-12,2 mega pascal. Ini setara dengan busa sintetis yang selama ini digunakan. Biofoam tidak mencemari tanah, efisien dalam pembuatan, dan bisa dicetak menjadi beragam bentuk dan fungsi.

"Kami tengah mengurus paten produk biofoam PUU-g-Z. Di dunia internasional pun setahu kami belum pernah ada produk sejenis didaftarkan. Kami juga berharap mendapat mitra guna memproduksi untuk skala industri," kata Masykuri.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Nebula Bumerang, Tempat Terdingin di Alam Semesta

Written By Unknown on Rabu, 30 Oktober 2013 | 10.47


KOMPAS.com — Sebuah planet nebula, bernama Nebula Bumerang, merupakan tempat terdingin di alam semesta. Suhu tempat itu -272 derajat Celsius.

Dalam penelitian terbaru menggunakan teleskop Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA) di Cile, astronom menguak misteri tentang bentuk nebula planet tersebut.

Tahun 2003, teleskop Hubble pernah mencitrakan Nebula Bumerang. Nebula itu tampak berbentuk menyerupai dasi kupu-kupu yang sisinya tak sama panjang.

Hasil observasi dengan teleskop ALMA menunjukkan bahwa mungkin hasil observasi teleskop Hubble salah.

"Apa yang tampak sebagai dua daun, atau bentuk bumerang, dari pengamatan teleskop di Bumi, sebenarnya merupakan struktur lebih besar yang mengembang cepat ke angkasa," kata Raghvendra Sahai, peneliti pada Jet Propulsion Laboratory NASA.

Nebula Bumerang adalah obyek angkasa yang terletak pada jarak 5.000 tahun cahaya dari Bumi pada konstelasi Centaurus.

Nebula Bumerang merupakan fase awal dari sebuah nebula planet, sebuah obyek yang mencerminkan akhir dari masa kehidupan bintang.

Nebula planet memiliki sebuah pusat yang sejatinya adalah bintang katai putih. Bintang itu mengemisikan radiasi ultraviolet yang menyebabkan gas di sekitarnya berkilau.

Pada 1500 tahun terakhir, hampir 1,5 kali massa Matahari telah hilang dari bintang katai putih di pusat nebula ini karena proses yang disebut bipolar outflow.

Proses bipolar outflow menyebabkan bintang tampak mengembang dan mendinginkan dirinya dalam proses tersebut.

Ilmuwan, seperti diberitakan Daily Mail, Jumat (25/10/2013), mengungkap suhu nebula itu dengan mengobservasi bagaimana obyek menyerap radiasi sinar kosmik.

Selain mengungkap bentuk, ilmuwan juga menemukan bahwa lingkungan sekitar bintang katai putih di nebula itu dikelilingi debu. Ilmuwan juga mengungkap bahwa bagian luar nebula mengalami pemanasan.

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Jenis Lumba-lumba Baru Ditemukan di Australia


KOMPAS.com — Berpikir bahwa seluruh lumba-lumba telah kita kenal? Tunggu dulu. Rupanya masih ada satu spesies lumba-lumba yang baru ditemukan dan benar-benar baru bagi ilmu pengetahuan.

Lumba-lumba spesies baru itu ditemukan oleh tim ilmuwan, terdiri dari peneliti World Conservation Society (WCS), American Museum of Natural History, dan lainnya.

Ilmuwan menganalisis sejarah evolusi dari lumba-lumba punggung bungkuk (humpback dolphin), baik dari sisi morfologi maupun genetik.

Hasil analisis mengungkap bahwa lumba-lumba punggung bungkuk yang berada di wilayah Indo-Pacific terbagi menjadi tiga spesies, satu di antaranya merupakan spesies baru.

"Berdasarkan data genetik dan morfologi, kami mengusulkan bahwa genus lumba-lumba punggung bungkuk paling tidak terdiri dari empat spesies," kata Martin Mendez, asisten direktur WCS Amerika Latin dan Karibia.

"Temuan ini membantu kita memahami sejarah evolusi dari kelompok hewan ini dan memberi informasi terkait kebijakan konservasi untuk menjaga setiap spesies yang ada," imbuh Mendez seperti dikutip Science Daily, Selasa (29/10/2013).

Nama genus lumba-lumba punggung bungkuk adalah Sousa. Sementara nama spesies lumba-lumba baru ini belum ditetapkan.

Tiga spesies lumba-lumba punggung bungkuk yang sudah dikenal adalah Sousa teuszii yang hidup di Atlantik serta Sousa chinensis dan Sousa plumbea yang hidup di Indo-Pasifik.

Untuk menemukan lumba-lumba punggung bungkuk baru ini, ilmuwan menganalisis data morfologi dari lumba-lumba yang terdampar di pantai.

Spesifiknya, ilmuwan menganalisis karakteristik dari 180 tengkorak lumba-lumba dari berbagai wilayah.

Kemudian, ilmuwan juga mengambil 235 sampel jaringan dari lumba-lumba di berbagai wilayah dan menganalisis DNA mirokondria dan inti dari masing-masing jenis.

"Informasi tentang jenis baru dari lumba-lumba punggung bungkuk akan meningkatkan jumlah spesies yang diketahui dan memberikan bukti ilmiah yang diperlukan untuk pengambilan keputusan yang bertujuan melindungi keragaman genetik yang unik dan habitat terkait," kata Howard Rosenbaum, Direktur Program Laut WCS.

Lumba-lumba punggung bungkuk bisa tumbuh hingga 2,5 meter. Spesies ini tersebar di wilayah delta dan estuari di Atlantik dan Indo-Pasifik. Lumba-lumba punggung bungkuk dari Atlantik dinyatakan "rentan" oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Mengapa Dinosaurus Bisa Tumbuh Menjadi Raksasa?


KOMPAS.com - Dinosaurus bisa tumbuh begitu mega lantaran memiliki sendi yang lebih licin dibanding mamalia darat lainnya. Adanya tambahan lapisan tulang rawan yang menghubungkan tulang-belulang pada dinosaurus membuat tulang tersebut mampu menahan bobot lebih besar.

Demikian hasil penelitian dari sekelompok peneliti di Richard Stockton College of New Jersey, Amerika Serikat. Memang dari ukuran, dinosaurus masih kalah dari paus sebagai mamalia laut. Namun, jika dibandingkan dengan sesama mamalia darat, tidak ada yang bisa menyamai tinggi dan besarnya dinosaurus. Manusia, misalnya, tulang yang kita miliki bisa rontok ketika bobot tubuh terlalu berat.

Untuk bisa mencapai kesimpulan tersebut, tim peneliti ini memeriksa tulang dari beragam mamalia dan membandingkannya dengan tulang dinosaurus. Mereka juga meriset tulang milik burung dan reptil yang memiliki garis keturunan dinosaurus.

Ditemukan bahwa tulang mamalia secara progresif menjadi lebih bulat di bagian ujung untuk menopang berat tubuh agar tidak membebani tekanan pada tulang rangka. Saat tulang menjadi lebih lebar, tulang rawan tertarik oleh lapisan tipis dan kencang di bawah tulang. Keketatannya memungkinkan distribusi berat yang merata.

Namun, tulang dari reptil dan dinosaurus tumbuh lebih lebar dan lebih rata saat hewan tersebut tumbuh membesar dengan bobot yang juga berat. Dibanding mamalia yang memiliki hanya memiliki lapisan tipis, dinosaurus mempunyai lapisan lebih banyak sehingga sendi mereka lebih licin.

Sendi ini tidak hanya melakukan distribusi berat yang lebih merata, tapi juga bisa menahan tekanan lebih besar. Dikatakan oleh Matthew Bonnan sebagai pemimpin penelitian, "Awalnya saya mengharap pola yang sama di kedua grup [mamalia dan dinosaurus], tapi yang Anda lihat ternyata pola yang bertolak belakang." (Zika Zakiya/National Geographic Indonesia)

Editor : Yunanto Wiji Utomo


10.47 | 0 komentar | Read More

Menhut Bikin Kebijakan soal Macan Tutul

Written By Unknown on Selasa, 29 Oktober 2013 | 10.47

BOGOR, KOMPAS.com — Kementerian Kehutanan bakal membangun pusat penyelamatan atau rescue center yang diperuntukkan untuk Macan Tutul. Pembangunan itu dilakukan menyusul maraknya konflik yang melibatkan macan asli Jawa itu dengan manusia.

"Dalam waktu sebulan ke depan, saya kira sudah ada kejelasan lokasi pembangunannya. Yang jelas, lokasinya harus dekat dengan habitat asli (macan tutul)," kata Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan seusai melihat kondisi macan tutul di ruang karantina Taman Safari Indonesia Cisarua, Bogor, Kamis (24/10/2013).

Selain menjadi tempat penampungan, Zulkifli menambahkan, pusat penyelamatan itu juga akan menjadi tempat perawatan bagi hewan bernama latin Panthera pladus melas ini untuk persiapan sebelum dilepasbebaskan. "Kita memang sudah membutuhkan rescue center," imbuhnya.

Menurut Zulkifli, pemerintah sebenarnya sudah mempunyai konsep yang bagus dalam hal penataan kehutanan. Misalnya dalam bentuk hutan konservasi, hutan lindung, maupun tatanan lainnya.

Namun beberapa kendala, menurutnya, tetap terjadi karena beberapa faktor seperti pertambahan penduduk, kebutuhan ekonomi masyarakat, maupun ketidakpedulian masyarakat sehingga menyebabkan benturan yang mengganggu habitat macan tutul.

"Habitat yang seharusnya untuk satwa, berubah menjadi perkebunan. Yang seharusnya untuk satwa, kini menjadi vila. Macan tutul juga butuh hidup layak," kata Menteri kelahiran Lampung Selatan ini sembari mengkritik pembangunan vila yang menjamur di Cisarua.

Ketua Conservation Breeding Spesialist Group Indonesia Jansen Manansang mengatakan, hingga saat ini belum diketahui pasti jumlah populasi hewan ini. Organisasi yang terdiri dari beberapa negara itu, menurut dia, tengah menyusun langkah-langkah strategis untuk memetakan populasinya.

"Sekaligus juga ada workshop untuk breeding yang sesuai dengan prosedur dari International Union for Conservation Nature (IUCN)," katanya.

Sementara itu, di tempat karantina TSI itu terdapat macan tutul yang diberi nama Jampang. Jampang sebelumnya berhasil ditangkap hidup-hidup pada pertengahan bulan Oktober lalu oleh gabungan tim dari Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia (FOKSI), TSI, serta dibantu warga di Desa Girimukti, Kecamatan Ciemas, Sukabumi.

Penangkapan Jampang dilakukan menyusul adanya laporan harimau masuk kawasan permukiman dan makan ternak milik warga. Penangkapan hidup-hidup itu merupakan kabar gembira mengingat macan tutul yang masuk permukiman biasanya berakhir dengan kematian karena dibunuh.

Editor : Glori K. Wadrianto


10.47 | 0 komentar | Read More
Techie Blogger